Menanti N219N219, Proses produksi PT Dirgantara Indonesia [Yuhusa Setyo] ★
Setelah China meluncurkan pesawat jet komersial pertamanya, C919, ke publik pada 2 November 2015 kemarin, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menjadwalkan hal sama. Pada November ini, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut akan melakukan perayaan dan perkenalan wujud pesawat N219 kepada publik. Pada proses yang biasa disebut roll out ini, N219 akan ditarik dari hanggar dan diperkenalkan ke publik.
Para insinyur pesawat PTDI saat ini sedang sibuk merakit bagian-bagian pesawat pada hanggar assembly line di Bandung, Jawa Barat. "Bulan November siap," kata Direktur Utama PTDI, Budi Santoso, kepada detikFinance, Selasa (3/11/2015).
Untuk mengejar target itu, para insinyur PTDI bekerja keroyokan selama 24 jam. Alasannya, PTDI berencana mengundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melihat wujud pesawat baling-baling yang mampu membawa 19 penumpang itu saat proses roll out.
"Persiapan launching, kita bekerja 24 jam. Seperti jadi Sangkuriang," jelasnya.
Pesawat komersial baling-baling dengan 2 mesin buatan Pratt & Whitney ini, nantinya dibanderol seharga US$ 5 juta per unit, atau lebih murah dari pesawat sejenis yang ada di pasaran. Hingga kini, PTDI telah mengantongi order atau minat terhadap N219 sebanyak 75 unit.
Untuk pengembangan, PTDI melibatkan sekitar 300 ahli pesawat lokal. Pengembangan murni memakai 100% jasa tenaga lokal. Berbeda dengan pengembangan pesawat pendahulu yakni N250, proses perancangan hingga perakitan melibatkan ratusan insinyur pesawat asing.
"Ini tenaga lokal semua. Ini campuran senior dan junior, totalnya hampir 300 insinyur," jelasnya.
Setelah roll out pada November ini, N219 akan melakukan uji struktur hingga uji sistem selama 6 bulan. Proses ini diperlukan untuk mengantongi flight permit dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU), Ditjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Flight permit dipakai sebagai syarat melakukan terbang perdana (first flight). Ditargetkan, N219 bisa terbang perdana pada Mei 2016.
"Target kami first flight pada bulan Mei 2016. Untuk proses first flight, kami harus dapatkan flight permit dari DKUPPU Kemenhub," kata Program Manager PTDI untuk N219, Budi Sampurno kepada detikFinance.
Setelah melakukan first flight, PTDI akan melakukan uji terbang (test flight) N219. Proses ini dilakukan selama 630 jam terbang. Syarat test flight diperlukan untung mengatongi sertifakasi tipe (type certificate) dari Kemenhub. PTDI sendiri telah mengajukan permohonan sertifikasi tipe N219 ke Kemehub sejak 4 Februari 2014.
"Sesuai regulasi CASR (Civil Aviation Safety Regulations) 23, waktu yang diberikan untuk sertifikasi 3 tahun. Jadi target kami tanggal 4 Februari 2017, N219 sudah dapat Type Certficate atau sertfikat laik terbang dari Kemenhub," jelas Budi.
Sejalan dengan permohonan sertifikasi ke Kemenhub, PTDI juga mengajukan uji sertifikasi kelaikan terbang N219 ke lembaga penerbangan internasional seperti, European Aviation Safety Agency (EASA).
Setelah mengantongi sertifikasi dari Kemenhub, PTDI akan mengurus production certificate sebagai syarat tambahan untuk melakukan produksi massal N219 di Bandung, Jawa Barat. Alhasil, produksi massal bisa dilakukan pada awal 2017.
"Produksi massal boleh dilakukan setelah mendapatkan type certificate," sebutnya.
N219 merupakan pesawat yang mulai dirancang sejak 2007 lalu. Pesawat ini dibuat dengan kapasitas 19 orang dan memiliki kelebihan bisa lepas landas dalam jarak pendek, sehingga cocok untuk daerah-daerah terpencil, termasuk di Indonesia.Selain China, RI Pernah Rancang N2130 Pesaing BoeingBJ Habibie Rancang N-2130 ★
Sebelum China meluncurkan pesawat jet komersial C919 berkapasitas 170 orang pada 2 November 2015 kemarin, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) ternyata telah lebih dahulu berencana mengembangkan pesawat penumpang bermesin jet, N-2130. Pesawat komersial berkapasitas 130 penumpang itu, awalnya akan dikembangkan setelah N-250, berhasil diuji coba sekitar 1996.
