blog-indonesia.com

Selasa, 25 Februari 2014

Indonesia di Tengah Ancaman Spionase Dagang

http://www.dw.de/image/0,,16867260_303,00.jpgSalah satu saran BIN, kurangi ketergantungan sistem komunikasi asing.

Spionase tidak lagi melulu soal menjaga keamanan dan memburu teroris. Saat banyak negara kini bersaing ketat memenuhi kepentingan ekonomi dan dagang masing-masing, cara-cara spionase pun bisa dipakai demi mendapat informasi sebanyak mungkin, tak peduli apakah yang diincar itu lawan atau sahabat.

Skandal penyadapan badan intelijen Australia atas Indonesia menjadi contoh. Belum reda kekesalan Jakarta atas ulah Canberra menyadap percakapan telepon para petinggi RI beberapa tahun lalu, muncul lagi bocoran Edward Snowden lewat media massa internasional soal sepak terjang lanjutan spionase elektronik Australia atas Indonesia.

Kali ini yang disadap Australian Signals Directorate (ASD) adalah percakapan antara pejabat RI dengan sebuah firma hukum yang mewakili Indonesia dalam sengketa dagang dengan pemerintah AS di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yaitu soal rokok kretek dan udang. Tidak ada hubungannya dengan Australia. Namun hasil penyadapan itu, seperti bocoran Snowden yang dikutip harian The New York Times, ditawarkan ASD kepada mitranya dari AS, yaitu Badan Keamanan Nasional (NSA) tempat Snowden pernah bekerja.

Muncul pula bocoran dari Snowden soal keterangan dari ASD kepada NSA bahwa mereka dapat mengakses data dan jaringan milik dua operator telekomunikasi utama di Indonesia, PT Indosat Tbk (Indosat) dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel). VIVAnews menyajikan kontroversi penyadapan itu dalam Sorot edisi Mata-mata dari Australia.

Pejabat Indonesia pun bereaksi. Kepada tamunya, Menteri Luar Negeri John Kerry dari AS, dan para jurnalis di Pejambon 17 Februari lalu, Menlu Marty Natalegawa merasa tidak habis pikir atas ulah intelijen Australia itu, yang sampai menyadap hal-hal yang bukan seharusnya menjadi kepentingan pemerintah mereka.

Berdiri di samping Natalegawa, Kerry memahami kegusaran Menlu RI itu atas skandal penyadapan oleh Australia. Namun, Kerry juga langsung "meluruskan" bahwa intelijen AS hanya bergerak mengantisipasi ancaman keamanan dan terorisme, tidak spionase soal bisnis.

"Saya tegaskan kepada semua pihak bahwa, seperti yang telah disampaikan dalam Pidato Tahunan Presiden Barack Obama, AS tidak mengumpulkan intelijen demi keuntungan kompetitif bagi perusahaan-perusahaan maupun sektor komersil AS," kata Kerry. Dari pernyataan itu, secara implisit dia tampak ingin menyatakan AS tidak terkait dengan spionase Australia atas kepentingan dagang Indonesia.

Intelijen Korporat

Pejabat tinggi intelijen Indonesia pun angkat bicara, namun dari perspektif yang lain. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Marciano Norman, melihat negara bukan lagi aktor tunggal spionase, karena pihak korporat bisa saja terlibat, apalagi bila menyangkut kepentingan bisnis.

Menurut dia, bukan hal aneh jika sebuah perusahaan besar menggunakan cara-cara intelijen untuk menghadapi kompetitornya. Upaya itu pula yang diduga dilakukan perusahaan kompetitor Indonesia di Amerika Serikat dan Australia.

"Semua perusahaan besar pasti punya intelijen untuk antisipasi apa yang dilakukan oleh kompetitornya," ujar Marciano di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 24 Februari 2014.

Soal konflik dagang rokok kretek dan udang, pemerintah Indonesia menunjuk Mayer Brown, firma hukum berbasis di Chicago, AS sebagai penasihat dalam isu perdagangan. Mayer Brown belum secara resmi mengkonfirmasi bocoran Snowden itu, Marciano yakin bahwa firma hukum itulah yang dimaksud.

"Berdasarkan informasi yang kami terima dari bocoran yang dilakukan Snowden bahwa penyadapan dilakukan terhadap firma hukum MB yang ada di AS. Jadi yang disadap firma hukum ini," ujar Marciano.

Menurut dia, RI memang sengaja menggunakan konsultan hukum dari Amerika Serikat untuk melakukan langkah-langkah hukum agar usaha mereka tidak dirugikan.

"Itu sebetulnya hal yang wajar di dalam suatu komunitas usaha karena mereka tidak mau dirugikan oleh aturan setempat. Mereka berjuang untuk menggunakan firma hukum setempat atas nama mereka supaya hak-hak mereka bisa terpenuhi dan mereka tidak dirugikan," kata Marciano.

Dia menduga penyadapan dilakukan untuk mengetahui isi surat-menyurat, antara perusahaan kretek dan udang di Indonesia dengan konsultan hukumnya. "Mungkin kaitannya juga dengan surat menyurat elektronik yang dilakukan perusahaan terhadap firma hukum ini, berkaitan dengan hal-hal yang harus dikembangkan, itu yang disadap oleh mereka juga," kata dia.

Langkah Antisipasi

BIN pun, ungkap Marciano, sedang menyelidiki dugaan penyadapan intelijen Australia atas Indosat dan Telkomsel. Dua operator itu sedang dalam pengamatan BIN.

Meski belum mendapat hasil dari investigasi itu, BIN mengharapkan agar Indosat dan Telkomsel berpihak pada kepentingan Indonesia. "Kami belum mendapatkan hasilnya, belum bisa diumumkan. Tentu kami mengharapkan keberpihakan Indosat dan Telkomsel itu terhadap NKRI menjadi prioritas," kata dia.

Marciano lalu menuturkan, ada beberapa hal yang harus dilakukan agar Indonesia tidak mudah disadap oleh negara lain. Pertama, menata kembali masalah sistem komunikasi dan ketahanan di Indonesia dengan peralatan yang dimiliki.

"Kita harus selalu menggunakan alat teknologi yang tidak tertinggal zamannya. Menjaga langkah-langkah pengamanan terhadap informasi-informasi yang berharga," kata dia.

Kedua, meningkatkan koordinasi dengan seluruh komunitas intelijen agar Indonesia tidak mudah disadap oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan.

Ketiga, mengurangi ketergantungan sistem komunikasi pada pihak luar. "Sekarang ini begitu besar saham-saham asing di dalam operator-operator telekomunikasi kita. Ke depan kepemilikan Indonesia dalam bidang telekomunikasi menjadi hal yang penting. Karena kalau tidak kita akan selalu menghadapi hal ini berulang-ulang," ucap dia.

Ke depan, lanjut mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden RI itu, BIN akan berkoordinasi dengan mitra kerja di Amerika dan Australia untuk lebih menjaga kode etik terkait penyadapan.

"Penyadapan di setiap negara berbeda dan ada aturannya. Dilakukan untuk menjaga keamanan dan hal-hal yang jelas mengancam keamanan negara itu, atau aksi-aksi yang selalu menimbulkan ketidakamanan negara, itu jadi prioritas," kata mantan Panglima Komando Daerah Militer Jakarta Raya itu.(eh)



  ♞ Vivanews  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More