Presiden SBY menerima kunjungan kenegaraan Presiden Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Republik Demokratik Rakyat Korea Kim Yong-nam di Istana Merdeka, Selasa (15/5) |
Jurnas.com | MESKI jalinan bilateral Indonesia-Korea
Utara begitu erat dan berjalan lebih dari 50 tahun, Indonesia tetap
tidak setuju Korea Utara mengembangkan proyek nuklir untuk senjata
militer.
Anggota Komisi I DPR bidang pertahanan dan hubungan luar negeri, Hayono Isman, mengatakan, Indonesia telah meneken ratifikasi Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji-Coba Nuklir (CTBT). "Indonesia tidak menyetujui nuklir sebagai kekuatan militer. Jadi kita tidak sejalan dengan Korea Utara," ujar Hayono di DPR, Jakarta, Selasa (15/5).
Menurutnya, Indonesia hanya menginginkan proyek nuklir digunakan untuk hal-hal di luar kemiliteran. Ia mengatakan, bagi negara-negara yang belum meratifikasi traktat tersebut untuk segera menandatanganinya, sehingga mengurangi potensi perang nuklir.
Menurutnya, bila proyek nuklir ini tetap dikembangkan akan mengancam keamanan perbatasan di kawasan Asia. "Kita tidak hanya membujuk Korea Utra, tapi juga Amerika Serikat, Pakistan, India, dan Korea Utara untuk meneken ratifikasi tersebut," ujarnya.
Menurut Hayono, pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Republik Demokratik Rakyat Korea atau Korea Utara, Kim Yong Nam, adalah peluang bagi Indonesia untuk membantu menciptakan keamanan di kawasan Asia. "Sehingga perbedaan politik maupun pertentangan perbatasan tak semestinya dengan mengambil jalan kekerasan," katanya.
Anggota Komisi I DPR bidang pertahanan dan hubungan luar negeri, Hayono Isman, mengatakan, Indonesia telah meneken ratifikasi Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji-Coba Nuklir (CTBT). "Indonesia tidak menyetujui nuklir sebagai kekuatan militer. Jadi kita tidak sejalan dengan Korea Utara," ujar Hayono di DPR, Jakarta, Selasa (15/5).
Menurutnya, Indonesia hanya menginginkan proyek nuklir digunakan untuk hal-hal di luar kemiliteran. Ia mengatakan, bagi negara-negara yang belum meratifikasi traktat tersebut untuk segera menandatanganinya, sehingga mengurangi potensi perang nuklir.
Menurutnya, bila proyek nuklir ini tetap dikembangkan akan mengancam keamanan perbatasan di kawasan Asia. "Kita tidak hanya membujuk Korea Utra, tapi juga Amerika Serikat, Pakistan, India, dan Korea Utara untuk meneken ratifikasi tersebut," ujarnya.
Menurut Hayono, pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Republik Demokratik Rakyat Korea atau Korea Utara, Kim Yong Nam, adalah peluang bagi Indonesia untuk membantu menciptakan keamanan di kawasan Asia. "Sehingga perbedaan politik maupun pertentangan perbatasan tak semestinya dengan mengambil jalan kekerasan," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.