♙Transportasi Massal Masa Depan Made in Subang Metro Kapsul (dok. PT Trekka) ♙
PT Teknik Rekayasa Kereta Kapsul (Trekka), pada Mei 2016 akan memperkenalkan moda transportasi massal berbasis kereta bernama Metro Kapsul. Metro Kapsul sendiri sebetulnya pernah dipresentasikan kepada Joko Widodo, saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta pada 2014 silam.
Direktur Operasi Trekka, Leonnardo Feneri, mengungkapkan, pihaknya saat ini tengah menyelesaikan tahap produksi Metro Kapsul sekaligus treknya sebelum ditawarkan pada pemerintah pusat, dan sejumlah kepala daerah sebagai moda transportasi publik masa depan.
"Saat Pak Jokowi berkunjung ke pabrik kita di Subang pada April 2014 saat masih Gubernur Jakarta itu masih mock up (tampilan). Sekarang kita kebut pengerjaan untuk 2 kapsul sebagai pengujian sekaligus track-nya," kata Leonnardo ditemui di Restoran Ramen Sanpachi, Jakarta Selatan, Kamis (4/2/2016).
Menurutnya, pihaknya saat ini telah menggelontorkan investasi Rp 20 miliar demi keberhasilan pengembangan transportasi massal tersebut.
"Kita jual teknologi dan konsepnya, saat kita presentasikan ke Jokowi dulu kan masih prototype, tapi pemerintah nggak mau beli barang yang belum terjamin dengan pakai uang rakyat. Kita ingin yakinkan bahwa kita anak bangsa sendiri bisa membuat transportasi publik sendiri," jelas Leonnardo.
Dia mengungkapkan, semua pengembangan dikerjakan oleh insinyur dalam negeri dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Selain itu, konten lokal pada Metro Kapsul sudah mencapai 90%.
"Semua hampir pakai konten lokal, hanya motor dan line listrik saja yang masih harus dibuat di luar negeri," ujar Leonnardo.
Pihaknya terus mengebut pengerjaan rel dan kapsulnya. Purwarupa track beton yang sudah dibangun saat ini di Subang memiliki panjang 290 meter dengan 2 unit kapsul.
Lebih jauh, Metro Kapsul merupakan transportasi publik berbentuk kapsul yang berjalan di atas track khusus dari beton dengan roda ban karet, namun digerakkan dengan tenaga listrik seperti halnya kereta commuter.
Track khusus tersebut umumnya dibuat melayang (elevated) dengan ketinggian 6 meter di atas tanah atau lebih tinggi yang disesuaikan.
Track dibuat untuk 2 arah dengan masing-masing lebar track 2,2 meter, sementara diameter tiang berdiameter 1 meter di setiap jarak 25 meter.
Dengan lebar kapsul 2,2 meter dan panjang 9 meter, kereta made in Subang ini sendiri bisa mengangkut 50 penumpang sekali jalan. Dalam sekali perjalanan, satu setidaknya ada 4-5 metro kapsul yang berjalan beriringan sehingga bisa mengangkut setidaknya 200-250 penumpang.
"Itu bisa disesuaikan jumlah kapsulnya. Bisa 10 kapsul sekali perjalanan. Kapsul-kapsul tersebut berjalan terpisah tanpa menyambung," tutup Leonnardo. (feb/feb)
Wujud Metro Kapsul Made in Subang
Pengembang transportasi publik Metro Kapsul, PT Teknik Rekayasa Kereta Kapsul (Trekka), menargetkan bisa merampungkan pembangunan 2 unit kapsul dan treknya, sebelum ditawarkan ke pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) pada Mei mendatang.
Direktur Operasi Trekka, Leonnardo Feneri mengungkapkan, Metro Kapsul seperti bus dengan 8 roda namun digerakkan dengan listrik dengan trek khusus di atas beton layang (elevated) di ketinggian 6 meter. Sementara tenaga penggeraknya adalah listrik seperti halnya kereta commuter.
Track dibuat untuk 2 arah dengan masing-masing lebar track 2,2 meter, sementara tiang berdiameter 1 meter dibangun setiap jarak 25 meter. Di kedua track, dipisahkan jarak selebar 80 cm.
