Listrik Tenaga Gelombang Laut. Relawan melakukan uji coba Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut - Sistem Bandulan (PLTGL-SB), di Muara Penjalinan, Padang, Sumbar, Selasa (10/12). Penemu energi alternatif itu, Zamrisyaf bersama relawan dari Politeknik Negeri Padang melakukan ujicoba terhadap PLTGL-SB didesain berbentuk ponton dilengkapi bandul, pemindah gerak bandul menjadi gerak putar, transmisi putaran, roda gila (Fly Wheel) dan dinamo, yang dapat menghasilkan daya listrik sekitar 20 Megawatt untuk lautan seluas satu kilometer persegi hanya melalui gelombang laut. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)★
Berawal dari keresahan melihat melimpahnya sumber daya alam yang dapat diolah menjadi energi, Zamrisyaf yang hanya lulusan Sekolah Teknik Menengah (sekarang SMK) berhasil menciptakan pembangkit listrik tenaga gelombang laut.
Melalui karyanya, pria asal Desa Sitalang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat kelahiran 19 September 1958 itu, menciptakan pembangkit listrik tenaga gelombang, dengan sistem bandulan yang telah menghasilkan daya hingga 2.000 watt.
"Setelah melakukan percobaan panjang sejak 2002 hingga 2014 menghabiskan biaya hingga ratusan juta rupiah, akhirnya impian dan cita-cita saya terwujud," kata sosok yang akrab disapa Zam ini.
Ia menceritakan awal mula ide menciptakan listrik dari tenaga gelombang berawal saat berkunjung ke Kabupaten Mentawai, Sumbar, menggunakan kapal laut pada 1999.
Dalam kapal cepat yang ditumpangi Zam berpikir kapal sebesar ini dengan muatan berat di tengah laut dihantam oleh gelombang pasti menghasilkan energi yang besar.
"Energi yang dihasilkan guncangan kapal di tengah laut akibat hantaman gelombang, jika disalurkan tentu akan lebih berguna dan tidak terbuang percuma," ujarnya dalam hati saat itu.
Namun ia masih berpikir keras bagaimana cara agar energi itu dapat diubah menjadi energi mekanik.
"Ternyata, jika kita sudah punya kemauan maka Tuhan yang akan memberikan jalan, dan tanpa disengaja saya menemukan jawabannya saat bepergian menggunakan kapal laut ke Jakarta," katanya.
Di kapal itu ada lonceng besar. Awalnya dia mengira lonceng itu untuk memanggil anak buah kapal, namun ternyata rupanya alat untuk mengukur besar gelombang laut. Jika kapal dihantam gelombang besar maka guncangannya akan membuat lonceng berbunyi.
Lonceng di kapal laut kemudian menjadi dasar idenya menciptakan pembangkit listrik dari tenaga gelombang.
Sejak itu Zam yang sehari-hari merupakan pegawai Perusahaan Listrik Negara mulai mengemukakan idenya pada banyak pihak mulai dari rekan kerjanya hingga atasan.
Tetapi tidak ada yang menanggapinya dengan serius, hingga pada 2002 ia diundang oleh Presiden Megawati ke Istana Negara dalam acara sarasehan penerima Kalpataru.
Pada pertemuan itu Zam menyampaikan idenya di Istana di hadapan sejumlah pejabat tinggi negara.
"Ide Pak Zam bagus, tapi jangan bicara dulu ke publik, kita urus dulu patennya," kata pejabat Kementerian Riset dan Teknologi Didik Hajar Gunadi yang juga menjabat ketua Asosiasi Inventor Indonesia ketika itu.
Akhirnya, Zamrisyaf mengurus paten temuannya, dibantu oleh Univesitas Andalas, dan baru resmi keluar pada 2009 dengan nama alat pembangkit listrik tenaga gelombang dengan sistem bandulan.
Setelah paten keluar dari Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Zam terus melakukan uji coba alatnya.
Ratusan kali percobaan tak mematahkan semangatnya hingga sekitar Desember 2014 ia berhasil menciptakan alat tersebut mendekati sempurna.
Kendati Zamrisyaf tidak pernah menempuh pendidikan formal bidang kelistrikan, selama merancang alat itu dia beberapa kali berkonsultasi dengan sahabatnya staf pengajar Politeknik Negeri Padang, Aidil Zamri.
Pembangkit listrik yang diciptakan Zamrisyaf berupa perahu ponton dengan panjang 4,8 meter, lebar 3 meter dan tinggi 3 meter berbentuk segitiga terbalik dengan berat sekitar 13 ton.
