Bengkulu -
Populasi sapi dan kerbau tahun ini mengalami penurunan cukup besar.
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lukman Hakim,
mengatakan Indonesia kini krisis bibit sapi karena sebagian besar sapi
berkualitas bagus banyak dijual dan dipotong.
"Jadi kualitas sapi kita makin hari makin menurun. Yang bagus-bagus dipotong," kata Lukman saat ditemui di Bengkulu, Sabtu, 28 September 2013.
Berdasarkan hasil sensus ternak 2013, populasi sapi dan kerbau pada 1 Mei 2013 tercatat 14,2 juta ekor atau turun 15 persen dibanding hasil pendataan tahun lalu. Tahun lalu, populasi sapi dan kerbau tercatat 16,7 juta ekor.
Untuk mengatasi berkurangnya populasi sapi, LIPI berhasil menemukan teknologi inseminasi buatan dengan sperma sexing. Teknologi inseminasi buatan menggunakan sperma sexing akan menghasilkan anak sapi dengan jenis kelamin sesuai harapan, bisa memilih jantan atau betina.
"Tingkat akurasi teknologi ini untuk menentukan jenis kelamin sapi mencapai 96 persen. Artinya, dalam 100 sapi, ada 96 yang sesuai. Ini suatu kemajuan karena secara teoretis saat itu tingkat presisinya hanya 80 persen," ujar Lukman.
Syahruddin Said, peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI yang terlibat dalam proyek ini, mengungkapkan teknologi sperma sexing adalah salah satu upaya untuk menjawab masalah pemenuhan kebutuhan daging nasional. Teknologi ini juga dapat menentukan struktur populasi dalam suatu kawasan peternakan sapi.
Lewat teknologi ini, jenis kelamin dari pedet (anakan sapi) dapat ditentukan sejak awal. Perbandingan jenis kelamin dalam populasi di peternakan bisa diatur. "Sangat strategis untuk peternakan sapi susu dengan memilih sapi betina, dan sapi daging dengan memilih sapi jantan," tulis Syahruddin dalam katalog informasi LIPI saat pameran LIPI Expo, di Bengkulu.
Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI telah berhasil mengaplikasikan teknologi sperma sexing dengan hasil S/C (inseminasi buatan per konsepsi) 1,37. Pada penelitian 2005 lalu, tercatat tingkat keberhasilan kelahiran sesuai dengan harapan adalah 81 persen.
Sexing atau pemisahan sperma adalah kegiatan yang bertujuan untuk memisahkan spermatozoa yang membawa sifat kelamin jantan dengan betina. Teknologi ini bertujuan untuk menjawab tingginya permintaan peternak terhadap pedet atau anak sapi jantan potong karena harga jualnya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak betina.
Awalnya, sperma dikoleksi dari sapi jantan. Selanjutnya, dilakukan pemisahan sperma dengan kromosom X yang akan menjadi cikal anakan betina dan sperma kromosom Y yang menjadi anakan jantan.
Pemisahan sperma dilakukan dengan filtrasi menggunakan kolom BSA (Bovine Serum Albumin). Pemisahan kolom BSA ini terdiri atas BSA 5 persen menghasilkan 2 mililiter sperma X, dan BSA 10 persen menghasilkan 2 mililiter sperma Y. Konsentrasi BSA 5-10 persen memberikan hasil optimum dalam memisahkan sperma X dan Y pada sapi.
Sperma yang sudah dipisahkan kemudian disedot, dimasukkan dalam straw untuk disimpan dan dibekukan. Proses pembekuan dibantu dengan nitrogen cair dan disimpan pada suhu -196 derajat Celsius. Barulah sapi dapat diinjeksi dengan sperma tersebut untuk menentukan jenis kelamin.
Selain teknologi sperma sexing, LIPI lebih dulu mengembangkan teknologi transfer embrio. Teknologi ini bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan pejantan dan betina unggul dalam memproduksi bibit unggul ternak. Melalui teknologi transfer embrio, seekor betina mampu memberikan keturunan lebih dari 25 ekor per tahun.
