Buatan Siswi SMA Yuke di Lab (Agung Pambudhy)
Kampanye melawan plastik untuk belanja sedang digaungkan pemerintah. Namun di sisi lain, inovasi plastik yang ramah lingkungan pun terus berjalan. Salah satunya plastik kulit udang karya siswi SMA Kharisma Bangsa, Ciputat, Tangsel, Yuke Fadhlillah Kirana.
Berawal dari kekhawatirannya melihat masalah sampah di Indonesia yang semakin besar, Yuke tergerak membuat penelitian soal plastik dari kulit udang di program proyek sains sekolah. Bersama rekan-rekannya, dia mulai riset di jurnal soal permasalahan sampah, terutama gambaran 10 tahun ke depan.
Penelitian dimulai sejak Agustus 2013 sampai Januari 2014. Setelah itu, riset disempurnakan di Institut Teknologi Indonesia (ITI) dan dikembangkan saat Yuke mengikuti program pertukaran pelajar di China.
Sementara Yuke, membuat plastik dengan cara mengumpulkan kulit udang terlebih dulu, lalu diblender, dicampur dengan bahan kimia tertentu yang disebut ramah lingkungan, kemudian dikeringkan. Setelah menjadi serbuk, bahan-bahan tadi dicampur dengan pati onggok yang terbuat dari pohon aren.
"Lalu dicampur jadi larutan, terus dimasukkan ke cetakan dan ditunggu satu hari," imbuhnya sambil menunjukkan cara pembuatannya di lab sekolah.
Siswi kelas 12 tersebut mengklaim, butuh 2 kantong kulit udang untuk membuat satu kantong kresek ukuran belanja. Namun karena bahannya yang tidak tahan basah, plastik buatannya untuk sementara hanya bisa dipakai membawa barang-barang kering.
"Kalau misalnya untuk yang kena air, plastik ini ngga bisa, karena akan berubah bentuk gitu, meskipun entar balik lagi ke bentuk awal, berarti nggak safe kan? Jadi plastik ini lebih untuk makanan kering," ceritanya.
Yang terpenting dari penelitian Yuke adalah kemampuan plastik berbahan kulit udang untuk mudah terurai di dalam tanah. Bila plastik biasa butuh puluhan bahkan ratusan tahun, plastik bikinannya sudah terurai 45 hari di tanah humus dan tanah merah 60 hari.
"Jadi nge-save bertahun-tahun untuk degradasi plastik," imbuhnya.
Wujud Plastik dari Kulit Udang Bikinan Yuke Siswi SMA
dok. pribadi Yuke
Tidak sulit untuk mencari bahan-bahan ramah lingkungan di sekitar kita. Kulit udang bila diolah dengan benar, bisa menjadi plastik pengganti plastik berbahaya yang selama ini beredar luas. Begini wujudnya.
Siswi SMA Kharisma Bangsa Ciputat, Tangsel, Yuke Fadhlillah Kirana membuat plastik dari kulit udang karena tergerak dengan permasalahan sampah di Indonesia. Lewat informasi dari jurnal ilmiah, bimbingan dari dosen Institut Teknologi Indonesia dan pengembangan saat pertukaran pelajar di China, plastik kulit udang karya Yuke langsung dikenal publik.
Dari foto yang dikirim ke detikcom, terlihat plastik Yuke seperti pada umumnya. Warnanya bening dan tipis. Menurutnya, plastik tersebut belum bisa tahan terhadap air. Jadi untuk sementara digunakan untuk membawa benda-benda kering. Namun dia akan terus mengembangkannya agar bisa dipakai untuk semua barang.
"Satu kresek plastik itu dibuat dari dua kantong kulit udang," kata Yuke saat berbincang dengan detikcom di sekolahnya akhir pekan lalu.
Bahan plastik tersebut memang didominasi kulit udang. Namun dia juga mencampurkan bahan lain seperti pati onggok, air dan bahan kimia PVA (polyvinyl alcohol) yang diklaim masih ramah lingkungan.
Penelitian dimulai sejak Agustus 2013 sampai Januari 2014. Setelah itu, riset disempurnakan di Institut Teknologi Indonesia (ITI) dan dikembangkan saat Yuke mengikuti program pertukaran pelajar di China.
"Kulit udang itu mengandung bahan polimer, namanya zat kitin, kayak di udang, di kepiting, kulitnya namanya kitin, kitin itu punya polimer alami. Kalau plastik itu polimer sintesis," terang Yuke.
