ilustrasi--Pengembangan Pelabuhan Laut. (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)
Gegap-gempita kampanye pemilihan presiden pada Juni hingga Juli 2014 bertambah gempar ketika Calon Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla waktu itu mengemukakan gagasan pembangunan tol laut dan poros maritim yang menghubungkan pulau-pulau di Indonesia.
Gagasan yang disampaikan dalam debat capres yang disiarkan radio dan televisi secara langsung itu mendapat beragam tanggapan dari publik. Ada yang sangat mendukung, ada yang sinis dan ada pula menganggap sebagai kemustahilan. Pro-kontra pun mengiringi hari-hari karena memang waktu itu sedang kampanye politik sehingga gagasan bisa ditanggapi dengan berbagai argumentasi.
Pihak yang mendukung tentu orang atau siapapun yang mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi)-JK serta kalangan yang memahami perlunya era baru dalam pengelolaan potensi laut. Pihak yang sinis dan menganggap gagasan ini sebagai kemustahilan, tentunya pendukung lawan politik pasangan ini.
Berbagai pertanyaan dan pernyataan publik berseliweran di hari-hari kampanye politik. Ingatan sebagian publik tertuju kepada gagasan tol laut yang pernah diwacanakan Kementerian BUMN dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebelum kampanye pemilihan presiden mengenai tol laut yang menghubungkan Jakarta ke arah timur Pulau Jawa melintasi pantai.
Apalagi saat itu juga ada pembangunan tol laut di Bali yang sedang memasuki babak akhir sebelum diresmikan penggunaannya. Ataukah seperti Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu)? Apalagi saat itu bertepatan pula dengan upaya untuk mewujudkan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera melintasi Selat Sunda.
Gagasan pembangunan tol laut itu menggelegar. Tetapi akan seperti apa dan bagaimana mewujudkannya? Sampai terpilihan Jokowi-JK pada 9 Juli dan pelantikan sebagai presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2014, gagasan tol laut terus menggema dan publik mengejar akan seperti apa gagasan itu. Itulah keingintahuan publik dan janji yang belum tunai.
Itulah sebabnya Direktur Archipelago Solidarity Foundation Engelina Pattiasina dalam diskusi "Kemandirian Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia" di Jakarta mengemukakan, pemerintah perlu lebih mengelaborasi atau menjelaskan kepada publik mengenai arah dan implementasi gagasan tersebut.
Setidaknya ada tiga fakta yang patut menjadi acuan penting dan menjadi peluang besar dalam upaya pengembangan maritim.
★ Pertama, kata Engelina, keberadaan sebagai negara kepulauan menjadikan Indonesia sebagai surga keaneragaman atau biodiversity terbesar dunia.
Dalam kaitan ini, Indonesia patut berbangga karena merupakan negara kepulauan terbesar dengan 17.504 pulau.
★ Kedua, sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lautan dan mengandung posisi strategis, baik aspek pertahanan, keamanan, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Selain itu, Indonesia berada di persimpangan dunia, di antara dunia benua dan dua samudra.
"Letak strategis ini menjadikan Indonesia penting bagi negara mana pun yang hendak membangun hubungan internasional dan regional," katanya.
★ Ketiga, Indonesia bukan hanya diapit dua samudra dan dua benua, tetapi juga berbatasan dengan 10 negara. Hal ini, berarti ada 10 negara yang mengelilingi Indonesia, mulai dari Malaysia, Singapura, India, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Timor Leste dan Australia.
Pelabuhan
Perlahan namun tampak pasti, pemerintah mulai membuka penjelasan mengenai gagasan tol laut dan poros maritim. Dengan demikian membuka mata hati pemahaman publik maksud dan tujuan gagasan tersebut.
Ternyata, tol laut dan poros maritim berbeda sama sekali dengan prediksi dan pemahaman bahwa seolah-olah seperti jembangunan jembatan Suramadu, JSS dan tol laut yang pernah digagas Kementerian BUMN dan Kementerian Pekerjaan Umum. Dalam bahasa yang sederhana tol laut diwujudkan dengan menyiapkan infrastruktur pelabuhan dan penyeberangan.