Sumber energi listrik berasal dari bandul yang dipasang horizontal menggunakan sumbu di atas ponton yang akan berayun ketika ponton digoncang gelombang.
Energi yang dihasilkan dari putaran bandul yang memiliki lengan dengan panjang 1,7 meter itu disalurkan pada sebuah dinamo.
Untuk mengoperasikan alat tersebut cukup membawanya ke laut dengan jarak sekitar 100 meter dari pantai dan sebagai penahan agar ponton tidak hanyut digunakan jangkar.
Selama masih ada gelombang ponton akan terombang ambing, maka bandul terus berputar menghasilkan energi untuk disalurkan dan diubah menjadi listrik.
"Sekilas cara kerja alat ini terlihat sederhana, tapi untuk dapat menghasilkan listrik ratusan percobaan diadakan dengan berbagai metode yang tidak gampang," kata Zam.
Awalnya, ketika ponton dibawa ke laut bandul yang ada di atas belum berputar, Zam mencoba mengisi ponton dengan muatan pasir hingga air, namun tetap belum menemukan format ideal.
Ia pun pernah memasang posisi bandul secara vertikal, bahkan untuk panjang lengan, dia terus melakukan percobaan agar diperoleh putaran yang stabil.
"Tak sedikit yang mencemooh bahkan sampai mengatakan apa yang saya lakukan adalah pekerjaan gila," katanya, begitu pertama kali mengetes alat itu di kawasan pantai Pasia Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah, Padang.
Menurut dia, dengan memanfaatkan gelombang laut yang tersedia sepanjang waktu, alat yang diciptakannya menggunakan prinsip energi terbarukan, akrab dan ramah lingkungan. Sebab, dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga matahari jauh lebih murah, juga tidak tergantung pada matahari yang hanya bersinar 12 jam sehari.
Jika dibandingkan dengan PLTA juga lebih murah karena untuk membuat PLTA harus membangun saluran air dulu dan membutuhkan biaya yang juga besar.
Prototipe
Ke depan, Zamrisyaf berencana mengembangkan alat dalam skala prototipe, dengan penambahan bandul hingga empat, sehingga daya yang dihasilkan minimal per satu ponton 20 ribu watt.
Ia bercita-cita jika prototipe telah sempurna dan dipasang 100 unit saja di sepanjang pantai Padang, maka daya yang dihasilkan dapat mencapai 20 megawatt.
Sementara, kebutuhan listrik untuk Padang Sumbar hanya 30 Megawatt, artinya krisis energi listrik yang dialami selama ini terselesaikan dan untuk menyambungkan dengan jaringan PLN cukup melakukan koneksi dengan PLTA.
"Saya prihatin energi begitu banyak dibiarkan saja, kita negara maritim, negara kepulauan, energi berserakan di sekeliling, kita sibuk berdebat kusir soal subsidi BBM dan krisis listrik," katanya.
Ia juga berencana mengembangkan alat ini untuk dipasang di kapal nelayan sehingga tersedia sumber energi listrik yang lebih murah daripada diesel.
"Listrik yang ada di kapal dapat dimanfaatkan untuk mendinginkan ikan sehingga hasil tangkapan tetap segar," katanya.
Pendatang Haram
Bagi Zamrisyaf, berkecimpung dalam dunia kelistrikan bukan hal baru, mengingat ia adalah salah seorang pegawai Perusahaan Listrik Negara yang baru saja pensiun pada 2014.
Kendati tidak memiliki pendidikan formal tentang listrik karena saat menempuh pendidikan di STM Zam mengambil jurusan mesin, sejak dulu ia mengaku punya minat yang tinggi terhadap listrik.
Berkat ketertarikannya itu, Zam berhasil menciptakan pembangkit listrik mikrohidro di kampungnya pada 1979 yang membuat ia terpilih sebagai salah seorang penerima Kalpataru pada 1983.
Namun, mikrohidro yang didirikannya bermasalah dengan pemerintah daerah sehingga Zam memutuskan menjadi pendatang haram ke Malaysia untuk bekerja sebagai kuli bangunan.
Enam bulan di Malaysia, ia bertemu dengan salah seorang wartawan Sinar Harapan yang kemudian mengusulkan Zam sebagai penerima Kalpataru atas karya minihidro di kampungnya.
Pada 1983, suami dari Erliza itu dianugerahi Kalpataru oleh pemerintah pusat, yang diterima oleh orang tuanya karena Zam masih di Malaysia.
Setelah menerima Kalpataru ia pun kembali ke kampung dan ditawari oleh Gubernur Azwar Anas kala itu untuk bersama-sama membangun Sumbar dengan bekerja di PLN hingga pensiun pada Oktober 2014.
