Peninjau melihat kolam reaktor riset nuklir di reaktor serbaguna G.A. Siwabessy milik Badan Tenaga Atom (BATAN), Puspiptek, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (23/4). Kawasan Nuklir Serpong merupakan kawasan pusat Litbangyasa iptek nuklir yang dibangun dengan tujuan untuk mendukung usaha pengembangan industri nuklir dan persiapan pembangunan serta pengoperasian PLTN di Indonesia. Foto: Investor Daily/ ANTARA/ BNPT/RN/ed/nz/13
YOGYAKARTA ☆ Pemerintah Indonesia sudah saatnya mulai berpikir tentang teknologi dan pengembangan nuklir untuk listrik, kata Kepala Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Deendarlianto.
"Energi nuklir sebagai alternatif harus tetap dilakukan karena sudah ada perintah undang-undang (UU)," katanya pada "Seminar on Understanding the Fukushima Nuclear Accident and Its Recovery Efforts" di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, energi nuklir telah memenuhi aspek ekonomis dan emisi, tetapi masih rendahnya aspek penerimaan masyarakat menjadikan proyek itu terhambat.
"Hal itu disebabkan masih minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah mengenai manfaat, risiko, dan penanganan bahaya pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN)," kata Deendarlianto.
Apalagi, kata dia, masyarakat selama ini cenderung hanya mengetahui kecelakaan reaktor yang terjadi pada masa lalu. Sejarah mencatat setidaknya ada tiga kecelakaan reaktor nuklir, yakni di Three Mile Island pada 1979, Chernobyl (1986), dan Fukushima (2011).
"Hal itu tentu telah menimbulkan pro dan kontra tentang kelayakan atau keamanan penggunaan PLTN di dunia, tidak terkecuali di Indonesia," katanya.
Deendarlianto mengatakan penggunaan nuklir sebagai sumber pasokan energi telah banyak diaplikasikan di negara-negara maju seperti Prancis, Jepang, dan Amerika Serikat.
"Negara-negara itu telah mampu memanfaatkan energi nuklir untuk kebutuhan listrik nasional mereka dengan proporsi masing-masing sebesar 77,68%, 27%, dan 19,86%," katanya.
Menurut dia, Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak saat ini masih bergantung dengan penggunaan energi fosil sebagai pemasok utama energi nasional.
Setiap tahun kebutuhan energi nasional meningkat seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk. Permasalahan kapasitas produksi energi yang menurun dan emisi pemanasan global menjadikan Indonesia berada di posisi defisit energi dan membutuhkan energi nonfosil.
"Dalam UU Energi terbaru disebutkan besarnya porsi energi terbarukan pada 2025 mencapai 25%, bahkan detil UU tersebut menyebut porsi nuklir sebesar lima persen. Hal itu berarti meskipun sebagai last option Indonesia mestinya memiliki rencana untuk itu," katanya.(ant/gor)
Keel Laying Kapal Frigate Merah Putih Ke-2
-
*⚓ PT PAL Indonesia Dukung Upaya Pemerintah Tingkatkan Pertahanan Nasional **USUNG
TEKNOLOGI MODERN: Tampil sebagai kapal perang canggih, Frigate Merah Pu...
14 jam yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.