Direktur Utama PTDI, Budi Santoso, pernah bertutur kepada detikFinance bila pesawat yang digagas oleh BJ Habibie kala itu, siap dikembangkan dengan dana US$ 2 miliar. Bahkan spesifikasi rancangan mesin dan desain pesawat kala itu telah mengungguli atau lebih modern serta efisien dibandingkan pesawat penumpang sejenis asal pabrikan Amerika Serikat yakni Boeing 737-500 seri klasik.
"Itu (N-2130) di atas kertas lebih baik dari Boeing 737-500," tutur Budi.
Kala itu, N-2130 diproyeksikan siap beroperasi dan terbang melayani masyarakat Indonesia mulai 2005. Budi menuturkan, seandainya proyek N-2130 berjalan, maka maskapai penerbangan komersial di tanah air seperti Lion Air, Garuda Indonesia, Citilink, Batik Air, Sriwijaya, AirAsia, dan maskapai lainnya akan menggunakan pesawat N-2130 tersebut.
"Sebelum 2005-2006 sudah terbang (di rencana). Ini (N-2130) bisa menguasai pasar Indonesia. Jadi ini (Boeing seri 737) tidak akan merajalela di sini (Indonesia),” tambah Budi.
Budi bercerita, rencana BJ Habibie kala itu memang membuat raksasa produsen pesawat dunia yaitu Boeing dan Airbus ketar-ketir.
Namun rencana itu harus pupus, karena Presiden Soeharto menghentikan kucuran dana PTDI saat krisis ekonomi 1998. Hal itu dilakukan berdasarkan desakan International Monetary Fund (IMF) yang bertindak sebagai kreditor ke Indonesia. (feb/dnl)Jet C919 China Pesaing Boeing dan Airbus Terbang Perdana di 2016Peluncuran C919 China ke publik [Reuters] ★
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen pesawat asal China, Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC) telah meluncurkan pesawat C919 ke publik pada 2 November 2015 kemarin.
Saat diluncurkan perdana ke publik atau familiar disebut roll out di Shanghai China, pesawat belum bisa terbang.
Setelah proses roll out, pesawat harus menjalani uji struktur hingga uji sistem. Setelah itu, baru C919 bisa melakukan terbang perdana (first flight).
Dikutip dari BBC, Rabu (3/11/2015), COMAC menargetkan first flight baru bisa terlaksana di 2016. Proses pengujian dilakukan selama beberapa tahun. Proses ini diproyeksi memakan waktu 3 tahun, sebelum pesawat diproduksi secara massal.
Pesawat C919, diklaim akan masuk ke pasat jet komersial di atas 150 penumpang. C919 akan menantang dominasi produsen pesawat dunia, Boeing dan Airbus.
Hingga saat ini, COMAC telah mengantongi order 517 unit pesawat C919. Umumnya, pemesanan datang dari maskapai pelat merah asal China dan perusahaan pembiayaan pesawat lokal.Tantang Dominasi Boeing dan Airbus, China Luncurkan Pesawat C919[Reuters] ★
China baru saja meluncurkan pesawat jet komersial C919 ke publik. Peluncuran dilakukan dari pusat produksi C919 di Shanghai, China.
Peluncuran pesawat jet kelas medium atau narrow body berkapasitas 174 orang ini nantinya bakal menantang dominasi pesawat sejenis keluaran Boeing (seri B-737) dan Airbus (seri A-320).
Seperti dilansir CNN, Selasa (3/11/2015), selain memiliki kapasitas sejenis, C919 dirancang mampu menempuh perjalanan 5.555 kilometer. Kemampuan C919 dinilai cocok melayani penerbangan komersial rute-rute sedang, seperti Shanghai-Singapura atau Beijing-Bangkok.
Selama ini, maskapai lokal dan asing masih menggunakan armada produksi Boeing ataupun Airbus untuk melayani rute domestik dan internasional.
