Investigasi AirAsiaPesawat AirAsia. (Reuters/Enny Nuraheni) ★
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah membeberkan laporan hasil investigasi awal kecelakaan AirAsia QZ8501, Kamis (29/1). Beberapa hal terkuak dalam laporan itu, antara lain pesawat dikemudikan oleh kopilot, bukan pilot, sejak lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya menuju Bandara Changi, Singapura, sebelum akhirnya jatuh ke laut di Selat Karimata.
Beberapa hal dalam laporan KNKT terlihat sinkron dengan pemaparan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada rapat dengan Komisi V DPR RI Selasa pekan lalu (20/1), juga selaras dengan keterangan AirNav Indonesia sehari sesudah kecelakaan terjadi, yakni 29 Desember 2014.
Misalnya, berdasarkan data faktual yang dikemukakan KNKT kemarin, posisi terakhir pesawat di layar radar menara pemandu lalu lintas udara atau air traffic controller (ATC) Bandara Soekarno-Hatta berada pada ketinggian 24 ribu kaki.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR, Jonan juga mengatakan posisi terakhir QZ8501 ada di ketinggian 24 ribu kaki sebelum tak bisa lagi terdeteksi radar. Poin penting yang dikemukakan Jonan saat itu ialah: pada menit-menit terakhir sebelum hilang dari radar, pesawat naik dengan kecepatan di atas batas normal, berhenti di ketinggian 36.700 kaki, lalu jatuh dengan kecepatan sangat tinggi.
Berikut butir-butir penjelasan Ketua Investigasi Kecelakaan AirAsia QZ8501 Mardjono Siswosuwarno:
✈️ Pesawat menjelajah pada ketinggian 32 ribu kaki.
✈️ Kontak awal dengan ATC Jakarta terjadi ketika pilot menginformasikan pesawat hendak berbelok ke kiri.
✈️ Saat pesawat belok ke kiri, pilot minta naik ketinggian ke 38 ribu kaki. ATC Jakarta minta pilot untuk menunggu atau standby.
✈️ Empat menit kemudian, ATC mengizinkan pilot untuk naik ketinggian, namun ke level 34 ribu kaki, bukan 38 ribu seperti yang diminta.
✈️ Pesawat sempat miring ke kiri, lalu menanjak 3.000 kaki atau 1.000 meter dalam waktu 30 detik dari level ketinggian semula di 32 ribu kaki.
✈️ Pesawat mencapai ketinggian teratas 37.400 kaki.
✈️ Pesawat turun ke ketinggian 32 ribu kaki dalam waktu 30 detik, dan terus turun perlahan.
✈️ Pesawat terlihat terakhir kali di layar radar pada ketinggian 24 ribu kaki.
✈️ Foto satelit 15 menit sebelum pesawat jatuh menunjukkan ada formasi awan badai kumulonimbus dengan puncak di ketinggian 44 ribu kaki.
Hal penting lainnya yang dikemukakan KNKT ialah: stall warning sempat berbunyi sebelum QZ8501 jatuh ke laut, dan pilot kesulitan untuk mengembalikan pesawat ke kondisi normal atau recover.
Sementara berikut butir-butir penjelasan Menteri Jonan dan Direktur Safety and Standard Airnav Indonesia Wisnu Darjono seperti telah dihimpun oleh CNN Indonesia:
✈️ Pesawat terbang di ketinggian 32 ribu kaki.
✈️ Pesawat menghubungi ATC Bandara Soekarno-Hatta, minta bermanuver ke kiri karena cuaca buruk, dan diizinkan oleh ATC.
✈️ Setelah bermanuver ke kiri, pilot kembali berkomunikasi dengan ATC, minta izin untuk menaikkan ketinggian pesawat dari 32 ribu kaki ke 38 ribu kaki.
✈️ ATC meminta pesawat untuk standby untuk mengecek lebih dulu posisi pesawat-pesawat lain yang ada di sekitarnya.
✈️ Enam detik setelah bermanuver ke kiri, pesawat mendadak naik dengan kecepatan tak wajar di atas batas normal, yakni 1.400 kaki per menit.
✈️ Lima belas detik kemudian, pesawat berada di ketinggian 33.700 kaki atau bertambah 1.700 kaki dari posisi semula di 32 ribu kaki, dengan kecepatan 6.000 kaki per menit.
✈️ Sembilan detik kemudian, kecepatan pesawat mencapai 11.100 kaki per menit.
✈️ Tiga belas detik berikutnya, pesawat berada di ketinggian 36.700 kaki. Itu adalah titik puncak QZ8501.
✈️ Enam detik setelah berada 36.700 kaki, pesawat turun sebanyak 1.500 kaki, selanjutnya turun lagi sebanyak 7.900 kaki hingga berada di ketinggian 24 ribu kaki.
✈️ Pesawat hilang dari radar.
Dari komparasi pemaparan antara KNKT dan Menteri Jonan, ada satu hal yang berbeda, yakni ketinggian puncak pesawat sebelum akhirnya jatuh ke laut. KNKT menyebut pesawat berada di ketinggian puncak 37.400 kaki, sedangkan Jonan menyebut 36.700 kaki. Dalam hal ini, yang menjadi patokan adalah laporan KNKT yang merupakan investigator resmi yang telah meneliti data radar, serpihan pesawat, satelit cuaca, maupun kotak hitam AirAsia QZ8501.(agk)
TNI AL Siapkan 80 Unit Maung MV3 Pindad Jadi Kendaraan Dinas
-
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali mengungkapkan
bahwa pihaknya menyiapkan 80 unit mobil Maung buatan PT Pindad versi
terakhir, y...
16 jam yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.