Dengan lebar kapsul 2,2 meter dan panjang 9 meter, satu kapsul made in Subang ini sendiri bisa mengangkut 50 penumpang sekali jalan. Dalam sekali perjalanan, satu setidaknya ada 4-5 Metro Kapsul yang berjalan beriringan sehingga bisa mengangkut setidaknya 200-250 penumpang.
"Metro Kapsul dibuat sebagai angkutan terintegrasi dengan busway, MRT, LRT, dan sebagainya. Jadi ini bisa jadi pelengkap transportasi yang sudah ada. Bisa saja satu rangkaian 10 kapsul sehingga penumpang terangkut lebih banyak," kata Leonnardo ditemui di Restoran Ramen Sanpachi, Jakarta Selatan, Kamis (4/2/2016).
Dia mengungkapkan, Metro Kapsul dikembangkan para insinyur dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dari pabrik di Subang, Jawa Barat.
"Hampir semua bagian dari program pengujian ini dibuat dari komponen lokal hingga 90%. Hanya motor listrik, kompresor, dan sensor saja yang harus dibuat di luar. Dikembangkan sejak 2007," jelasnya.
Lebih jauh, menurut Leonnardo, Metro Kapsul berjalan dengan kecepatan normal 40 km per jam dengan kecepatan maksimum hingga 80 km per jam. Metro Kapsul ini direncanakan berhenti pada setiap halte dengan jarak antar halte sejauh 1 km.
Diklaim Lebih Unggul Dibandingkan MRT dan LRT
Setelah lama 'menghilang' pasca diperkenalkan pertama kali pada April 2014, tepatnya saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat Gubernur DKI Jakarta, Metro Kapsul ditargetkan akan uji prototipe pada Mei mendatang. Direktur Operasi PT Teknik Rekayasa Kereta Kapsul (Trekka), Leonnardo Feneri mengungkapkan, Metro Kapsul memiliki sejumlah keunggulan dibanding transportasi publik lainnya seperti Light Rail Transit (LRT), Mass Rapid Transit (MRT), hingga bus Trans Jakarta.
"Pertama biaya pembangunannya lebih murah dibanding transportasi massal lainnya. Hal ini karena Metro Kapsul lebih ringan dengan berat hanya 5 ton per kapsul, sehingga hanya butuh tiang penyangga dengan diameter 1 meter," terang Leonnardo ditemui di Restoran Ramen Sanpachi, Jakarta Selatan, Kamis (4/2/2016).
Menurutnya, sesuai perhitungan biaya konstruksi dan desain awal, biaya pembangunan Metro Kapsul maksimal diperkirakan Rp 200 miliar per kilometer. Selain lintasan melayang (elevated) dari beton, investasi tersebut sudah mencakup 5 unit Metro Kapsul sekaligus halte pemberhentiannya yang memang dibangun setiap 1 kilometer.
"Untuk setiap 1 kilometer, biaya pembangunan MRT sebesar Rp 900 miliar, LRT menelan biaya 500 miliar, sementara Metro Kapsul Rp 200 miliar," ungkap Leonnardo.
Biaya konstruksi yang lebih murah ini karena Metro Kapsul yang lebih ringan, sehingga hanya perlu tiang diameter 1 meter untuk dua lintasan dua arah selebar masing-masing 2,2 meter.
"Kalau diameter LRT saja tiangnya 2x2 meter dengan beton tanpa rongga. Kita satu meter dengan rongga. Sehingga ini membuat lahan yang dipakai sangat efisien, bisa ditempatkan di trotoar atau tengah jalan. Jarak antar tiang 25 meter," paparnya.
Selain efisien dari sisi konsumsi lahan dan biaya konstruksi, daya tampung penumpang yang bisa diangkut bisa mencapai 19.000 orang per jam. Sementara pesaing terdekatnya, LRT, menampung 16.000 orang per jam.
"Itu asumsi jika dibandingkan dengan LRT, dengan jumlah kapsul 10 unit. Satu unit menampung 50 penumpang, dan head way 1,5 menit," tutur Leonnardo.
Saat ini pihaknya baru menyelesaikan 2 unit kapsul dan jalurnya sebagai prototipe sebelum ditawarkan pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk transportasi massalnya.
