Kecelakaan
lalu lintas antara mobil pengangkut bahan nuklir radioaktif dengan truk
pengangkut pasir terjadi tepat di depan Gedung Sate/ lapangan Gasibu
Bandung. Akibatnya, 6 orang menjadi korban.
Dua orang korban di antaranya langsung dilarikan ke RS Hasan Sadikin Bandung, karena menderita luka parah.
Baca juga: Radiasi nuklir Fukushima terus meningkat, Jepang bangun
dinding es dan Pangkostrad tutup Ekspedisi NKRI 2013 Koridor Sulawesi
Akibat kecelakaan itu, bahan nuklir radioaktif berhamburan di jalan
mengeluarkan asap. Bahkan sempat terdengar suara ledakan sebanyak dua
kali. Melihat kejadian itu, masyarakat khawatir dampak negatif dari
radioaktif tersebut.
Warga di TKP (Tempat Kejadian Perkara)
langsung segera menolong korban, dan menghubungi aparat kepolisian dan
BPBD Jabar. Berkat koordinasi dan komunikasi yang tepat, dalam waktu
yang singkat kecelakaan tidak berdampak membahayakan.
Semua
itu, lantaran tim terpadu dalam waktu relatif singkat sudah berada di
TKP. Tim terpadu Penggangulangan Tanggap Darurat Bencana Bahaya
Radioaktif itu terdiri dari unsur badan pengawas tenaga nuklir (
Bapeten), Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (PTNBR) – BATAN
Bandung serta berbagai instansi terkait seperti BPBD Jabar, Polda Jabar,
Dinas pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran, Dinas Kesehatan, TNI AD
dan rumah sakit.
Kejadian ini merupakan simulasi dari gladi
lapang penanggulangan kecelakaan radiasi dalam transportasi sumber
radioaktif, di depan Gedungsate Bandung, Kamis (5/9/2013).
Acara gladi lapang itu merupakan kerjasama antara BAPETEN dengan BPBD
Jabar yang melibat berbagai unusur, seperti PTNBR, Batan, Polda Jabar,
TNI AD, Dishub, Dinssor, Dinkes, RSHS dan Diskar Bandung serta ormas
relawan penanggulangan Bencana Alam.
Menurut Kepala Bapeten As
Natio Lasman kepada wartawan, bahwa latihan ini penting untuk memberikan
penguatan kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan kewaspadaan
semua pemangku kepentingan. “Ini untuk memastikan sikap tanggap yang
dapat terjadi setiap saat. Sehingga nantinya dapat memberikan keamanan
dan keselamatan bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan.”
Latihan kesiapsiagaan tanggap darurat ini merupakan amanat PP No 54
Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir yang
mewajibkan pemegang izin untuk menyelenggarakan pelatihan dan gladi
kedaruratan nuklir oleh pemegang izin. “Geladi di tingkat provinsi
paling sedikit 1 kali dalam 2 tahun dengan berkoordinasi dengan BPBD
Provinsi dan instansi terkait serta di tingkat nasional paling sedikit 1
kali dalam 4 tahun,” jelas Natio Lasman.
Natio Lasman juga
mengatakan, tujuan latihan untuk menguji kemampuan instansi dan SKPD
terkait dalam merespon adanya kecelakaan radiasi, akibat kecelakaan
transportasi sumber radioaktif.
Sementara itu, Kepala BPBD
Jabar Udjwalaprana Sigit mengatakan, sesuai amanah UU 24 tahun 2007,
sekecil apa pun musibah bencana harus cepat direspon dan dilakukan
penanganan sesuai prosedur demi menghindari jatuhnya korban jiwa.
Bila musibah itu setingkat Provinsi, lanjutnya, maka Gubernur
secepatnya mengambil sikap dan menentukan perlu segera dilakukan tanggap
darurat bencana. Penentuan tanggap darurat tentunya mengandung
konsekuensi, yaitu harus menyiapkan anggaran, personel dan peralatan.
“Untuk itu perlunya kerjasama dalam membuat Standar Operasi Prosedure
(SOP), sehingga antara instansi terkait, saling mendukung dan
bekerjasama,” tegasnya.
Sekda Jabar Wawan Ridwan, usai
menyaksikan gladi lapang tersebut, mengatakan, atas nama Pemprov Jabar,
dirinya mengapresiasi dan memberikan penghargaan atas terselenggaranya
gladi lapang kecelakaan transportasi bahaya Radioaktif.
“Melalui gladi ini, diharapkan masyarakat tidak perlu gugup dan
takut atas bahaya Nuklir, juga tidak perlu dijadikan momok/ hantu bila
mendengar nama nuklir,” pintanya.@husein
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.