Ternyata pengembangan pesawat jet di China pernah dirintis era 1980-an, tapi pengembangan pesawat kala itu tidak pernah berlanjut. Namun Pemerintah China tak menyerah. Pada tahun 2008, rencana pengembangan C919 pertama kali disampaikan ke publik.
Butuh 7 tahun, bagi produsen asal China melahirkan wujud C919 yang diluncurkan 2 November 2015 kemarin.
Setelah proses roll out, C919 direncanakan menjalani terbang perdana mulai tahun depan. Produsen C919, Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC), tidak berhenti pada pengembangan pesawat narrow body.
BUMN produsen pesawat asal China ini mengumumkan rencana pengembangan lanjutan berupa pesawat berbadan lebar (wide body). Seperti diketahui, pasar wide body juga masih didominasi oleh Airbus dengan A-380 dan A-350 atau Boeing dengan B-747, B-777 dan B-787.
Pemerintah China ingin C919 dipakai sebagai lompatan untuk pengembangan pesawat wide body. Untuk merealisasikan mimpi tersebut, Pemerintah negeri tirai bambu itu akan melibatkan 200 perusahaan, 36 universitas, hingga ribuan ahli pesawat.
Media lokal China mengklaim, COMAC melengkapi jet C919 rancangannya dengan peralatan electronic (avionik) hingga material badan pesawat (composit) varian pesawat terbaru yang telah terpasang pada Boeing 787 Dreamliner. Namun, para ahli penerbangan menyangsikan klaim media lokal tentang keaslian bahan baku dari C919.
Dari analisa CNN, komponen penting C919 masih didatangkan dari beberapa negara, seperti mesin buatan perusahaan patungan Amerika Serikat (AS) dan Prancis yakni CFM atau power system dan landing gear dari perusahaan asal AS, Honeywell.
Pembuatan pesawat C919 bukan tanpa sebab. China merupakan pasar penerbangan komersial terbesar kedua di dunia, setelah AS. Industri penerbangan di China masih dan akan tumbuh signifikan. Proyeksi Boeing hingga 20 tahun ke depan, China membutuhkan tambahan 6.300 pesawat baru.
Peluang tersebut sebetulnya telah ditangkap oleh produsen pesawat asal Eropa, Airbus. Airbus telah mendirikan pusat perakitan A320 di Tianjin, China sejak 2008.
Presiden China, Xi Jinping, juga baru-baru ini saat melakukan lawatan kenegaraan ke AS, menandatangani kerjasama pembelian pesawat dari Boeing. Tak tanggung-tanggung, Xi menyaksikan perusahaan lokal China membeli 300 pesawat Boeing senilai US$ 38 miliar atau sekitar Rp 513 triliun (asumsi US$ 1 = Rp 13.500).
Tidak berhenti di situ, China juga baru-baru ini membeli 130 pesawat buatan Airbus seniai US$ 17 miliar. Pembelian ini terjadi pasca kunjungan Kanselir Jerman, Angela Merkel ke Bejing pada minggu lalu.
C919 diproyeksi akan menjadi masa depan industri penerbangan China. COMAC, sebagai produsen C919, memproyeksi bisa menjual 2.000 jet lokal dalam 20 tahun ke depan. Beberapa pengamat asal China memproyeksi, ke depannya, COMAC bisa disejajarkan dengan raksasa, Boeing dan Airbus.
Hingga saat ini, COMAC telah menerima pesanan 517 unit pesawat C919. Pemesanan umumnya datang dari maskapai pelat merah asal China dan perusahaan pembiayaan pesawat lokal.
Perjalanan C919 ke pasar internasional diproyeksi tidak berjalan mulus. Alasannya, C919 belum mengantongi sertifikasi tipe dari lembaga penerbangan asal AS, Federal Aviation Administration (FAA). Sertifikasi lembaga internasional diperlukan sebagai syarat melayani penerbangan dan penjualan di luar China.