"Jadi kualitas sapi kita makin hari makin menurun. Yang bagus-bagus dipotong," kata Lukman saat ditemui di Bengkulu, Sabtu, 28 September 2013.
Berdasarkan hasil sensus ternak 2013, populasi sapi dan kerbau pada 1 Mei 2013 tercatat 14,2 juta ekor atau turun 15 persen dibanding hasil pendataan tahun lalu. Tahun lalu, populasi sapi dan kerbau tercatat 16,7 juta ekor.
Untuk mengatasi berkurangnya populasi sapi, LIPI berhasil menemukan teknologi inseminasi buatan dengan sperma sexing. Teknologi inseminasi buatan menggunakan sperma sexing akan menghasilkan anak sapi dengan jenis kelamin sesuai harapan, bisa memilih jantan atau betina.
"Tingkat akurasi teknologi ini untuk menentukan jenis kelamin sapi mencapai 96 persen. Artinya, dalam 100 sapi, ada 96 yang sesuai. Ini suatu kemajuan karena secara teoretis saat itu tingkat presisinya hanya 80 persen," ujar Lukman.
Syahruddin Said, peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI yang terlibat dalam proyek ini, mengungkapkan teknologi sperma sexing adalah salah satu upaya untuk menjawab masalah pemenuhan kebutuhan daging nasional. Teknologi ini juga dapat menentukan struktur populasi dalam suatu kawasan peternakan sapi.
Lewat teknologi ini, jenis kelamin dari pedet (anakan sapi) dapat ditentukan sejak awal. Perbandingan jenis kelamin dalam populasi di peternakan bisa diatur. "Sangat strategis untuk peternakan sapi susu dengan memilih sapi betina, dan sapi daging dengan memilih sapi jantan," tulis Syahruddin dalam katalog informasi LIPI saat pameran LIPI Expo, di Bengkulu.
Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI telah berhasil mengaplikasikan teknologi sperma sexing dengan hasil S/C (inseminasi buatan per konsepsi) 1,37. Pada penelitian 2005 lalu, tercatat tingkat keberhasilan kelahiran sesuai dengan harapan adalah 81 persen.
Sexing atau pemisahan sperma adalah kegiatan yang bertujuan untuk memisahkan spermatozoa yang membawa sifat kelamin jantan dengan betina. Teknologi ini bertujuan untuk menjawab tingginya permintaan peternak terhadap pedet atau anak sapi jantan potong karena harga jualnya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak betina.
Awalnya, sperma dikoleksi dari sapi jantan. Selanjutnya, dilakukan pemisahan sperma dengan kromosom X yang akan menjadi cikal anakan betina dan sperma kromosom Y yang menjadi anakan jantan.
Pemisahan sperma dilakukan dengan filtrasi menggunakan kolom BSA (Bovine Serum Albumin). Pemisahan kolom BSA ini terdiri atas BSA 5 persen menghasilkan 2 mililiter sperma X, dan BSA 10 persen menghasilkan 2 mililiter sperma Y. Konsentrasi BSA 5-10 persen memberikan hasil optimum dalam memisahkan sperma X dan Y pada sapi.
Sperma yang sudah dipisahkan kemudian disedot, dimasukkan dalam straw untuk disimpan dan dibekukan. Proses pembekuan dibantu dengan nitrogen cair dan disimpan pada suhu -196 derajat Celsius. Barulah sapi dapat diinjeksi dengan sperma tersebut untuk menentukan jenis kelamin.
Selain teknologi sperma sexing, LIPI lebih dulu mengembangkan teknologi transfer embrio. Teknologi ini bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan pejantan dan betina unggul dalam memproduksi bibit unggul ternak. Melalui teknologi transfer embrio, seekor betina mampu memberikan keturunan lebih dari 25 ekor per tahun.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.