blog-indonesia.com

Senin, 10 Februari 2014

Indonesia Hebat Bukan Impian

Presiden Direktur PT Pratama Capital Assets Management Yanto (kanan) bersama Komite Investasi Iwan Margana (kiri) dan Mustofa menjelaskan tentang produk reksa dana Pratama Saham kepada Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Industri Asosiasi Dana Pensiun Indonesia A.Inderahadi (kedua kiri) di sela workshop di Jakarta, Rabu (30/10). Workshop tersebut membahas Prospek Pasar Modal 2014, memaksimalkan return dengan menjaga Selisih Penilaian Investasi (SPI) negatif. Foto: Investor Daily/ist Presiden Direktur PT Pratama Capital Assets Management Yanto (kanan) bersama Komite Investasi Iwan Margana (kiri) dan Mustofa menjelaskan tentang produk reksa dana Pratama Saham kepada Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Industri Asosiasi Dana Pensiun Indonesia A.Inderahadi (kedua kiri) di sela workshop di Jakarta, Rabu (30/10). Workshop tersebut membahas Prospek Pasar Modal 2014, memaksimalkan return dengan menjaga Selisih Penilaian Investasi (SPI) negatif. Foto: Investor Daily/ist

Jakarta Indonesia hebat bukan impian selama kita masih punya asa. Potensi negara masih cukup besar. Anak bangsa yang berbakat masih banyak. Jika ada niat yang ikhlas, Indonesia unggul bakal terwujud. Bila ada semangat yang membara, Indonesia hebat dapat dicapai lebih awal.

Hari-hari ini, para bakal calon presiden (capres) bicara tentang Indonesia hebat dan Indonesia unggul. Mereka juga menyodorkan konsep dan strategi memajukan Indonesia. Banyak hal bagus yang mereka beberkan. Tapi, karena presiden hanya satu, gagasan mereka layak menjadi perhatian presiden terpilih dan para anggota Dewan. Peran DPR sangat penting karena mereka, antara lain memiliki hak legislasi —yakni hak membuat undang-undang—, hak bujet, dan hak melakukan pengawasan.

Pada 1960, ekonomi Indonesia berada di garis yang sama dengan Taiwan, Korea Selatan (Korsel), Thailand, dan Malaysia. Pendapatan per kapita dan tingkat kesejahteraan keempat negara ini tak banyak berbeda. Kondisi infrastruktur pun mirip. Saat ini, Indonesia jauh tertinggal.

Pendapatan per kapita Indonesia, Malaysia, Thailand, Taiwan, dan Korsel saat itu sekitar US$ 100. Pendapatan per kapita RRT hanya US$ 50 pada periode yang sama. Pada 2013, pendapatan per kapita Indonesia masih US$ 3.500. Sedangkan pendapatan per kapita Taiwan di atas US$ 20.000, Korsel sudah US$ 23.000, Malaysia US$ 11.000, Thailand US$ 5.500, dan RRT sekitar US$ 6.200.

Indonesia saat ini kesulitan memacu pertumbuhan ekonomi untuk mendongkrak kesejahteraan akibat sejumlah defisit yang membelit. Pada saat yang sama, kesenjangan ekonomi kian besar seperti terlihat pada rasio Gini yang sudah mencapai 0,43. Rasio Gini yang menjauh dari nol menunjukkan tingkat kesenjangan yang tinggi. Indonesia memiliki 50 juta kelas menengah dengan pengeluaran di atas Rp 4 juta per bulan dan sekitar satu juta orang yang memiliki aset bersih di atas Rp 1 miliar. Tapi, negeri ini dihuni 28,6 juta orang miskin absolut dan sekitar 75 juta penduduk hampir miskin. Sedikit saja ada kenaikan inflasi, terutama kelompok pangan, jumlah mereka yang miskin absolut langsung melonjak.

Negeri yang pernah digambarkan sebagai ‘gemah ripah loh jinawi’ ternyata tidak mampu memberikan lapangan pekerjaan kepada penghuninya. Masih ada 7,4 juta atau 6,3% dari angkatan kerja Indonesia yang mencapai 118 juta tercatat sebagai penganggur terbuka. Sekitar 70% dari 111 juta orang yang bekerja berada di sektor informal, sektor yang umumnya tidak memberikan pendapatan tetap dan jaminan sosial kepada para pekerja. Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan diharapkan bisa menjangkau kelompok ini di samping para penganggur terbuka.

Masuk dalam hitungan mereka yang bekerja adalah 6,5 juta lebih tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Meski setiap tahun devisa yang dikirim di atas US$ 10 miliar, sekitar 80% TKI bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) dengan keterampilan rendah. Mereka acap menjadi korban penganiayaan majikan. Negeri besar seperti Indonesia tidak layak mengirim TKI dengan keterampilan rendah.