Meski ada keraguan perihal standar keselamatan pesawat C919, namun dukungan dan harapan publik China terhadap jet lokal ini sangat tinggi. Di media sosial China, C919 dinilai bisa menjadi pesawat dinas kenegaraan atau Air Force One sang presiden. Saat ini, Presiden China masih menggunakan armada Coeing 747 saat melakukan lawatan ke luar negeri. (feb/ang)
Setelah China meluncurkan pesawat jet komersial pertamanya, C919, ke publik pada 2 November 2015 kemarin, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menjadwalkan hal sama. Pada November ini, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut akan melakukan perayaan dan perkenalan wujud pesawat N219 kepada publik. Pada proses yang biasa disebut roll out ini, N219 akan ditarik dari hanggar dan diperkenalkan ke publik.
Para insinyur pesawat PTDI saat ini sedang sibuk merakit bagian-bagian pesawat pada hanggar assembly line di Bandung, Jawa Barat. "Bulan November siap," kata Direktur Utama PTDI, Budi Santoso, kepada detikFinance, Selasa (3/11/2015).
Untuk mengejar target itu, para insinyur PTDI bekerja keroyokan selama 24 jam. Alasannya, PTDI berencana mengundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melihat wujud pesawat baling-baling yang mampu membawa 19 penumpang itu saat proses roll out.
"Persiapan launching, kita bekerja 24 jam. Seperti jadi Sangkuriang," jelasnya.
Pesawat komersial baling-baling dengan 2 mesin buatan Pratt & Whitney ini, nantinya dibanderol seharga US$ 5 juta per unit, atau lebih murah dari pesawat sejenis yang ada di pasaran. Hingga kini, PTDI telah mengantongi order atau minat terhadap N219 sebanyak 75 unit.
Untuk pengembangan, PTDI melibatkan sekitar 300 ahli pesawat lokal. Pengembangan murni memakai 100% jasa tenaga lokal. Berbeda dengan pengembangan pesawat pendahulu yakni N250, proses perancangan hingga perakitan melibatkan ratusan insinyur pesawat asing.
"Ini tenaga lokal semua. Ini campuran senior dan junior, totalnya hampir 300 insinyur," jelasnya.
Setelah roll out pada November ini, N219 akan melakukan uji struktur hingga uji sistem selama 6 bulan. Proses ini diperlukan untuk mengantongi flight permit dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU), Ditjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Flight permit dipakai sebagai syarat melakukan terbang perdana (first flight). Ditargetkan, N219 bisa terbang perdana pada Mei 2016.
"Target kami first flight pada bulan Mei 2016. Untuk proses first flight, kami harus dapatkan flight permit dari DKUPPU Kemenhub," kata Program Manager PTDI untuk N219, Budi Sampurno kepada detikFinance.
Setelah melakukan first flight, PTDI akan melakukan uji terbang (test flight) N219. Proses ini dilakukan selama 630 jam terbang. Syarat test flight diperlukan untung mengatongi sertifakasi tipe (type certificate) dari Kemenhub. PTDI sendiri telah mengajukan permohonan sertifikasi tipe N219 ke Kemehub sejak 4 Februari 2014.
"Sesuai regulasi CASR (Civil Aviation Safety Regulations) 23, waktu yang diberikan untuk sertifikasi 3 tahun. Jadi target kami tanggal 4 Februari 2017, N219 sudah dapat Type Certficate atau sertfikat laik terbang dari Kemenhub," jelas Budi.
Sejalan dengan permohonan sertifikasi ke Kemenhub, PTDI juga mengajukan uji sertifikasi kelaikan terbang N219 ke lembaga penerbangan internasional seperti, European Aviation Safety Agency (EASA).
Setelah mengantongi sertifikasi dari Kemenhub, PTDI akan mengurus production certificate sebagai syarat tambahan untuk melakukan produksi massal N219 di Bandung, Jawa Barat. Alhasil, produksi massal bisa dilakukan pada awal 2017.
"Produksi massal boleh dilakukan setelah mendapatkan type certificate," sebutnya.
N219 merupakan pesawat yang mulai dirancang sejak 2007 lalu. Pesawat ini dibuat dengan kapasitas 19 orang dan memiliki kelebihan bisa lepas landas dalam jarak pendek, sehingga cocok untuk daerah-daerah terpencil, termasuk di Indonesia.Selain China, RI Pernah Rancang N2130 Pesaing BoeingBJ Habibie Rancang N-2130 ★
Sebelum China meluncurkan pesawat jet komersial C919 berkapasitas 170 orang pada 2 November 2015 kemarin, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) ternyata telah lebih dahulu berencana mengembangkan pesawat penumpang bermesin jet, N-2130. Pesawat komersial berkapasitas 130 penumpang itu, awalnya akan dikembangkan setelah N-250, berhasil diuji coba sekitar 1996.
