blog-indonesia.com

Senin, 25 April 2011

Tracking Wajah Cegah Larinya "Gayus Kedua"

Foto 1 adalah foto Gayus Tambunan saat menghadiri sidang dengan agenda pembacaan eksepsi atau tanggapan atas dakwaan jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/9/2010). Sementara foto 2 adalah foto lelaki yang mirip dengan Gayus saat sedang menonton tenis di Nusa Dua, Bali, Jumat (5/11/2010).

KOMPAS.com
- Masih ingat betapa mudahnya Gayus melenggang ke luar negeri dengan paspor palsu? Berkaitan dengan masalah tersebut, salah satu sistem pencegahan yang harus diupayakan adalah proses identifikasi lewat tracking wajah sehingga bisa mengetahui identitas asli seseorang, walaupun foto dalam paspornya telah direkayasa.

Sri Ayu Wulandari dan Baely Yudho Hanafia dari Universitas Dian Nuswantoro Semarang berupaya meningkatkan sistem tracking wajah buronan menggunakan ekstraksi ciri Matrix Autokorealsi dan Co-occurence. Keduanya berbasis pada pengenalan pola k-Neasrest Neighbour (kNN).

Ayu mengatakan, "Sebelumnya kita merekayasa dulu berbagai kemungkinan pemalsuan foto. Misalnya pakai wig, pakai kacamata dan sebagainya." Hasil rekayasa itu digunakan sebagai acuan untuk mendeteksi foto dalam paspor seseorang, apakah buronan atau bukan.

Untuk melakukannya, sistem yang di-support software tertentu ini ditempatkan pada komputer pihak berwenang. Nantinya, pengenalan dilakukan dengan melihat tetangga terdekat, atau secara sederhana dikatakan dengan mencari foto yang paling mirip.

Ayu mengungkapkan, dengan kNN, deteksi bisa dilakukan cepat, murah dan akurat. "Tak perlu apa-apa, cukup dengan menggunakan komputer yang sudah ada. Nanti tinggal kita instal software yang mendukung," kata Ayu yang mempresentasikan hasil risetnya di Seminar Radar Nasional V Kamis (21/4/11) lalu.

Dalam risetnya, Ayu dan rekannya menggunakan 2 cara yang berbasiskan kNN, yakni Matriks Autokorelasi dan Co-occurence. Hasil dua cara tersebut punya perbedaan. Dengan Matriks Auto Korelasi, akurasinya bisa maksimal (100%) namun rentang antara hasil minimal dan maksimalnya jauh.

Ia menyimpulkan, Co-Occurence lebih bagus untuk digunakan. "Dengan Co-Occurence, walaupun tidak bisa 100% tapi rentang minimal dan maksimalnya lebih sedikit. Selain itu juga stabil pada citra ukuran besar," katanya ketika dihubungi lewat telepon Kamis lalu.

Ayu mengungkapkan, cara yang dikembangkannya bisa membantu mencegah kasus buronan yang melenggang ke luar negeri dengan pemalsuan identitas dan foto di paspor. Pastinya, cara ini akan berfungsi maksimal bila tak ada unsur suap menyuap di dalamnya.


KOMPAS

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More