blog-indonesia.com

Jumat, 28 Februari 2014

Reaksi Pedagang Soal Larangan Mainan Tanpa Label SNI

Penjual mainan anak di Pasar Gambrong, Kampung Melayu, Jakarta."Yang penting ada ganti ruginya."

Pemerintah telah mengeluarkan aturan tentang standardisasi mainan dan akan berlaku beberapa bulan lagi. Pemerintah juga akan menarik mainan tidak berlabel SNI (Standar Nasional Indonesia) dari pasar.

Reaksi pedagang atas aturan ini beragam, ada yang setuju namun dengan syarat dan ada juga yang pasrah menerima.

Aldo, seorang penjual mainan di Pasar Gembrong, Jakarta Timur, saat ditemui VIVAnews, Kamis 27 Februari 2014, menyatakan setuju dengan pemberlakuan aturan tersebut. Tapi, ada satu hal yang mesti diperhatikan jika mainan tak sesuai standar ditarik dari peredaran.

"Yang penting ada ganti ruginya. Kalau cuma ditarik saja, tidak mau. Kami dagang untuk cari makan," ujar Aldo.

Pria berusia 33 tahun ini sudah sepuluh tahun berjualan mainan yang menggunakan remote control seperti helikopter dan mobil-mobilan. Harganya bervariasi, mulai dari Rp 120 ribu hingga Rp 1,6 juta. "Untungnya paling besar Rp 35 ribu per pieces. Tergantung dapat menjual seharinya berapa. Kalau lakunya lima, lumayan dapat Rp 150 ribu per hari," kata Aldo.

Menurut Aldo, barang yang dijualnya memang produk impor, didapat dari pemasok mainan dari China sekitar 50-100 unit mainan. "Harga dari importirnya Rp 300 ribu per pieces kalau saya ambil sendiri. Tapi, kalau orangnya yang mengantar ke sini, harganya jadi Rp 310 ribu," kata dia.

Aldo mengakui bahwa mainan-mainan yang dijualnya tidak berlabel SNI. "Tidak ada. Barang ini dapatnya dari Tanjung Priok," kata dia.

Ia belum tahu berapa kerugian yang bakal didapatnya, jika produk yang dijualnya ini ditarik oleh pemerintah. "Belum hitung," kata dia.

Namun Aldo mengaku bahwa menjual mainan dari China memang lebih menguntungkan ketimbang produk lokal. Alasannya, kualitas mainan produk China lebih baik.

"Produk Indonesia baunya seperti plastik terbakar," kata Aldo.

Dalam kesempatan terpisah, Daumi yang merupakan pedagang boneka "Barbie" di Pasar Gembrong mengaku pasrah terhadap apa yang akan terjadi. "Itu terserah bosnya. Saya ini perantara jual," kata Daumi.

Ia juga belum menghitung jumlah kerugian yang kemungkinan akan dia dapat setelah peraturan itu efektif berlaku.

Ia telah berjualan selama dua dasawarsa. Omzet bisnis mainan ini menurutnya mencapai puluhan juta per bulan. "Rata-rata dapat Rp 5 juta sehari. Tapi kalau lagi ramai bisa dapat Rp 10 juta dan kalau sepi dapat Rp1 juta," kata dia.

Harga boneka yang dijualnya mulai dari Rp 7.500 hingga Rp 25 ribu, tergantung pembelian eceran atau grosir. Ada pula aksesori berupa pakaian barbie yang dijual Rp7.500-Rp10 ribu dan rumah barbie yang harganya Rp 150 ribu-Rp 200 ribu.

Untuk bonekanya, dia mendapatkan langsung dari importir. Setiap kardusnya ada 200 unit boneka barbie, baik boneka perempuan maupun lelaki. Kalau untuk pakaian barbie, ada pasokan dari penjahit lokal.

"Ada juga yang dari Mattel. Bonekanya sudah ada di dalam box (kotak) lengkap dengan aksesori. Mahal harganya, Rp450 ribu. Saya juga jualnya jarang," kata dia.(eh)



  ♞ Vivanews  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More