Sebagai tetangga Indonesia, PNG telah menjalin banyak kerja sama salah satunya kerja sama ekstradisi dan perdagangan. Namun, PNG juga sering bersikap nakal dan tidak mementingkan hubungan baik antar kedua negara.
Berikut kenakalan Papua Nugini terhadap Indonesia:
1. Berbelit soal Djoko Tjandra
Kejaksaan Agung (Kejagung) pernah mengirim surat resmi kepada pemerintah Papua Nugini (PNG) terkait pemulangan buronan kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra. Namun, surat itu hingga kini surat itu tak direspons oleh negara yang berada di wilayah timur Indonesia itu.
"Nanti kalau dalam waktu dekat tidak ada balasan dari PNG, nanti akan kami komunikasikan lagi melalui surat secara resmi lagi," kata Wakil Jaksa Agung Darmono kala itu.
Keyakinan Darmono untuk memulangkan Djoko Tjandra ke Indonesia semakin menipis. Sebab, hingga kini belum ada itikad baik yang ditunjukkan Papua Nugini.
"Ya kami berupaya maksimal lah. Mudah-mudahan di sana (PNG) segera memutuskan bahwa dia (Djoko Tjandra) bisa diekstradisi, dan akhirnya kalau memang perlu dijemput, ya akan dijemput," ujar Darmono.
Bahkan, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin telah mengirimkan surat Mutual Legal Assistance (MLA) kepada otoritas Papua Nugini terkait rencana ekstradisi buronan cessie Bank Bali, Djoko Tjandra. Namun, surat itu belum juga dibalas.
"Saya sudah kirim surat, MLA semacam surat menyurat dua minggu lalu. Sejauh ini belum ada jawaban. Sementara kami menggunakan MLA," kata Amir Syamsuddin.
Pemerintah berharap hubungan bilateral yang terjalin antara Indonesia dengan Papua Nugini dapat menjadi pertimbangan ekstradisi Djoko Tjandra. Sebab, Indonesia tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan negara yang berada di kawasan Timur itu.
"Kita harus ingat Papua Nugini sebagai negara berdaulat dan mereka punya sistem hukum. Kita lihat saja bagaimana kelanjutannya," kata Amir Syamsuddin.
2. Pelanggaran perbatasan
November tahun 2011 lalu radar Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) mencium ada pesawat asing melintas di sekitar Balikpapan. Dua pesawat Sukhoi TNI-AU segera terbang memburu mangsa mereka.
Ternyata sebuah pesawat P2-ANW Dassault Falcon 900EX bercat putih dengan logo merah terbang tanpa izin. Sukhoi segera memepet pesawat tersebut. Ternyata pesawat ditumpangi Wakil Perdana Menteri Papua Nugini Belden Namah.
Pesawat tempur itu menguntit tumpangan VIP tersebut selama 37 menit. Namun akhirnya atas perintah Kohanudnas, pesawat dibiarkan dan tak ditembak jatuh. Buntutnya, hubungan Indonesia dan Papua Nugini sempat tegang. Perdana Menteri Papua Nugini Peter O"Neil, mengancam mengusir Duta Besar RI Andreas Sitepu dari Port Moresby.
Pesawat tersebut tak mengantongi izin dari Indonesia. Mereka ternyata memakai izin pesawat Global Express milik India.
Untuk terbang di wilayah Indonesia, pesawat udara negara asing memang harus memiliki tiga approval. Flight approval tersebut dikeluarkan oleh Ditjen Perhubungan Udara Direktorat Angkutan Udara, diplomatic clearances yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri, serta security clearances yang dikeluarkan oleh TNI AU.
TNI AU mengintersepsi karena ada perbedaan data antara flight clearance yang dimiliki Kohanudnas dan hasil tangkapan radar bandara ataupun radar Kohanudnas. Intersepsi yang dilakukan pesawat TNI AU sesuai dengan prosedur dan tidak pernah membahayakan pesawat dimaksud.
3. Bakar kapal nelayan
Sebuah kapal nelayan milik warga Kabupaten Merauke, Papua, dilaporkan dibakar oleh tentara Papua Nugini (PNG). 10 nelayan yang berada di kapal itu dipaksa keluar dan berenang di laut lepas.
"Ada masyarakat RI ditangkap tentara PNG di perbatasan Merauke dan kapalnya dibakar, nelayannya disuruh berenang," kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Sulistyo Pudjo, kepada wartawan, Sabtu (8/2).
Sulistyo mengatakan 10 orang nelayan yang berenang, 5 di antaranya hilang.
"Lima nelayan itu kemungkinan tenggelam," katanya.
Berdasarkan informasi dari Antara, para nelayan itu dinyatakan hilang sejak Kamis (6/2). Baru pada Sabtu siang tadi diperoleh informasi bahwa kapal mereka dibakar oleh oknum tentara negara tetangga, PNG.
