Pesawat penumpang R-80 (A Haslim Kompasiana) ☆
Industri dirgantara Indonesia terus menggeliat untuk merespons pertumbuhan industri penerbangan di Tanah Air. Setelah pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia akan terbang perdana dalam beberapa bulan lagi, dua pesawat buatan anak bangsa segera menyusul kemudian, yakni N245 dan R80.
Wartawan Kompas, Dahono Fitrianto dan Hermas Efendi Prabowo, melaporkan, N245 merupakan pengembangan pesawat CN-235 yang juga diproduksi PT Dirgantara Indonesia (PT DI), yakni dengan memperpanjang badan pesawat sehingga kapasitas angkutnya bisa bertambah dari 44 penumpang menjadi 50 penumpang. Selain itu, pihak PT DI juga akan mengganti mesinnya, dari mesin general electric (GE) pada CN-235 menjadi mesin turboprop buatan Pratt & Whitney pada N245.
“Kami akan menambah sedikit panjang CN-235 dan menghilangkan pintu besar di bagian belakang (ramp door) sehingga bobotnya lebih ringan. Bobot yang lebih ringan ini memungkinkan kami menambah enam tempat duduk lagi,” ujar Direktur Teknologi dan Pengembangan PT DI Andi Alisjahbana di stan PT DI di ajang pameran dirgantara Singapore Air Show 2016, di Changi, Singapura, Rabu (17/2).
Menurut Andi, N245 nantinya akan menjadi kompetitor langsung dari pesawat ATR 42 buatan Perancis-Italia. Saat ini, ATR 42 menjadi satu-satunya pesawat bermesin turboprop dengan kapasitas 50 penumpang yang diproduksi di dunia.
Ia menambahkan, proyek pengembangan N245 ini sudah dimulai dengan tahapan desain awal yang melibatkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). “Prosesnya kemungkinan akan butuh waktu tiga tahun,” ujarnya.
Wakil Presiden Bidang Pengembangan Bisnis dan Pemasaran PT DI Ade Yuyu Wahyuna menambahkan, investasi yang dibutuhkan untuk membuat N245 tidak terlalu besar karena hanya pengembangan dari pesawat yang sudah ada. Diperkirakan, biaya pengembangan pesawat ini hanya sekitar 20 persen dari biaya pengembangan pesawat yang baru sama sekali.
“Biaya pengembangan pesawat yang baru sama sekali membutuhkan investasi sekitar 800-1.000 juta dollar AS. Sementara ini kami perkirakan hanya membutuhkan biaya 150 juta dollar AS,” ujar Ade Yuyu.
Selain N245, pesawat lain buatan Indonesia yang akan segera menyusul adalah R80 yang tengah dikembangkan PT Regio Aviasi Industri (RAI).
Menurut Komisaris PT RAI Ilham Habibie, saat ini tahapan desain konseptual sudah 80 persen rampung. Begitu desain konseptual selesai, tahapan desain detail akan dimulai tahun depan.
“Saat ini tinggal satu-dua pengujian di windtunnel (terowongan angin) di Puspiptek, Serpong,” tutur putra mantan Presiden BJ Habibie ini saat ditemui di Singapore Air Show 2016, kemarin.
Renegosiasi Airbus
Maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia melakukan renegosiasi pembelian pesawat Airbus. Renegosiasi dilakukan untuk mendapatkan harga beli terbaik agar pesawat Garuda Indonesia bisa lebih berdaya saing.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Arif Wibowo menyatakan hal itu setelah menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan produsen pesawat Airbus.
MOU meliputi peningkatan dukungan pelatihan pemeliharaan pesawat untuk GMF AeroAsia dan rencana kajian bersama revitalisasi armada Airbus.
Menurut Arif, dari total 11 armada Airbus yang dibeli Garuda Indonesia, empat sudah berhasil direnegosiasi. “Penurunan harga sampai 20 persen,” katanya.
Tujuh pesawat Airbus lainnya masih dalam proses renegosiasi. Arif mengatakan, Airbus sudah mulai menjual pesawat-pesawat terbaru A320neo dan A330neo.
Dengan renegosiasi itu, diharapkan Garuda Indonesia bisa mendapatkan harga pembelian pesawat Airbus baru yang lebih murah.