Kendati telah memasuki masa pensiun, semangat dan tekadnya untuk berkarya terus meluap-luap, dengan memanfaatkan sumber daya alam yang begitu kaya dan melimpah, yang selama dibiarkan mubazir.
Berawal dari keresahan melihat melimpahnya sumber daya alam yang dapat diolah menjadi energi, Zamrisyaf yang hanya lulusan Sekolah Teknik Menengah (sekarang SMK) berhasil menciptakan pembangkit listrik tenaga gelombang laut.
Melalui karyanya, pria asal Desa Sitalang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat kelahiran 19 September 1958 itu, menciptakan pembangkit listrik tenaga gelombang, dengan sistem bandulan yang telah menghasilkan daya hingga 2.000 watt.
"Setelah melakukan percobaan panjang sejak 2002 hingga 2014 menghabiskan biaya hingga ratusan juta rupiah, akhirnya impian dan cita-cita saya terwujud," kata sosok yang akrab disapa Zam ini.
Ia menceritakan awal mula ide menciptakan listrik dari tenaga gelombang berawal saat berkunjung ke Kabupaten Mentawai, Sumbar, menggunakan kapal laut pada 1999.
Dalam kapal cepat yang ditumpangi Zam berpikir kapal sebesar ini dengan muatan berat di tengah laut dihantam oleh gelombang pasti menghasilkan energi yang besar.
"Energi yang dihasilkan guncangan kapal di tengah laut akibat hantaman gelombang, jika disalurkan tentu akan lebih berguna dan tidak terbuang percuma," ujarnya dalam hati saat itu.
Namun ia masih berpikir keras bagaimana cara agar energi itu dapat diubah menjadi energi mekanik.
"Ternyata, jika kita sudah punya kemauan maka Tuhan yang akan memberikan jalan, dan tanpa disengaja saya menemukan jawabannya saat bepergian menggunakan kapal laut ke Jakarta," katanya.
Di kapal itu ada lonceng besar. Awalnya dia mengira lonceng itu untuk memanggil anak buah kapal, namun ternyata rupanya alat untuk mengukur besar gelombang laut. Jika kapal dihantam gelombang besar maka guncangannya akan membuat lonceng berbunyi.
Lonceng di kapal laut kemudian menjadi dasar idenya menciptakan pembangkit listrik dari tenaga gelombang.
Sejak itu Zam yang sehari-hari merupakan pegawai Perusahaan Listrik Negara mulai mengemukakan idenya pada banyak pihak mulai dari rekan kerjanya hingga atasan.
Tetapi tidak ada yang menanggapinya dengan serius, hingga pada 2002 ia diundang oleh Presiden Megawati ke Istana Negara dalam acara sarasehan penerima Kalpataru.
Pada pertemuan itu Zam menyampaikan idenya di Istana di hadapan sejumlah pejabat tinggi negara.
"Ide Pak Zam bagus, tapi jangan bicara dulu ke publik, kita urus dulu patennya," kata pejabat Kementerian Riset dan Teknologi Didik Hajar Gunadi yang juga menjabat ketua Asosiasi Inventor Indonesia ketika itu.
Akhirnya, Zamrisyaf mengurus paten temuannya, dibantu oleh Univesitas Andalas, dan baru resmi keluar pada 2009 dengan nama alat pembangkit listrik tenaga gelombang dengan sistem bandulan.
Setelah paten keluar dari Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Zam terus melakukan uji coba alatnya.
Ratusan kali percobaan tak mematahkan semangatnya hingga sekitar Desember 2014 ia berhasil menciptakan alat tersebut mendekati sempurna.
Kendati Zamrisyaf tidak pernah menempuh pendidikan formal bidang kelistrikan, selama merancang alat itu dia beberapa kali berkonsultasi dengan sahabatnya staf pengajar Politeknik Negeri Padang, Aidil Zamri.
Pembangkit listrik yang diciptakan Zamrisyaf berupa perahu ponton dengan panjang 4,8 meter, lebar 3 meter dan tinggi 3 meter berbentuk segitiga terbalik dengan berat sekitar 13 ton.
Sumber energi listrik berasal dari bandul yang dipasang horizontal menggunakan sumbu di atas ponton yang akan berayun ketika ponton digoncang gelombang.
Energi yang dihasilkan dari putaran bandul yang memiliki lengan dengan panjang 1,7 meter itu disalurkan pada sebuah dinamo.