Dengan infrastruktur pelabuhan dan penyeberangan yang memadai dan terkelola dengan manjemen yang efisien, maka nantinya arus barang dan jasa serta orang akan lebih baik. Langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mewujudkan gagasan tersebut mulai disampaikan dan publik mulai terbuka pemahamannya.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas telah mendesain konsep tol laut yang dicetuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan 24 pelabuhan. Pelabuhan sebanyak itu terbagi atas pelabuhan yang menjadi hubungan internasional, pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul.
Sebanyak 24 pelabuhan itu, antara lain, Pelabuhan Banda Aceh, Belawan, Kuala Tanjung, Dumai, Batam, Padang, Pangkal Pinang, Pelabuhan Panjang. Selanjutnya, Pelabuhan Tanjung Priok, Cilacap, Tanjung Perak, Lombok, Kupang, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Maloy, Makassar, Bitung, Halmahera, Ambon, Sorong, Merauke dan Jayapura.
Seperti telah diberitakan berbagai media, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Dedy S Priatna mengatakan, hanya Pelabuhan Kuala Tanjung, Bitung dan Sorong yang akan dibangun baru. Sedangkan sisanya hanya perluasan atau pengembangan.
Dari 24 pelabuhan itu terbagi dua hubungan internasional, yaitu Kuala Tanjung dan Bitung yang akan menjadi ruang tamu bagi kapal-kapal asing dari berbagai negara. Selanjutnya pemerintah menyiapkan enam pelabuhan utama yang dapat dilalui kapal-kapal besar berbobot 3.000 hingga 10 ribu TeUS. Enam pelabuhan itu adalah Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar dan Sorong.
Nantinya, pelabuhan utama akan menjadi jalur utama atau tol laut. Sedangkan 24 pelabuhan dari Belawan sampai Jayapura disebut pelabuhan pengumpul.
Sebanyak 24 pelabuhan tersebut merupakan bagian dari 110 pelabuhan milik PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Sementara total pelabuhan di Tanah Air sekitar 1.230 pelabuhan. Sebanyak 110 pelabuhan dari total 1.230 pelabuhan dikelola oleh Satuan Kerja Perhubungan, Provinsi dan lainnya.
Januari
Meski Bappenas sudah memiliki konsep untuk implementasi gagasan tol laut, namun bisa saja ada perubahan. Konsep untuk implementasi itu akan ada titik terang pada 15 Januari saat Peraturan Presiden tentang Rencana Rembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) terbit.
Menurut dia, desain tol laut ini adalah konsep dari Pelindo dan McKansey. Perubahan sangat dimungkinkan terjadi karena melihat 86 pelabuhan lain yang dioperasikan Pelindo memiliki IRR tinggi. Dalam draf RPJMN teknokratik, pihaknya sudah mengestimasi kebutuhan investasi pelabuhan tersebut sekira Rp 424 triliun.
Namun Presiden Jokowi dalam presentasinya memproyeksikan dananya Rp 700 triliun lebih. Perbedaan angka itu, menurut Dedy S Priatna, kemungkinan karena belum termasuk pengadaan kapal. Menurut kalkulasi Bappenas, pengadaan kapal untuk tol laut tersebut sektar Rp 100 triliun sampai Rp 150 triliun. Sedangkan biaya investasi untuk membangun pelabuhan terintegrasi lengkap dengan pembangkit listrik dan sebagainya sekitar Rp 70 triliun.
Publik masih menanti implementasi dari rencana-rencana itu karena--diakui atau tidak--belumlah banyak yang bisa diperbuat pemerintah saat ini mengingat baru sebulan bekerja. Apalagi untuk mengimplementasikan sebuah gagasan atau program, harus dihadapkan pada koordinasi antarkementerian dan pemahaman, komitmen serta konsistensi para pemegang kebijakan. Di sisi lain, anggaran merupakan salah satu komponen terpenting dalam pembangunan infrasruktur.
Pemerintah bukanlah tukang sulap. Karena itu, bijak apabila publik memberi waktu kepada seluruh jajaran pemerintahan untuk mengeksploitasi dan mengeksplorasi kemampuan dan seluruh daya upayanya dalam mewujudkan gagasan tersebut.