"Kita jual teknologi dan konsepnya, saat kita presentasikan ke Jokowi dulu kan masih prototipe, pemerintah nggak mau beli barang yang belum terjamin dengan pakai uang rakyat. Kita ingin yakinkan bahwa kita anak bangsa sendiri bisa membuat transportasi publik sendiri," jelas Leonnardo. (hns/hns)
Dilirik 5 Daerah
Pengembang transportasi publik Metro Kapsul, PT Teknik Rekayasa Kereta Kapsul (Trekka), menargetkan bisa merampungkan pembangunan 2 unit kapsul dan treknya, sebelum ditawarkan ke pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) pada Mei mendatang.
Direktur Operasi Trekka, Leonnardo Feneri mengungkapkan, produk rancangannya sudah mulai dilirik oleh 5 pemerintah daerah (Pemda).
"Kita sudah presentasikan pada Pemda Jakarta, Makassar, Surabaya, Bandung, dan Badan Otorita Batam. Dan masing-masing sudah menyatakan tertarik untuk dipakai sebagai moda transportasi publiknya," jelas Leonnardo ditemui di Restoran Ramen Sanpachi, Jakarta Selatan, Kamis (4/2/2016).
Lebih jauh, lanjut Leonnardo, menyebut pihaknya sudah menggelontorkan Rp 20 miliar untuk pengembangan Metro Kapsul. Pihaknya menargetkan 2 Metro Kapsul beserta treknya di Pabriknya, di Subang, bisa selesai pada Mei mendatang. Setelah itu, baru pihaknya akan memproduksi secara massal kapsul Metro Kapsul.
"Kita jual teknologi dan konsepnya, saat kita presentasikan ke Jokowi dulu kan masih prototipe, pemerintah nggak mau beli barang yang belum terjamin dengan pakai uang rakyat. Kita ingin yakinkan bahwa kita anak bangsa sendiri bisa membuat transportasi publik sendiri," jelasnya.
Menurut Leonnardo, untuk Jakarta, pihaknya menawarkan pembangunan trase Metro Kapsul untuk angkutan di jalan-jalan besar yang saat ini belum dilayani oleh Bus Trans Jakarta.
"Ini bisa diintegrasikan, ini hanya memakan lahan satu meter saja untuk bangun tiang, tanpa macet karena punya jalur layang khusus. Kalau disetujui, Kita ingin koridor seperti dari Cawang, Tebet, Karet, Mampang, Pejompongan, hingga tembus ke Grogol. Itu kan belum terlayani Bus Trans Jakarta," ujarnya.
Dioperasikan Tanpa Masinis
Transportasi publik masa depan, Metro Kapsul, siap diperkenalkan pada Mei 2016 oleh pengembangnya, PT Teknik Rekayasa Kereta Kapsul (Trekka) di Subang, Jawa Barat. Ini dilakukan setelah perusahaan merampungkan 2 unit Metro Kapsul beserta treknya.Direktur Operasi Trekka, Leonnardo Feneri mengungkapkan, Metro Kapsul dikembangkan sebagai transportasi seperti bus, namun berjalan beriringan seperti rangkaian kereta hingga maksimal 10 kapsul, dengan setiap kapsul mampu mengangkut 50 penumpang.
Namun, Metro Kapsul memiliki teknologi yang bisa berjalan tanpa masinis karena dikendalikan dari pusat kontrol.
"Metro Kapsul dibuat tanpa masinis, jadi dikendalikan oleh pusat kontrol. Semuanya dibuat otomatis, termasuk pengaturan kecepatan, hingga head way," kata Leonnardo ditemui di Restoran Ramen Sanpachi, Jakarta Selatan, Kamis (4/2/2016).
Dia menjelaskan, meski berjalan dalam rangkaian, Metro Kapsul ini tidak saling tersambung antar kapsul. Setiap unit kapsul dilengkapi dengan 3 sensor sehingga bisa menjaga jarak untuk menghindari tabrakan, baik saat berjalan maupun saat berhenti di halte.
"Saat berjalan sensor tersebut akan menjaga jarak antar kapsul 30-40 meter saat berjalan beriringan, sementara saat berhenti di halte jarak antar kapsul menjadi 10 centimeter (cm). Sementara kereta kapsul saat beroperasi bisa melesat hingga 80 kilometer per jam," ujar Leonnardo.