Untuk mewujudkan Indonesia hebat, pemimpin tertinggi republik ini tidak cukup hanya memiliki impian yang tinggi, melainkan juga visi, konsep, dan strategi yang jelas. Orang nomor satu negeri ini perlu merumuskan peta jalan untuk setiap bidang agar para pemimpin di berbagai level tidak bingung mengambil keputusan. Agar ada akselerasi pembangunan menuju Indonesia hebat, pemimpin terpilih pada pemilihan presiden (pilpres) tahun ini perlu memberikan perhatian pada sejumlah hal.

• Pertama, reformasi hukum. Begitu banyak undang-undang (UU) dan produk hukum di bawah UU yang saling bertabrakan secara horizontal dan juga bertentangan secara vertikal dengan UUD.

Di bidang agraria, terdapat lebih dari 10 UU yang mengatur pemanfaatan tanah yang saling bertentangan. Di bidang politik, ada sejumlah UU yang menghambat lahirnya pemimpin berkualitas di level eksekutif dan legislatif. Reformasi hukum perlu diikuti oleh penegakan hukum yang konsisten dan tidak pandang bulu.

• Kedua, perhatian yang lebih besar pada pemanfaatan dana pendidikan yang mencapai 20% dari total belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Meski sudah diterapkan sejak 2009, pemanfaatan dana yang begitu besar untuk pendidikan belum dirasakan rakyat. Masyarakat masih merasakan mahalnya biaya pendidikan. Rata-rata pendidikan rakyat Indonesia yang berjumlah 250 juta ini baru 5,8 tahun atau tidak tamat SD dan menempati peringkat ke-124 dari 187 negara. Dengan kualitas pendidikan seperti ini, Indonesia sulit bersaing dengan negara lain. Pemerintah perlu memastikan setiap anak bangsa mengenyam pendidikan. Perlu ada target yang konkret, misalnya, pada 2020 rata-rata pendidikan orang Indonesia sudah 12 tahun.

• Ketiga, Indonesia harus menjadi lumbung pangan dan lumbung energi bagi dunia. Untuk menjadi lumbung pangan, langkah awal yang perlu segera diambil adalah reformasi agraria. Pastikan bahwa setiap petani memiliki lahan garapan minimal 2 ha. Jangan ada lagi petani yang hanya memiliki lahan 0,3 ha. Pembangunan pertanian harus berjalan seiring dengan peningkatan tingka kesejahteraan petani. Masih banyak tanah telantar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua yang bisa menjadi lahan pertanian. Bersamaan dengan pembangunan lahan pertanian, diversifikasi pangan harus dimulai. Dominasi beras — dengan tingkat konsumsi 130 kg perkapita— harus dikurangi.

Indonesia tidak perlu mengalami krisis energi jika pemerintah bisa menggeser konsumsi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) untuk kendaraan bermotor. Sedangkan untuk konsumsi rumah tangga, peran liquefied petroleum gas (LPG) —yang 70% masih tergantung impor— harus digeser ke pemakaian gas alam. Pada masa penjajahan Belanda, gas alam tidak saja disambungkan ke perusahaan, melainkan juga perumahan. PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk menyatakan kesiapannya untuk mendukung program penggunaan gas alam. Dalam pada itu, diversifikasi energi perlu dilakukan dengan lebih serius. Indonesia kaya akan energi panas bumi dan sumber listrik tenaga matahari. Untuk biofuel, Indonesia memiliki lahan sawit terluas di dunia.

• Keempat, menciptakan birokrasi yang bersih dan berwibawa. Masuk dalam pengertian birokrasi adalah aparat kepolisian. Hingga saat ini, birokrasi yang malas dan korup masih menjadi keluhan para investor dan masyarakat. Pemerintah wajib memberikan pelayanan yang cepat, murah, dan mudah kepada rakyat dan para investor. Pemerintah perlu menerapkan key performance indicator (KPI) untuk menilai kinerja setiap pegawai negeri sipil (PNS) dan anggota Polri. Ada insentif dan disinsentif sesuai hasil penilaian terhadap KPI. Indonesia hebat bukan hanya impian jika presiden hasil pilpres 2014 sungguh memiliki kapabilitas, integritas, visi, konsep, dan peta jalan yang jelas untuk membawa bangsa ini mencapai kesejahteraan.

Pemilu memang bukan soal kecerdasan, melainkan kesempatan bagi rakyat menggunakan hak pilihnya. Yang kaya dan miskin, yang cerdas dan tidak cerdas memiliki hak suara yang sama. Karena itu, mata rakyat perlu dicelikkan agar mereka tidak salah pilih pemimpin.


  Investor  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More