Gegap-gempita kampanye pemilihan presiden pada Juni hingga Juli 2014 bertambah gempar ketika Calon Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla waktu itu mengemukakan gagasan pembangunan tol laut dan poros maritim yang menghubungkan pulau-pulau di Indonesia.
Gagasan yang disampaikan dalam debat capres yang disiarkan radio dan televisi secara langsung itu mendapat beragam tanggapan dari publik. Ada yang sangat mendukung, ada yang sinis dan ada pula menganggap sebagai kemustahilan. Pro-kontra pun mengiringi hari-hari karena memang waktu itu sedang kampanye politik sehingga gagasan bisa ditanggapi dengan berbagai argumentasi.
Pihak yang mendukung tentu orang atau siapapun yang mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi)-JK serta kalangan yang memahami perlunya era baru dalam pengelolaan potensi laut. Pihak yang sinis dan menganggap gagasan ini sebagai kemustahilan, tentunya pendukung lawan politik pasangan ini.
Berbagai pertanyaan dan pernyataan publik berseliweran di hari-hari kampanye politik. Ingatan sebagian publik tertuju kepada gagasan tol laut yang pernah diwacanakan Kementerian BUMN dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebelum kampanye pemilihan presiden mengenai tol laut yang menghubungkan Jakarta ke arah timur Pulau Jawa melintasi pantai.
Apalagi saat itu juga ada pembangunan tol laut di Bali yang sedang memasuki babak akhir sebelum diresmikan penggunaannya. Ataukah seperti Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu)? Apalagi saat itu bertepatan pula dengan upaya untuk mewujudkan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera melintasi Selat Sunda.
Gagasan pembangunan tol laut itu menggelegar. Tetapi akan seperti apa dan bagaimana mewujudkannya? Sampai terpilihan Jokowi-JK pada 9 Juli dan pelantikan sebagai presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2014, gagasan tol laut terus menggema dan publik mengejar akan seperti apa gagasan itu. Itulah keingintahuan publik dan janji yang belum tunai.
Itulah sebabnya Direktur Archipelago Solidarity Foundation Engelina Pattiasina dalam diskusi "Kemandirian Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia" di Jakarta mengemukakan, pemerintah perlu lebih mengelaborasi atau menjelaskan kepada publik mengenai arah dan implementasi gagasan tersebut.
Setidaknya ada tiga fakta yang patut menjadi acuan penting dan menjadi peluang besar dalam upaya pengembangan maritim.
★ Pertama, kata Engelina, keberadaan sebagai negara kepulauan menjadikan Indonesia sebagai surga keaneragaman atau biodiversity terbesar dunia.
Dalam kaitan ini, Indonesia patut berbangga karena merupakan negara kepulauan terbesar dengan 17.504 pulau.
★ Kedua, sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lautan dan mengandung posisi strategis, baik aspek pertahanan, keamanan, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Selain itu, Indonesia berada di persimpangan dunia, di antara dunia benua dan dua samudra.
"Letak strategis ini menjadikan Indonesia penting bagi negara mana pun yang hendak membangun hubungan internasional dan regional," katanya.
★ Ketiga, Indonesia bukan hanya diapit dua samudra dan dua benua, tetapi juga berbatasan dengan 10 negara. Hal ini, berarti ada 10 negara yang mengelilingi Indonesia, mulai dari Malaysia, Singapura, India, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Timor Leste dan Australia.
Pelabuhan
Perlahan namun tampak pasti, pemerintah mulai membuka penjelasan mengenai gagasan tol laut dan poros maritim. Dengan demikian membuka mata hati pemahaman publik maksud dan tujuan gagasan tersebut.
Ternyata, tol laut dan poros maritim berbeda sama sekali dengan prediksi dan pemahaman bahwa seolah-olah seperti jembangunan jembatan Suramadu, JSS dan tol laut yang pernah digagas Kementerian BUMN dan Kementerian Pekerjaan Umum. Dalam bahasa yang sederhana tol laut diwujudkan dengan menyiapkan infrastruktur pelabuhan dan penyeberangan.