Dia menuturkan, sebenarnya angkutan publik dengan konsep Metro Kapsul dengan roda ban karet yang berjalan di atas trek beton yang digerakkan listrik sudah ada di beberapa negara, seperti Malaysia, Perancis, Singapura. (feb/feb)
PT Teknik Rekayasa Kereta Kapsul (Trekka), pada Mei 2016 akan memperkenalkan moda transportasi massal berbasis kereta bernama Metro Kapsul. Metro Kapsul sendiri sebetulnya pernah dipresentasikan kepada Joko Widodo, saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta pada 2014 silam.
Direktur Operasi Trekka, Leonnardo Feneri, mengungkapkan, pihaknya saat ini tengah menyelesaikan tahap produksi Metro Kapsul sekaligus treknya sebelum ditawarkan pada pemerintah pusat, dan sejumlah kepala daerah sebagai moda transportasi publik masa depan.
"Saat Pak Jokowi berkunjung ke pabrik kita di Subang pada April 2014 saat masih Gubernur Jakarta itu masih mock up (tampilan). Sekarang kita kebut pengerjaan untuk 2 kapsul sebagai pengujian sekaligus track-nya," kata Leonnardo ditemui di Restoran Ramen Sanpachi, Jakarta Selatan, Kamis (4/2/2016).
Menurutnya, pihaknya saat ini telah menggelontorkan investasi Rp 20 miliar demi keberhasilan pengembangan transportasi massal tersebut.
"Kita jual teknologi dan konsepnya, saat kita presentasikan ke Jokowi dulu kan masih prototype, tapi pemerintah nggak mau beli barang yang belum terjamin dengan pakai uang rakyat. Kita ingin yakinkan bahwa kita anak bangsa sendiri bisa membuat transportasi publik sendiri," jelas Leonnardo.
Dia mengungkapkan, semua pengembangan dikerjakan oleh insinyur dalam negeri dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Selain itu, konten lokal pada Metro Kapsul sudah mencapai 90%.
"Semua hampir pakai konten lokal, hanya motor dan line listrik saja yang masih harus dibuat di luar negeri," ujar Leonnardo.
Pihaknya terus mengebut pengerjaan rel dan kapsulnya. Purwarupa track beton yang sudah dibangun saat ini di Subang memiliki panjang 290 meter dengan 2 unit kapsul.
Lebih jauh, Metro Kapsul merupakan transportasi publik berbentuk kapsul yang berjalan di atas track khusus dari beton dengan roda ban karet, namun digerakkan dengan tenaga listrik seperti halnya kereta commuter.
Track khusus tersebut umumnya dibuat melayang (elevated) dengan ketinggian 6 meter di atas tanah atau lebih tinggi yang disesuaikan.
Track dibuat untuk 2 arah dengan masing-masing lebar track 2,2 meter, sementara diameter tiang berdiameter 1 meter di setiap jarak 25 meter.
Dengan lebar kapsul 2,2 meter dan panjang 9 meter, kereta made in Subang ini sendiri bisa mengangkut 50 penumpang sekali jalan. Dalam sekali perjalanan, satu setidaknya ada 4-5 metro kapsul yang berjalan beriringan sehingga bisa mengangkut setidaknya 200-250 penumpang.
"Itu bisa disesuaikan jumlah kapsulnya. Bisa 10 kapsul sekali perjalanan. Kapsul-kapsul tersebut berjalan terpisah tanpa menyambung," tutup Leonnardo. (feb/feb)
Wujud Metro Kapsul Made in Subang
Pengembang transportasi publik Metro Kapsul, PT Teknik Rekayasa Kereta Kapsul (Trekka), menargetkan bisa merampungkan pembangunan 2 unit kapsul dan treknya, sebelum ditawarkan ke pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) pada Mei mendatang.
Direktur Operasi Trekka, Leonnardo Feneri mengungkapkan, Metro Kapsul seperti bus dengan 8 roda namun digerakkan dengan listrik dengan trek khusus di atas beton layang (elevated) di ketinggian 6 meter. Sementara tenaga penggeraknya adalah listrik seperti halnya kereta commuter.
Track dibuat untuk 2 arah dengan masing-masing lebar track 2,2 meter, sementara tiang berdiameter 1 meter dibangun setiap jarak 25 meter. Di kedua track, dipisahkan jarak selebar 80 cm.
Dengan lebar kapsul 2,2 meter dan panjang 9 meter, satu kapsul made in Subang ini sendiri bisa mengangkut 50 penumpang sekali jalan. Dalam sekali perjalanan, satu setidaknya ada 4-5 Metro Kapsul yang berjalan beriringan sehingga bisa mengangkut setidaknya 200-250 penumpang.