Riset soal kulit udang untuk plastik pernah juga dibahas oleh para peneliti Biologi di Institut Wyss Harvard, Amerika Serikat, pada tahun 2014 lalu. Mereka menyebut zat yang terkandung di kulit udang bernama chitosan, berasal dari kitin. Para peneliti bisa membuat gelas plastik dari 200 gram kulit udang.
Plastik kulit udang buatan Yuke bisa diurai dalam waktu 46 hari di tanah humus dan 60 hari di tanah merah. Sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan plastik yang beredar saat ini, yang butuh waktu puluhan tahun untuk terurai.
"Kalau di dalam tanah pasti hancur, karena ada bakteri segala macam, tapi kalau di udara, warnanya mungkin berubah, tapi kualitasnya nggak," ucapnya.
Temuan Yuke sempat mendapat penghargaan di China dalam urusan lingkungan. Plastik tersebut juga telah diuji ketahanannya di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), hasilnya menunjukkan bahwa plastik tersebut mampu membawa delapan air mineral dalam kemasan sekaligus.
Plastik dari Kulit Udang dan Revolusi Belanja di Supermarket
Agung Pambudhy
Sampah plastik jadi momok menakutkan bagi lingkungan. Sejumlah penelitian sudah memastikan, bahan tersebut sangat sulit diurai dalam waktu singkat. Perlu ada revolusi di masyarakat tentang cara belanja menggunakan bahan ramah lingkungan.
Data dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Indonesia adalah negara kedua penghasil sampah plastik terbanyak di dunia setelah China. Setiap tahunnya, kota-kota di dunia menghasilkan sampah hingga 1,3 miliar ton. Bank Dunia memprediksi, pada tahun 2025, jumlah tersebut akan bertambah hingga 2,2 miliar ton.
Fakta sampah di Indonesia, tercatat ada 10,95 juta lembar sampah kantong plastik dari 100 toko/gerai selama setahun. Bila dikonversi dengan luasan lahan, 10,95 juta lembar sampah kantong plastik yang berarti sama dengan area 65,7 hektar atau sekitar 60 kali luas lapangan sepakbola. Sampah plastik sebanyak itu baru bisa terurai setelah 50-100 tahun.
Karena itu, pemerintah membuat penerapan aturan kantong plastik berbayar di 23 kota di Indonesia. Diharapkan, perilaku masyarakat bisa lebih bijak dalam penggunaan kantong plastik dan pengelolaan sampah. Bila gerakan ini berjalan baik, maka tahun 2020 Indonesia ditargetkan bebas dari sampah.
Melihat fenomena ini, seorang siswi SMA bernama Yuke Fadhlillah Kirana pun tergerak. Saat program penelitian ilmiah di sekolah, dia membuat sebuah plastik berbahan dasar kulit udang yang diklaim ramah lingkungan. Bila dibandingkan dengan plastik biasa, kantong plastik bikinan Yuke bisa lebih cepat terurai di dalam tanah.
"Kalau di tanah humus bisa 46 hari. Kalau di tanah merah bisa 60 hari terurainya," kata Yuke saat berbincang dengan detikcom di sekolahnya akhir pekan lalu.
Yuke mengatakan, produknya masih butuh beberapa penyempurnaan. Terutama terkait ketahanannya terhadap air. Sejauh ini, kantong plastiknya baru bisa membawa makanan kering dan saat diteliti di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), plastik tersebut mampu membawa delapan air mineral dalam kemasan sekaligus.
Biaya produksi kantong plastik tersebut juga tidak mahal karena berasal dari limbah. Di pasar tradisional, Yuke bisa mendapatkannya dengan mudah.
Karena itu, dia yakin produk ciptaannya bisa membantu program pemerintah dalam pengurangan produksi plastik yang berbahaya bagi lingkungan. Selain membawa sendiri kantong belanja, Yuke menyarankan penggunaan produk plastik ramah lingkungan.
"Kalau belanja tanpa plastik, sebenernya mau upaya apa juga, nggak bisa langsung jadi masalah selesai gitu, tapi bisa berkurang. Jadi upaya belanja tanpa plastik nggak bisa langsung nyelesain masalah, tapi bisa jadi titik acuan. Ini harusnya gimana (ke depannya). Jadi aku mau coba kembangin lagi plastiknya supaya tahan air," urainya.
"Masyarakat biar peduli deh sama plastik, jadi nggak cuma bikin public awareness tapi bikin action-nya juga," sambung anak pertama dari tiga bersaudara tersebut.