Dengan infrastruktur pelabuhan dan penyeberangan yang memadai dan terkelola dengan manjemen yang efisien, maka nantinya arus barang dan jasa serta orang akan lebih baik. Langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mewujudkan gagasan tersebut mulai disampaikan dan publik mulai terbuka pemahamannya.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas telah mendesain konsep tol laut yang dicetuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan 24 pelabuhan. Pelabuhan sebanyak itu terbagi atas pelabuhan yang menjadi hubungan internasional, pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul.
Sebanyak 24 pelabuhan itu, antara lain, Pelabuhan Banda Aceh, Belawan, Kuala Tanjung, Dumai, Batam, Padang, Pangkal Pinang, Pelabuhan Panjang. Selanjutnya, Pelabuhan Tanjung Priok, Cilacap, Tanjung Perak, Lombok, Kupang, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Maloy, Makassar, Bitung, Halmahera, Ambon, Sorong, Merauke dan Jayapura.
Seperti telah diberitakan berbagai media, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Dedy S Priatna mengatakan, hanya Pelabuhan Kuala Tanjung, Bitung dan Sorong yang akan dibangun baru. Sedangkan sisanya hanya perluasan atau pengembangan.
Dari 24 pelabuhan itu terbagi dua hubungan internasional, yaitu Kuala Tanjung dan Bitung yang akan menjadi ruang tamu bagi kapal-kapal asing dari berbagai negara. Selanjutnya pemerintah menyiapkan enam pelabuhan utama yang dapat dilalui kapal-kapal besar berbobot 3.000 hingga 10 ribu TeUS. Enam pelabuhan itu adalah Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar dan Sorong.
Nantinya, pelabuhan utama akan menjadi jalur utama atau tol laut. Sedangkan 24 pelabuhan dari Belawan sampai Jayapura disebut pelabuhan pengumpul.
Sebanyak 24 pelabuhan tersebut merupakan bagian dari 110 pelabuhan milik PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Sementara total pelabuhan di Tanah Air sekitar 1.230 pelabuhan. Sebanyak 110 pelabuhan dari total 1.230 pelabuhan dikelola oleh Satuan Kerja Perhubungan, Provinsi dan lainnya.
Januari
Meski Bappenas sudah memiliki konsep untuk implementasi gagasan tol laut, namun bisa saja ada perubahan. Konsep untuk implementasi itu akan ada titik terang pada 15 Januari saat Peraturan Presiden tentang Rencana Rembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) terbit.
Menurut dia, desain tol laut ini adalah konsep dari Pelindo dan McKansey. Perubahan sangat dimungkinkan terjadi karena melihat 86 pelabuhan lain yang dioperasikan Pelindo memiliki IRR tinggi. Dalam draf RPJMN teknokratik, pihaknya sudah mengestimasi kebutuhan investasi pelabuhan tersebut sekira Rp 424 triliun.
Namun Presiden Jokowi dalam presentasinya memproyeksikan dananya Rp 700 triliun lebih. Perbedaan angka itu, menurut Dedy S Priatna, kemungkinan karena belum termasuk pengadaan kapal. Menurut kalkulasi Bappenas, pengadaan kapal untuk tol laut tersebut sektar Rp 100 triliun sampai Rp 150 triliun. Sedangkan biaya investasi untuk membangun pelabuhan terintegrasi lengkap dengan pembangkit listrik dan sebagainya sekitar Rp 70 triliun.
Publik masih menanti implementasi dari rencana-rencana itu karena--diakui atau tidak--belumlah banyak yang bisa diperbuat pemerintah saat ini mengingat baru sebulan bekerja. Apalagi untuk mengimplementasikan sebuah gagasan atau program, harus dihadapkan pada koordinasi antarkementerian dan pemahaman, komitmen serta konsistensi para pemegang kebijakan. Di sisi lain, anggaran merupakan salah satu komponen terpenting dalam pembangunan infrasruktur.
Pemerintah bukanlah tukang sulap. Karena itu, bijak apabila publik memberi waktu kepada seluruh jajaran pemerintahan untuk mengeksploitasi dan mengeksplorasi kemampuan dan seluruh daya upayanya dalam mewujudkan gagasan tersebut.
★ Antara
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.