"Metro Kapsul dibuat sebagai angkutan terintegrasi dengan busway, MRT, LRT, dan sebagainya. Jadi ini bisa jadi pelengkap transportasi yang sudah ada. Bisa saja satu rangkaian 10 kapsul sehingga penumpang terangkut lebih banyak," kata Leonnardo ditemui di Restoran Ramen Sanpachi, Jakarta Selatan, Kamis (4/2/2016).
Dia mengungkapkan, Metro Kapsul dikembangkan para insinyur dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dari pabrik di Subang, Jawa Barat.
"Hampir semua bagian dari program pengujian ini dibuat dari komponen lokal hingga 90%. Hanya motor listrik, kompresor, dan sensor saja yang harus dibuat di luar. Dikembangkan sejak 2007," jelasnya.
Lebih jauh, menurut Leonnardo, Metro Kapsul berjalan dengan kecepatan normal 40 km per jam dengan kecepatan maksimum hingga 80 km per jam. Metro Kapsul ini direncanakan berhenti pada setiap halte dengan jarak antar halte sejauh 1 km.
Diklaim Lebih Unggul Dibandingkan MRT dan LRT
Setelah lama 'menghilang' pasca diperkenalkan pertama kali pada April 2014, tepatnya saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat Gubernur DKI Jakarta, Metro Kapsul ditargetkan akan uji prototipe pada Mei mendatang. Direktur Operasi PT Teknik Rekayasa Kereta Kapsul (Trekka), Leonnardo Feneri mengungkapkan, Metro Kapsul memiliki sejumlah keunggulan dibanding transportasi publik lainnya seperti Light Rail Transit (LRT), Mass Rapid Transit (MRT), hingga bus Trans Jakarta.
"Pertama biaya pembangunannya lebih murah dibanding transportasi massal lainnya. Hal ini karena Metro Kapsul lebih ringan dengan berat hanya 5 ton per kapsul, sehingga hanya butuh tiang penyangga dengan diameter 1 meter," terang Leonnardo ditemui di Restoran Ramen Sanpachi, Jakarta Selatan, Kamis (4/2/2016).
Menurutnya, sesuai perhitungan biaya konstruksi dan desain awal, biaya pembangunan Metro Kapsul maksimal diperkirakan Rp 200 miliar per kilometer. Selain lintasan melayang (elevated) dari beton, investasi tersebut sudah mencakup 5 unit Metro Kapsul sekaligus halte pemberhentiannya yang memang dibangun setiap 1 kilometer.
"Untuk setiap 1 kilometer, biaya pembangunan MRT sebesar Rp 900 miliar, LRT menelan biaya 500 miliar, sementara Metro Kapsul Rp 200 miliar," ungkap Leonnardo.
Biaya konstruksi yang lebih murah ini karena Metro Kapsul yang lebih ringan, sehingga hanya perlu tiang diameter 1 meter untuk dua lintasan dua arah selebar masing-masing 2,2 meter.
"Kalau diameter LRT saja tiangnya 2x2 meter dengan beton tanpa rongga. Kita satu meter dengan rongga. Sehingga ini membuat lahan yang dipakai sangat efisien, bisa ditempatkan di trotoar atau tengah jalan. Jarak antar tiang 25 meter," paparnya.
Selain efisien dari sisi konsumsi lahan dan biaya konstruksi, daya tampung penumpang yang bisa diangkut bisa mencapai 19.000 orang per jam. Sementara pesaing terdekatnya, LRT, menampung 16.000 orang per jam.
"Itu asumsi jika dibandingkan dengan LRT, dengan jumlah kapsul 10 unit. Satu unit menampung 50 penumpang, dan head way 1,5 menit," tutur Leonnardo.
Saat ini pihaknya baru menyelesaikan 2 unit kapsul dan jalurnya sebagai prototipe sebelum ditawarkan pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk transportasi massalnya.