Untuk mengoperasikan alat tersebut cukup membawanya ke laut dengan jarak sekitar 100 meter dari pantai dan sebagai penahan agar ponton tidak hanyut digunakan jangkar.
Selama masih ada gelombang ponton akan terombang ambing, maka bandul terus berputar menghasilkan energi untuk disalurkan dan diubah menjadi listrik.
"Sekilas cara kerja alat ini terlihat sederhana, tapi untuk dapat menghasilkan listrik ratusan percobaan diadakan dengan berbagai metode yang tidak gampang," kata Zam.
Awalnya, ketika ponton dibawa ke laut bandul yang ada di atas belum berputar, Zam mencoba mengisi ponton dengan muatan pasir hingga air, namun tetap belum menemukan format ideal.
Ia pun pernah memasang posisi bandul secara vertikal, bahkan untuk panjang lengan, dia terus melakukan percobaan agar diperoleh putaran yang stabil.
"Tak sedikit yang mencemooh bahkan sampai mengatakan apa yang saya lakukan adalah pekerjaan gila," katanya, begitu pertama kali mengetes alat itu di kawasan pantai Pasia Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah, Padang.
Menurut dia, dengan memanfaatkan gelombang laut yang tersedia sepanjang waktu, alat yang diciptakannya menggunakan prinsip energi terbarukan, akrab dan ramah lingkungan. Sebab, dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga matahari jauh lebih murah, juga tidak tergantung pada matahari yang hanya bersinar 12 jam sehari.
Jika dibandingkan dengan PLTA juga lebih murah karena untuk membuat PLTA harus membangun saluran air dulu dan membutuhkan biaya yang juga besar.
Prototipe
Ke depan, Zamrisyaf berencana mengembangkan alat dalam skala prototipe, dengan penambahan bandul hingga empat, sehingga daya yang dihasilkan minimal per satu ponton 20 ribu watt.
Ia bercita-cita jika prototipe telah sempurna dan dipasang 100 unit saja di sepanjang pantai Padang, maka daya yang dihasilkan dapat mencapai 20 megawatt.
Sementara, kebutuhan listrik untuk Padang Sumbar hanya 30 Megawatt, artinya krisis energi listrik yang dialami selama ini terselesaikan dan untuk menyambungkan dengan jaringan PLN cukup melakukan koneksi dengan PLTA.
"Saya prihatin energi begitu banyak dibiarkan saja, kita negara maritim, negara kepulauan, energi berserakan di sekeliling, kita sibuk berdebat kusir soal subsidi BBM dan krisis listrik," katanya.
Ia juga berencana mengembangkan alat ini untuk dipasang di kapal nelayan sehingga tersedia sumber energi listrik yang lebih murah daripada diesel.
"Listrik yang ada di kapal dapat dimanfaatkan untuk mendinginkan ikan sehingga hasil tangkapan tetap segar," katanya.
Pendatang Haram
Bagi Zamrisyaf, berkecimpung dalam dunia kelistrikan bukan hal baru, mengingat ia adalah salah seorang pegawai Perusahaan Listrik Negara yang baru saja pensiun pada 2014.
Kendati tidak memiliki pendidikan formal tentang listrik karena saat menempuh pendidikan di STM Zam mengambil jurusan mesin, sejak dulu ia mengaku punya minat yang tinggi terhadap listrik.
Berkat ketertarikannya itu, Zam berhasil menciptakan pembangkit listrik mikrohidro di kampungnya pada 1979 yang membuat ia terpilih sebagai salah seorang penerima Kalpataru pada 1983.
Namun, mikrohidro yang didirikannya bermasalah dengan pemerintah daerah sehingga Zam memutuskan menjadi pendatang haram ke Malaysia untuk bekerja sebagai kuli bangunan.
Enam bulan di Malaysia, ia bertemu dengan salah seorang wartawan Sinar Harapan yang kemudian mengusulkan Zam sebagai penerima Kalpataru atas karya minihidro di kampungnya.
Pada 1983, suami dari Erliza itu dianugerahi Kalpataru oleh pemerintah pusat, yang diterima oleh orang tuanya karena Zam masih di Malaysia.
Setelah menerima Kalpataru ia pun kembali ke kampung dan ditawari oleh Gubernur Azwar Anas kala itu untuk bersama-sama membangun Sumbar dengan bekerja di PLN hingga pensiun pada Oktober 2014.
Kendati telah memasuki masa pensiun, semangat dan tekadnya untuk berkarya terus meluap-luap, dengan memanfaatkan sumber daya alam yang begitu kaya dan melimpah, yang selama dibiarkan mubazir.
★ Antara
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.