Direktur Utama PTDI, Budi Santoso, pernah bertutur kepada detikFinance bila pesawat yang digagas oleh BJ Habibie kala itu, siap dikembangkan dengan dana US$ 2 miliar. Bahkan spesifikasi rancangan mesin dan desain pesawat kala itu telah mengungguli atau lebih modern serta efisien dibandingkan pesawat penumpang sejenis asal pabrikan Amerika Serikat yakni Boeing 737-500 seri klasik.
"Itu (N-2130) di atas kertas lebih baik dari Boeing 737-500," tutur Budi.
Kala itu, N-2130 diproyeksikan siap beroperasi dan terbang melayani masyarakat Indonesia mulai 2005. Budi menuturkan, seandainya proyek N-2130 berjalan, maka maskapai penerbangan komersial di tanah air seperti Lion Air, Garuda Indonesia, Citilink, Batik Air, Sriwijaya, AirAsia, dan maskapai lainnya akan menggunakan pesawat N-2130 tersebut.
"Sebelum 2005-2006 sudah terbang (di rencana). Ini (N-2130) bisa menguasai pasar Indonesia. Jadi ini (Boeing seri 737) tidak akan merajalela di sini (Indonesia),” tambah Budi.
Budi bercerita, rencana BJ Habibie kala itu memang membuat raksasa produsen pesawat dunia yaitu Boeing dan Airbus ketar-ketir.
Namun rencana itu harus pupus, karena Presiden Soeharto menghentikan kucuran dana PTDI saat krisis ekonomi 1998. Hal itu dilakukan berdasarkan desakan International Monetary Fund (IMF) yang bertindak sebagai kreditor ke Indonesia. (feb/dnl)Jet C919 China Pesaing Boeing dan Airbus Terbang Perdana di 2016Peluncuran C919 China ke publik [Reuters] ★
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen pesawat asal China, Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC) telah meluncurkan pesawat C919 ke publik pada 2 November 2015 kemarin.
Saat diluncurkan perdana ke publik atau familiar disebut roll out di Shanghai China, pesawat belum bisa terbang.
Setelah proses roll out, pesawat harus menjalani uji struktur hingga uji sistem. Setelah itu, baru C919 bisa melakukan terbang perdana (first flight).
Dikutip dari BBC, Rabu (3/11/2015), COMAC menargetkan first flight baru bisa terlaksana di 2016. Proses pengujian dilakukan selama beberapa tahun. Proses ini diproyeksi memakan waktu 3 tahun, sebelum pesawat diproduksi secara massal.
Pesawat C919, diklaim akan masuk ke pasat jet komersial di atas 150 penumpang. C919 akan menantang dominasi produsen pesawat dunia, Boeing dan Airbus.
Hingga saat ini, COMAC telah mengantongi order 517 unit pesawat C919. Umumnya, pemesanan datang dari maskapai pelat merah asal China dan perusahaan pembiayaan pesawat lokal.Tantang Dominasi Boeing dan Airbus, China Luncurkan Pesawat C919[Reuters] ★
China baru saja meluncurkan pesawat jet komersial C919 ke publik. Peluncuran dilakukan dari pusat produksi C919 di Shanghai, China.
Peluncuran pesawat jet kelas medium atau narrow body berkapasitas 174 orang ini nantinya bakal menantang dominasi pesawat sejenis keluaran Boeing (seri B-737) dan Airbus (seri A-320).
Seperti dilansir CNN, Selasa (3/11/2015), selain memiliki kapasitas sejenis, C919 dirancang mampu menempuh perjalanan 5.555 kilometer. Kemampuan C919 dinilai cocok melayani penerbangan komersial rute-rute sedang, seperti Shanghai-Singapura atau Beijing-Bangkok.
Selama ini, maskapai lokal dan asing masih menggunakan armada produksi Boeing ataupun Airbus untuk melayani rute domestik dan internasional.