Kampanye melawan plastik untuk belanja sedang digaungkan pemerintah. Namun di sisi lain, inovasi plastik yang ramah lingkungan pun terus berjalan. Salah satunya plastik kulit udang karya siswi SMA Kharisma Bangsa, Ciputat, Tangsel, Yuke Fadhlillah Kirana.
Berawal dari kekhawatirannya melihat masalah sampah di Indonesia yang semakin besar, Yuke tergerak membuat penelitian soal plastik dari kulit udang di program proyek sains sekolah. Bersama rekan-rekannya, dia mulai riset di jurnal soal permasalahan sampah, terutama gambaran 10 tahun ke depan.
Penelitian dimulai sejak Agustus 2013 sampai Januari 2014. Setelah itu, riset disempurnakan di Institut Teknologi Indonesia (ITI) dan dikembangkan saat Yuke mengikuti program pertukaran pelajar di China.
Sementara Yuke, membuat plastik dengan cara mengumpulkan kulit udang terlebih dulu, lalu diblender, dicampur dengan bahan kimia tertentu yang disebut ramah lingkungan, kemudian dikeringkan. Setelah menjadi serbuk, bahan-bahan tadi dicampur dengan pati onggok yang terbuat dari pohon aren.
"Lalu dicampur jadi larutan, terus dimasukkan ke cetakan dan ditunggu satu hari," imbuhnya sambil menunjukkan cara pembuatannya di lab sekolah.
Siswi kelas 12 tersebut mengklaim, butuh 2 kantong kulit udang untuk membuat satu kantong kresek ukuran belanja. Namun karena bahannya yang tidak tahan basah, plastik buatannya untuk sementara hanya bisa dipakai membawa barang-barang kering.
"Kalau misalnya untuk yang kena air, plastik ini ngga bisa, karena akan berubah bentuk gitu, meskipun entar balik lagi ke bentuk awal, berarti nggak safe kan? Jadi plastik ini lebih untuk makanan kering," ceritanya.
Yang terpenting dari penelitian Yuke adalah kemampuan plastik berbahan kulit udang untuk mudah terurai di dalam tanah. Bila plastik biasa butuh puluhan bahkan ratusan tahun, plastik bikinannya sudah terurai 45 hari di tanah humus dan tanah merah 60 hari.
"Jadi nge-save bertahun-tahun untuk degradasi plastik," imbuhnya.
Wujud Plastik dari Kulit Udang Bikinan Yuke Siswi SMA
dok. pribadi Yuke
Tidak sulit untuk mencari bahan-bahan ramah lingkungan di sekitar kita. Kulit udang bila diolah dengan benar, bisa menjadi plastik pengganti plastik berbahaya yang selama ini beredar luas. Begini wujudnya.
Siswi SMA Kharisma Bangsa Ciputat, Tangsel, Yuke Fadhlillah Kirana membuat plastik dari kulit udang karena tergerak dengan permasalahan sampah di Indonesia. Lewat informasi dari jurnal ilmiah, bimbingan dari dosen Institut Teknologi Indonesia dan pengembangan saat pertukaran pelajar di China, plastik kulit udang karya Yuke langsung dikenal publik.
Dari foto yang dikirim ke detikcom, terlihat plastik Yuke seperti pada umumnya. Warnanya bening dan tipis. Menurutnya, plastik tersebut belum bisa tahan terhadap air. Jadi untuk sementara digunakan untuk membawa benda-benda kering. Namun dia akan terus mengembangkannya agar bisa dipakai untuk semua barang.
"Satu kresek plastik itu dibuat dari dua kantong kulit udang," kata Yuke saat berbincang dengan detikcom di sekolahnya akhir pekan lalu.
Bahan plastik tersebut memang didominasi kulit udang. Namun dia juga mencampurkan bahan lain seperti pati onggok, air dan bahan kimia PVA (polyvinyl alcohol) yang diklaim masih ramah lingkungan.
Penelitian dimulai sejak Agustus 2013 sampai Januari 2014. Setelah itu, riset disempurnakan di Institut Teknologi Indonesia (ITI) dan dikembangkan saat Yuke mengikuti program pertukaran pelajar di China.
"Kulit udang itu mengandung bahan polimer, namanya zat kitin, kayak di udang, di kepiting, kulitnya namanya kitin, kitin itu punya polimer alami. Kalau plastik itu polimer sintesis," terang Yuke.