Industri dirgantara Indonesia terus menggeliat untuk merespons pertumbuhan industri penerbangan di Tanah Air. Setelah pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia akan terbang perdana dalam beberapa bulan lagi, dua pesawat buatan anak bangsa segera menyusul kemudian, yakni N245 dan R80.
Wartawan Kompas, Dahono Fitrianto dan Hermas Efendi Prabowo, melaporkan, N245 merupakan pengembangan pesawat CN-235 yang juga diproduksi PT Dirgantara Indonesia (PT DI), yakni dengan memperpanjang badan pesawat sehingga kapasitas angkutnya bisa bertambah dari 44 penumpang menjadi 50 penumpang. Selain itu, pihak PT DI juga akan mengganti mesinnya, dari mesin general electric (GE) pada CN-235 menjadi mesin turboprop buatan Pratt & Whitney pada N245.
“Kami akan menambah sedikit panjang CN-235 dan menghilangkan pintu besar di bagian belakang (ramp door) sehingga bobotnya lebih ringan. Bobot yang lebih ringan ini memungkinkan kami menambah enam tempat duduk lagi,” ujar Direktur Teknologi dan Pengembangan PT DI Andi Alisjahbana di stan PT DI di ajang pameran dirgantara Singapore Air Show 2016, di Changi, Singapura, Rabu (17/2).
Menurut Andi, N245 nantinya akan menjadi kompetitor langsung dari pesawat ATR 42 buatan Perancis-Italia. Saat ini, ATR 42 menjadi satu-satunya pesawat bermesin turboprop dengan kapasitas 50 penumpang yang diproduksi di dunia.
Ia menambahkan, proyek pengembangan N245 ini sudah dimulai dengan tahapan desain awal yang melibatkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). “Prosesnya kemungkinan akan butuh waktu tiga tahun,” ujarnya.
Wakil Presiden Bidang Pengembangan Bisnis dan Pemasaran PT DI Ade Yuyu Wahyuna menambahkan, investasi yang dibutuhkan untuk membuat N245 tidak terlalu besar karena hanya pengembangan dari pesawat yang sudah ada. Diperkirakan, biaya pengembangan pesawat ini hanya sekitar 20 persen dari biaya pengembangan pesawat yang baru sama sekali.
“Biaya pengembangan pesawat yang baru sama sekali membutuhkan investasi sekitar 800-1.000 juta dollar AS. Sementara ini kami perkirakan hanya membutuhkan biaya 150 juta dollar AS,” ujar Ade Yuyu.
Selain N245, pesawat lain buatan Indonesia yang akan segera menyusul adalah R80 yang tengah dikembangkan PT Regio Aviasi Industri (RAI).
Menurut Komisaris PT RAI Ilham Habibie, saat ini tahapan desain konseptual sudah 80 persen rampung. Begitu desain konseptual selesai, tahapan desain detail akan dimulai tahun depan.
“Saat ini tinggal satu-dua pengujian di windtunnel (terowongan angin) di Puspiptek, Serpong,” tutur putra mantan Presiden BJ Habibie ini saat ditemui di Singapore Air Show 2016, kemarin.
Renegosiasi Airbus
Maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia melakukan renegosiasi pembelian pesawat Airbus. Renegosiasi dilakukan untuk mendapatkan harga beli terbaik agar pesawat Garuda Indonesia bisa lebih berdaya saing.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Arif Wibowo menyatakan hal itu setelah menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan produsen pesawat Airbus.
MOU meliputi peningkatan dukungan pelatihan pemeliharaan pesawat untuk GMF AeroAsia dan rencana kajian bersama revitalisasi armada Airbus.
Menurut Arif, dari total 11 armada Airbus yang dibeli Garuda Indonesia, empat sudah berhasil direnegosiasi. “Penurunan harga sampai 20 persen,” katanya.
Tujuh pesawat Airbus lainnya masih dalam proses renegosiasi. Arif mengatakan, Airbus sudah mulai menjual pesawat-pesawat terbaru A320neo dan A330neo.
Dengan renegosiasi itu, diharapkan Garuda Indonesia bisa mendapatkan harga pembelian pesawat Airbus baru yang lebih murah.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.