Ternyata pengembangan pesawat jet di China pernah dirintis era 1980-an, tapi pengembangan pesawat kala itu tidak pernah berlanjut. Namun Pemerintah China tak menyerah. Pada tahun 2008, rencana pengembangan C919 pertama kali disampaikan ke publik.
Butuh 7 tahun, bagi produsen asal China melahirkan wujud C919 yang diluncurkan 2 November 2015 kemarin.
Setelah proses roll out, C919 direncanakan menjalani terbang perdana mulai tahun depan. Produsen C919, Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC), tidak berhenti pada pengembangan pesawat narrow body.
BUMN produsen pesawat asal China ini mengumumkan rencana pengembangan lanjutan berupa pesawat berbadan lebar (wide body). Seperti diketahui, pasar wide body juga masih didominasi oleh Airbus dengan A-380 dan A-350 atau Boeing dengan B-747, B-777 dan B-787.
Pemerintah China ingin C919 dipakai sebagai lompatan untuk pengembangan pesawat wide body. Untuk merealisasikan mimpi tersebut, Pemerintah negeri tirai bambu itu akan melibatkan 200 perusahaan, 36 universitas, hingga ribuan ahli pesawat.
Media lokal China mengklaim, COMAC melengkapi jet C919 rancangannya dengan peralatan electronic (avionik) hingga material badan pesawat (composit) varian pesawat terbaru yang telah terpasang pada Boeing 787 Dreamliner. Namun, para ahli penerbangan menyangsikan klaim media lokal tentang keaslian bahan baku dari C919.
Dari analisa CNN, komponen penting C919 masih didatangkan dari beberapa negara, seperti mesin buatan perusahaan patungan Amerika Serikat (AS) dan Prancis yakni CFM atau power system dan landing gear dari perusahaan asal AS, Honeywell.
Pembuatan pesawat C919 bukan tanpa sebab. China merupakan pasar penerbangan komersial terbesar kedua di dunia, setelah AS. Industri penerbangan di China masih dan akan tumbuh signifikan. Proyeksi Boeing hingga 20 tahun ke depan, China membutuhkan tambahan 6.300 pesawat baru.
Peluang tersebut sebetulnya telah ditangkap oleh produsen pesawat asal Eropa, Airbus. Airbus telah mendirikan pusat perakitan A320 di Tianjin, China sejak 2008.
Presiden China, Xi Jinping, juga baru-baru ini saat melakukan lawatan kenegaraan ke AS, menandatangani kerjasama pembelian pesawat dari Boeing. Tak tanggung-tanggung, Xi menyaksikan perusahaan lokal China membeli 300 pesawat Boeing senilai US$ 38 miliar atau sekitar Rp 513 triliun (asumsi US$ 1 = Rp 13.500).
Tidak berhenti di situ, China juga baru-baru ini membeli 130 pesawat buatan Airbus seniai US$ 17 miliar. Pembelian ini terjadi pasca kunjungan Kanselir Jerman, Angela Merkel ke Bejing pada minggu lalu.
C919 diproyeksi akan menjadi masa depan industri penerbangan China. COMAC, sebagai produsen C919, memproyeksi bisa menjual 2.000 jet lokal dalam 20 tahun ke depan. Beberapa pengamat asal China memproyeksi, ke depannya, COMAC bisa disejajarkan dengan raksasa, Boeing dan Airbus.
Hingga saat ini, COMAC telah menerima pesanan 517 unit pesawat C919. Pemesanan umumnya datang dari maskapai pelat merah asal China dan perusahaan pembiayaan pesawat lokal.
Perjalanan C919 ke pasar internasional diproyeksi tidak berjalan mulus. Alasannya, C919 belum mengantongi sertifikasi tipe dari lembaga penerbangan asal AS, Federal Aviation Administration (FAA). Sertifikasi lembaga internasional diperlukan sebagai syarat melayani penerbangan dan penjualan di luar China.
Meski ada keraguan perihal standar keselamatan pesawat C919, namun dukungan dan harapan publik China terhadap jet lokal ini sangat tinggi. Di media sosial China, C919 dinilai bisa menjadi pesawat dinas kenegaraan atau Air Force One sang presiden. Saat ini, Presiden China masih menggunakan armada Coeing 747 saat melakukan lawatan ke luar negeri. (feb/ang)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.