Sukabumi ♞ Uni Eropa memprotes kebijakan Indonesia yang
mulai serius mendorong penggunaan bahan bakar nabati (BBN). Indonesia
mulai menggenjot penggunaan minyak sawit mentah atau crude palm oil
(CPO) menjadi biodiesel yang dicampur dengan BBM solar.
"Eropa protes keputusan pemerintah dorong penggunaan CPO untuk bahan bakar kendaraan, dicampur ke solar 10% namanya biodiesel," ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana ditemui di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (9/2/2014).
Rida mengungkapkan, Eropa protes karena mempertanyakan bahan pangan (sawit) dijadikan untuk bahan bakar. Penggunaan CPO untuk biodiesel dikhawatirkan akan meningkatkan permintaan yang berujung pada kenaikan harga bahan pangan (sawit).
"Ya mereka bilang itu kan makanan (minyak goreng) kok dijadikan bahan bakar buat mesin. Memang sekarang kita banyak CPO, berlebihan, tapi di dunia kan orang terus lahir, artinya pangan juga terus naik, Eropa menakutkan pasokan pangan kesedot untuk bahan bakar," ungkap Rida.
Untuk mengurangi besarnya kebutuhan CPO untuk bahan bakar, saat ini dilakukan penelitian untuk mengembangkan kemiri sunan, tanaman yang menghasilkan cukup banyak bahan bakar nabati.
"Tapi itu memang masih jangka panjang, makanya sekarang kita sedang kembangkan kemiri sunan, tanaman ini bukan tanaman pangan, namun menghasilkan banyak BBN. Harapannya bisa mengimbangi bahkan mengurangi penggunaan sawit untuk biodiesel," ujarnya.
Tanaman kemiri sunan telah dikembangkan dan sudah ditanam di beberapa daerah. Populasi tanaman ini dalam 1 hektar dapat mencapai 150 pohon, produksi biji tertinggi pada umur 8 tahun, dan dapat hidup puluhan bahkan ratusan tahun.
Biji kering kemiri sunan dapat mencapai 15 ton/tahun atau kurang lebih mencapai 8 ton minyak/hektare/tahun. Produktivitas biji berkisar 50-300 kg/pohon/tahun dengan rendemen minyak kasar sekitar 52% dari karnel dan rendemen biodiesel mencapai 88% dari minyak kasar.(rrd/hen)
"Eropa protes keputusan pemerintah dorong penggunaan CPO untuk bahan bakar kendaraan, dicampur ke solar 10% namanya biodiesel," ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana ditemui di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (9/2/2014).
Rida mengungkapkan, Eropa protes karena mempertanyakan bahan pangan (sawit) dijadikan untuk bahan bakar. Penggunaan CPO untuk biodiesel dikhawatirkan akan meningkatkan permintaan yang berujung pada kenaikan harga bahan pangan (sawit).
"Ya mereka bilang itu kan makanan (minyak goreng) kok dijadikan bahan bakar buat mesin. Memang sekarang kita banyak CPO, berlebihan, tapi di dunia kan orang terus lahir, artinya pangan juga terus naik, Eropa menakutkan pasokan pangan kesedot untuk bahan bakar," ungkap Rida.
Untuk mengurangi besarnya kebutuhan CPO untuk bahan bakar, saat ini dilakukan penelitian untuk mengembangkan kemiri sunan, tanaman yang menghasilkan cukup banyak bahan bakar nabati.
"Tapi itu memang masih jangka panjang, makanya sekarang kita sedang kembangkan kemiri sunan, tanaman ini bukan tanaman pangan, namun menghasilkan banyak BBN. Harapannya bisa mengimbangi bahkan mengurangi penggunaan sawit untuk biodiesel," ujarnya.
Tanaman kemiri sunan telah dikembangkan dan sudah ditanam di beberapa daerah. Populasi tanaman ini dalam 1 hektar dapat mencapai 150 pohon, produksi biji tertinggi pada umur 8 tahun, dan dapat hidup puluhan bahkan ratusan tahun.
Biji kering kemiri sunan dapat mencapai 15 ton/tahun atau kurang lebih mencapai 8 ton minyak/hektare/tahun. Produktivitas biji berkisar 50-300 kg/pohon/tahun dengan rendemen minyak kasar sekitar 52% dari karnel dan rendemen biodiesel mencapai 88% dari minyak kasar.(rrd/hen)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.