Jurnas.com | DARI 72 wilayah kerja minyak dan gas
bumi (migas) yang telah berproduksi, terdapat 29 blok yang akan habis
masa kontrak sampai dengan tahun 2021. "Perusahaan migas nasional dan
daerah mendapat prioritas ikut mengelola blok yang habis itu," kata
Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas, Badan Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS), Gde Pradnyana dalam siaran
persnya di Jakarta Senin (28/5).
Wilayah kerja eksploitasi yang akan habis kontrak tersebut antara lain blok Siak (Riau) dengan operator Chevron Pacific Indonesia pada tahun 2013, blok Offshore Mahakam (Kalimantan Timur) dengan operator Total E&P Indonesia pada 2017, serta Blok Sanga-sanga (Kaltim) dengan kontraktor VICO dan Blok Southeast Sumatera yang dikelola CNOOC pada 2018.
Selain itu, Blok Bula (Maluku) dengan operator Kalrez akan habis pada 2019, Blok South Jambi B yang dikelola ConocoPhillips pada 2020, dan Blok Muriah (Jawa Tengah) yang dikelola Petronas pada tahun 2021.
Gde mengungkapkan, beberapa sudah mengajukan perpanjangan. BPMIGAS tengah melakukan proses evaluasi atas pengajuan itu. "Segera setelah proses evaluasi selesai, kami akan sampaikan ke Kementerian ESDM untuk mendapatkan persetujuan Menteri," katanya.
Dia mengatakan, BPMIGAS membagi evaluasi perpanjangan wilayah kerja dalam tiga kategori, yakni blok yang memiliki kinerja operator tinggi dan masih memiliki potensi cadangan tinggi, blok yang memiliki kinerja operator rendah dan masih memiliki potensi cadangan tinggi, serta blok yang memiliki kinerja operator dan potensi cadangan rendah.
Pemilihan operator, katanya, berdasarkan pada kompetensi dengan mengutamakan kepada perusahaan nasional termasuk Pertamina dan partisipasi daerah.
Perusahaan yang memiliki modal dan teknologi memadai akan mendapatkan blok dengan kompleksitas yang cukup. Sementara perusahaan dengan kemampuan minim dapat mengelola lapangan migas yang kurang memiliki risiko. Pasalnya, selain peningkatan kapasitas nasional, keputusan perpanjangan blok harus tetap memperhatikan peningkatan produksi.
Kesempatan tetap bisa diberikan kepada kontraktor eksisting sebagai pemegang interest, syaratnya melibatkan perusahaan nasional dan badan usaha milik daerah. Selain melalui penawaran langsung, pemilihan operator juga dipertimbangkan agar dilakukan tender terbuka.
Gde mengungkapkan, program peningkatan peran perusahaan migas milik negara dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di blok baru ataupun yang habis kontrak ini menjadi salah satu poin yang diajukan BPMIGAS ke DPR terkait revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Tujuannya, supaya memiliki landasan hukum yang kuat, "Kami ingin meningkatkan pemberdayaan dan kontribusi kapasitas nasional dalam industri hulu migas," katanya.
Wilayah kerja eksploitasi yang akan habis kontrak tersebut antara lain blok Siak (Riau) dengan operator Chevron Pacific Indonesia pada tahun 2013, blok Offshore Mahakam (Kalimantan Timur) dengan operator Total E&P Indonesia pada 2017, serta Blok Sanga-sanga (Kaltim) dengan kontraktor VICO dan Blok Southeast Sumatera yang dikelola CNOOC pada 2018.
Selain itu, Blok Bula (Maluku) dengan operator Kalrez akan habis pada 2019, Blok South Jambi B yang dikelola ConocoPhillips pada 2020, dan Blok Muriah (Jawa Tengah) yang dikelola Petronas pada tahun 2021.
Gde mengungkapkan, beberapa sudah mengajukan perpanjangan. BPMIGAS tengah melakukan proses evaluasi atas pengajuan itu. "Segera setelah proses evaluasi selesai, kami akan sampaikan ke Kementerian ESDM untuk mendapatkan persetujuan Menteri," katanya.
Dia mengatakan, BPMIGAS membagi evaluasi perpanjangan wilayah kerja dalam tiga kategori, yakni blok yang memiliki kinerja operator tinggi dan masih memiliki potensi cadangan tinggi, blok yang memiliki kinerja operator rendah dan masih memiliki potensi cadangan tinggi, serta blok yang memiliki kinerja operator dan potensi cadangan rendah.
Pemilihan operator, katanya, berdasarkan pada kompetensi dengan mengutamakan kepada perusahaan nasional termasuk Pertamina dan partisipasi daerah.
Perusahaan yang memiliki modal dan teknologi memadai akan mendapatkan blok dengan kompleksitas yang cukup. Sementara perusahaan dengan kemampuan minim dapat mengelola lapangan migas yang kurang memiliki risiko. Pasalnya, selain peningkatan kapasitas nasional, keputusan perpanjangan blok harus tetap memperhatikan peningkatan produksi.
Kesempatan tetap bisa diberikan kepada kontraktor eksisting sebagai pemegang interest, syaratnya melibatkan perusahaan nasional dan badan usaha milik daerah. Selain melalui penawaran langsung, pemilihan operator juga dipertimbangkan agar dilakukan tender terbuka.
Gde mengungkapkan, program peningkatan peran perusahaan migas milik negara dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di blok baru ataupun yang habis kontrak ini menjadi salah satu poin yang diajukan BPMIGAS ke DPR terkait revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Tujuannya, supaya memiliki landasan hukum yang kuat, "Kami ingin meningkatkan pemberdayaan dan kontribusi kapasitas nasional dalam industri hulu migas," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.