Berikut identitas nelayan selamat dan hilang akibat tindakan biadab tentara PNG:
Korban selamat:
1. Anto Basik Basik
2. Yakobus Mahuze
3. Silvester Basik Basik
4. Marselinus Gebze
5. Andres Mahuze
Korban hilang:
1. Alex Coa
2. Ferdinand Coa
3. Raobi Rahael
4. Jony Kaize
5. Zulfikar Saleh
(mdk/ren)
4 Fakta kapal nelayan RI dibakar tentara Papua Nugini
Papua Nugini (PNG) telah berbuat kejam terhadap masyarakat Indonesia. Tentara asal PNG diketahui membakar kapal nelayan milik warga Kabupaten Merauke, Papua.
Belum diketahui penyebab pembakaran kapal nelayan tersebut hingga saat ini. Kepolisian Papua masih menyelidiki kasus tersebut.
Akibat pembakaran kapal tersebut, 10 nelayan dipaksa berenang dan hingga kini masih ada 5 yang hilang. Pemerintah Indonesia diminta turun tangan untuk menyelesaikan kasus yang membuat ketegangan hubungan kedua negara ini.
Berikut 4 fakta kasus tersebut:
1. Langgar perbatasan
Kabid Humas Polda Papua Sulistyo Pudjo sangat menyayangkan tindakan tentara PNG tersebut. Padahal, kata dia, jika memang para nelayan itu melanggar batas wilayah, hal ini bisa diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku.
"Nelayan mencari ikan di perbatasan yang berbatasan langsung dengan perairan PNG dan ke bawah Australia dan kemungkinan melewati perbatasan terus ditangkap sama TNI. Kemungkinan loh ya (melanggar perbatasan)," ujar Sulistyo saat dihubungi merdeka.com, Minggu (9/2).
Menurut dia, adalah hal yang wajar jika seorang nelayan melanggar perbatasan saat mencari ikan. Sebab, bisa saja saat menjaring ikan, terjadi badai sehingga kapal tersebut harus melewati batas wilayah.
Karena itu, dia sangat menyayangkan jika peristiwa ini disikapi berlebihan oleh tentara PNG. Sulistyo menambahkan, kasus ini seharunya bisa diselesaikan dengan baik.
"Harusnya ada kasus itu ditangkap saja. Nanti kita urus (dengan diplomasi)," terang dia.
2. Dipaksa berenang
Tentara Papua Nugini (PNG) membakar kapal nelayan milik warga Kabupaten Merauke, Papua. Bahkan, 10 nelayan yang berada di kapal itu dipaksa keluar dan berenang di laut lepas.
"Ada masyarakat RI ditangkap tentara PNG di perbatasan Merauke dan kapalnya dibakar, nelayannya disuruh berenang," kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Sulistyo Pudjo, kepada wartawan, Sabtu (8/2).
3. Lima nelayan hilang
Kabid Humas Polda Papua, AKBP Sulistyo Pudjo menuturkan, peristiwa kejam tersebut terjadi tepatnya pada hari Kamis (6/2). Namun baru diketahui pada Jumat (7/2) setelah lima nelayan selamat berhasil berenang hingga ke pos keamanan perbatasan Indoensia yang dijaga oleh Marinir TNI.
"Kejadiannya hari Kamis, Jumat mereka ditemukan sampai di pos Marinir. Dari sepuluh, hilang lima dan diduga tenggelam saat dipaksa berenang," ujar Sulistyo saat dihubungi merdeka.com, Minggu (9/2).
Menurut dia, sampai saat ini kepolisian masih melakukan penyisiran terhadap lima nelayan yang hilang di laut lepas tersebut.
Berikut identitas nelayan yang hilang akibat tindakan biadab tentara PNG:
1. Alex Coa
2. Ferdinand Coa
3. Raobi Rahael
4. Jony Kaize
5. Zulfikar Saleh
4. Tentara PNG kejam
Anggota Komisi I DPR Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengecam aksi biadab yang dilakukan oleh tentara Papua Nugini (PNG) terhadap nelayan Merauke yang sedang mencari ikan di wilayah perbatasan antar kedua negara. Para tentara itu membakar kapal nelayan berjenis speedboat dan memaksa sepuluh awak kapal berenang di laut lepas untuk kembali ke wilayah daratan Indonesia.
Politikus yang biasa dipanggil Nuning ini menilai bahwa perbuatan yang dilakukan tentara PNG sudah sewenang-wenang. Dia pun meminta agar pemerintah RI meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah PNG.
"Tentu saja kita sepantasnya meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah PNG. Setidaknya meminta keterangan resmi terkait hal itu," ujar Nuning kepada merdeka.com, Minggu (9/2).
Dia mengakui jika wilayah perairan antar negara memang selalu sensitif jika satu sama lain ada yang melanggar batas wilayah. Namun, kata dia, hal tersebut bisa dibicarakan dengan diplomasi sesuai dengan hukum yang berlaku. Dia juga berharap agar kejadian ini tidak kembali terulang dan antar kedua negara bisa saling menghormati.
"Meski ini nelayan kita ya bisa dikatakan melanggar wilayah perairan tapi penanganan kejam itu jangan terjadi. Masalah kedaulatan memang sensitif, tetapi harus terjaga hubungan saling menghormati antar negara," tegas Ketua DPP Hanura ini.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.