"Kita jual teknologi dan konsepnya, saat kita presentasikan ke Jokowi dulu kan masih prototipe, pemerintah nggak mau beli barang yang belum terjamin dengan pakai uang rakyat. Kita ingin yakinkan bahwa kita anak bangsa sendiri bisa membuat transportasi publik sendiri," jelas Leonnardo. (hns/hns)
Dilirik 5 Daerah
Pengembang transportasi publik Metro Kapsul, PT Teknik Rekayasa Kereta Kapsul (Trekka), menargetkan bisa merampungkan pembangunan 2 unit kapsul dan treknya, sebelum ditawarkan ke pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) pada Mei mendatang.
Direktur Operasi Trekka, Leonnardo Feneri mengungkapkan, produk rancangannya sudah mulai dilirik oleh 5 pemerintah daerah (Pemda).
"Kita sudah presentasikan pada Pemda Jakarta, Makassar, Surabaya, Bandung, dan Badan Otorita Batam. Dan masing-masing sudah menyatakan tertarik untuk dipakai sebagai moda transportasi publiknya," jelas Leonnardo ditemui di Restoran Ramen Sanpachi, Jakarta Selatan, Kamis (4/2/2016).
Lebih jauh, lanjut Leonnardo, menyebut pihaknya sudah menggelontorkan Rp 20 miliar untuk pengembangan Metro Kapsul. Pihaknya menargetkan 2 Metro Kapsul beserta treknya di Pabriknya, di Subang, bisa selesai pada Mei mendatang. Setelah itu, baru pihaknya akan memproduksi secara massal kapsul Metro Kapsul.
"Kita jual teknologi dan konsepnya, saat kita presentasikan ke Jokowi dulu kan masih prototipe, pemerintah nggak mau beli barang yang belum terjamin dengan pakai uang rakyat. Kita ingin yakinkan bahwa kita anak bangsa sendiri bisa membuat transportasi publik sendiri," jelasnya.
Menurut Leonnardo, untuk Jakarta, pihaknya menawarkan pembangunan trase Metro Kapsul untuk angkutan di jalan-jalan besar yang saat ini belum dilayani oleh Bus Trans Jakarta.
"Ini bisa diintegrasikan, ini hanya memakan lahan satu meter saja untuk bangun tiang, tanpa macet karena punya jalur layang khusus. Kalau disetujui, Kita ingin koridor seperti dari Cawang, Tebet, Karet, Mampang, Pejompongan, hingga tembus ke Grogol. Itu kan belum terlayani Bus Trans Jakarta," ujarnya.
Dioperasikan Tanpa Masinis
Transportasi publik masa depan, Metro Kapsul, siap diperkenalkan pada Mei 2016 oleh pengembangnya, PT Teknik Rekayasa Kereta Kapsul (Trekka) di Subang, Jawa Barat. Ini dilakukan setelah perusahaan merampungkan 2 unit Metro Kapsul beserta treknya.Direktur Operasi Trekka, Leonnardo Feneri mengungkapkan, Metro Kapsul dikembangkan sebagai transportasi seperti bus, namun berjalan beriringan seperti rangkaian kereta hingga maksimal 10 kapsul, dengan setiap kapsul mampu mengangkut 50 penumpang.
Namun, Metro Kapsul memiliki teknologi yang bisa berjalan tanpa masinis karena dikendalikan dari pusat kontrol.
"Metro Kapsul dibuat tanpa masinis, jadi dikendalikan oleh pusat kontrol. Semuanya dibuat otomatis, termasuk pengaturan kecepatan, hingga head way," kata Leonnardo ditemui di Restoran Ramen Sanpachi, Jakarta Selatan, Kamis (4/2/2016).
Dia menjelaskan, meski berjalan dalam rangkaian, Metro Kapsul ini tidak saling tersambung antar kapsul. Setiap unit kapsul dilengkapi dengan 3 sensor sehingga bisa menjaga jarak untuk menghindari tabrakan, baik saat berjalan maupun saat berhenti di halte.
"Saat berjalan sensor tersebut akan menjaga jarak antar kapsul 30-40 meter saat berjalan beriringan, sementara saat berhenti di halte jarak antar kapsul menjadi 10 centimeter (cm). Sementara kereta kapsul saat beroperasi bisa melesat hingga 80 kilometer per jam," ujar Leonnardo.
Dia menuturkan, sebenarnya angkutan publik dengan konsep Metro Kapsul dengan roda ban karet yang berjalan di atas trek beton yang digerakkan listrik sudah ada di beberapa negara, seperti Malaysia, Perancis, Singapura. (feb/feb)
♙ detik
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.