Riset soal kulit udang untuk plastik pernah juga dibahas oleh para peneliti Biologi di Institut Wyss Harvard, Amerika Serikat, pada tahun 2014 lalu. Mereka menyebut zat yang terkandung di kulit udang bernama chitosan, berasal dari kitin. Para peneliti bisa membuat gelas plastik dari 200 gram kulit udang.
Plastik kulit udang buatan Yuke bisa diurai dalam waktu 46 hari di tanah humus dan 60 hari di tanah merah. Sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan plastik yang beredar saat ini, yang butuh waktu puluhan tahun untuk terurai.
"Kalau di dalam tanah pasti hancur, karena ada bakteri segala macam, tapi kalau di udara, warnanya mungkin berubah, tapi kualitasnya nggak," ucapnya.
Temuan Yuke sempat mendapat penghargaan di China dalam urusan lingkungan. Plastik tersebut juga telah diuji ketahanannya di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), hasilnya menunjukkan bahwa plastik tersebut mampu membawa delapan air mineral dalam kemasan sekaligus.
Plastik dari Kulit Udang dan Revolusi Belanja di Supermarket
Agung Pambudhy
Sampah plastik jadi momok menakutkan bagi lingkungan. Sejumlah penelitian sudah memastikan, bahan tersebut sangat sulit diurai dalam waktu singkat. Perlu ada revolusi di masyarakat tentang cara belanja menggunakan bahan ramah lingkungan.
Data dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Indonesia adalah negara kedua penghasil sampah plastik terbanyak di dunia setelah China. Setiap tahunnya, kota-kota di dunia menghasilkan sampah hingga 1,3 miliar ton. Bank Dunia memprediksi, pada tahun 2025, jumlah tersebut akan bertambah hingga 2,2 miliar ton.
Fakta sampah di Indonesia, tercatat ada 10,95 juta lembar sampah kantong plastik dari 100 toko/gerai selama setahun. Bila dikonversi dengan luasan lahan, 10,95 juta lembar sampah kantong plastik yang berarti sama dengan area 65,7 hektar atau sekitar 60 kali luas lapangan sepakbola. Sampah plastik sebanyak itu baru bisa terurai setelah 50-100 tahun.
Karena itu, pemerintah membuat penerapan aturan kantong plastik berbayar di 23 kota di Indonesia. Diharapkan, perilaku masyarakat bisa lebih bijak dalam penggunaan kantong plastik dan pengelolaan sampah. Bila gerakan ini berjalan baik, maka tahun 2020 Indonesia ditargetkan bebas dari sampah.
Melihat fenomena ini, seorang siswi SMA bernama Yuke Fadhlillah Kirana pun tergerak. Saat program penelitian ilmiah di sekolah, dia membuat sebuah plastik berbahan dasar kulit udang yang diklaim ramah lingkungan. Bila dibandingkan dengan plastik biasa, kantong plastik bikinan Yuke bisa lebih cepat terurai di dalam tanah.
"Kalau di tanah humus bisa 46 hari. Kalau di tanah merah bisa 60 hari terurainya," kata Yuke saat berbincang dengan detikcom di sekolahnya akhir pekan lalu.
Yuke mengatakan, produknya masih butuh beberapa penyempurnaan. Terutama terkait ketahanannya terhadap air. Sejauh ini, kantong plastiknya baru bisa membawa makanan kering dan saat diteliti di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), plastik tersebut mampu membawa delapan air mineral dalam kemasan sekaligus.
Biaya produksi kantong plastik tersebut juga tidak mahal karena berasal dari limbah. Di pasar tradisional, Yuke bisa mendapatkannya dengan mudah.
Karena itu, dia yakin produk ciptaannya bisa membantu program pemerintah dalam pengurangan produksi plastik yang berbahaya bagi lingkungan. Selain membawa sendiri kantong belanja, Yuke menyarankan penggunaan produk plastik ramah lingkungan.
"Kalau belanja tanpa plastik, sebenernya mau upaya apa juga, nggak bisa langsung jadi masalah selesai gitu, tapi bisa berkurang. Jadi upaya belanja tanpa plastik nggak bisa langsung nyelesain masalah, tapi bisa jadi titik acuan. Ini harusnya gimana (ke depannya). Jadi aku mau coba kembangin lagi plastiknya supaya tahan air," urainya.
"Masyarakat biar peduli deh sama plastik, jadi nggak cuma bikin public awareness tapi bikin action-nya juga," sambung anak pertama dari tiga bersaudara tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.