Jakarta
☆ Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi didampingi wakil dari Indonesia Palm Oil Custommer Care, serta petani sawit dari Aceh dan Sumatera Utara, melakukan dialog industri kelapa sawit di Uni Eropa (UE). Pada dialog itu, Bayu sempat berdebat di Parlemen Eropa mengenai minyak sawit berkelanjutan (sustainable palm oil).
Hal itu dilakukan Bayu saat melakukan kunjungan kerja dua hari pada 17-18 Maret 2014 di Brussel, Belgia.
Dalam kesempatan itu, Bayu menegaskan, minyak sawit adalah komoditas utama dan penting bagi perekonomian Indonesia. Bayu juga menyampaikan kembali keseriusan dan komitmen penuh pemerintah Indonesia dalam menerapkan sustainable palm oil.
"Indonesia sudah memiliki Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yaitu suatu peraturan pemerintah yang wajib diberlakukan kepada industri dan petani sawit agar memproduksi minyak sawit Indonesia yang berkelanjutan melalui penerapan sertifikasi." kata Bayu dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/03/2014).
Menurut Bayu, melalui implementasi ISPO, pemerintah Indonesia menunjukkan dukungan akan pentingnya produksi minyak sawit yang berkelanjutan. Selain ISPO, ada lagi sistem sertifikasi lainnya seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang diterapkan sejak 2004.
Rencananya, pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan RSPO untuk menyusun kesesuaian standar yang dapat dijadikan acuan standar global mengenai minyak sawit berkelanjutan.
Konsumen minyak sawit utamanya di UE menginginkan minyak sawit yang berkelanjutan karena perkebunan kelapa sawit dituding sebagai penyebab utama dari deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan peningkatan emisi gas rumah kaca. Hal ini diperburuk pula dengan minimnya informasi yang tepat dan pengetahuan masyarakat akan manfaat minyak sawit bagi kesehatan.
"Kita harus dapat memberikan informasi yang akurat untuk menanggapi tudingan tersebut, sehingga kami menggulirkan gagasan perlunya Indonesia-UE melakukan joint research di Indonesia. Yang tidak kalah penting adalah memberikan pemahaman dan edukasi kepada industri dan konsumen minyak sawit. Kementerian Perdagangan akan bekerja sama dengan instansi terkait lainnya melaksanakan consumer campaign di negara-negara konsumen utama minyak sawit," imbuhnya.
Saat ini minyak sawit, khususnya dari Indonesia, mengalami tantangan di pasar UE. Minyak sawit tetap menjadi sorotan utama dikaitkan dengan isu keberlanjutan. Bila terus mendapatkan tolakan dari Uni Eropa, Bayu mengancam akan banyak menyerap sawit di dalam negeri.
"Kami tegaskan, rencana kebijakan biofuel di Indonesia yang akan memprioritaskan konsumsi minyak sawit sebagai biofuel di dalam negeri, apabila minyak sawit terus mendapatkan tantangan masuk ke pasar UE," katanya.
Untuk menanggapi perlakuan diskriminatif terhadap minyak sawit, Bayu mengusulkan agar dikembangkan tidak hanya sustainable palm oil, tetapi juga sustainable vegetable oil, bagi semua jenis minyak nabati termasuk rapeseed, minyak kedelai, minyak zaitun, minyak biji matahari, dan minyak nabati lainnya.
Usulan tersebut akan ditindaklanjuti pada pertemuan Working Group on Trade and Investment (WGTI) antara Indonesia dan Uni Eropa yang akan dipimpin oleh Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Iman Pambagyo, pada 20 Maret 2014 di Komisi Eropa. Indonesia akan kembali mengajak UE untuk memperkuat kerja sama melalui jalur government to government, government to business, dan business to business.
Sebanyak dua petani sawit dari Aceh dan Sumatera Utara yang berpartisipasi pun turut memberikan testimoni keberhasilannya meningkatkan taraf kehidupan sejak menjadi petani sawit. Hal ini memperoleh tanggapan positif dan membuktikan bahwa kelapa sawit dapat membantu mengentaskan kemiskinan.
Produk sawit Indonesia terus mendapatkan tekanan di luar negeri, khususnya di negara Eropa. Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Nus Nuzulia Ishak Kementerian Perdagangan mengungkapkan, ada 3 negara di Uni Eropa yang menyuarakan isu negatif tentang sawit Indonesia.
Umumnya suara negatif dilakukan oleh lembaga sosial masyarakat (LSM).
"Hanya dari NGO (Non Government Organization) yang melakukan kampanye hitam. Ada di Prancis tidak boleh menggunakan CPO dengan menggunakan label. Jadi kita maping juga di Brussel (Belgia) dan Roma (Italia)," ungkap Nus kepada detikFinance, Jumat (21/03/2014).
Nus menyebut, cara ketiga negara menyudutkan produk sawit Indonesia juga bermacam-macam. Dari mulai isu tidak ramah lingkungan sampai kesehatan.
"Kampanye anti sawit di Belgia banyak ditemukan di sektor makanan dengan menggunakan isu dampak negatif kesehatan, lingkungan hidup. Di beberapa supermarket banyak ditemukan beberapa produk yang menggunakan label anti sawit seperi No oil Palm, Zero Percent oil Palm dan Palm Oil Free," tuturnya.
"Lalu yang lainnya Prancis. Roma ada tekanan kampanye soal deforestasi dan lingkungan jadi sudah macam-macam isunya. Kemudian petaninya tidak sejahtera," imbuhnya.
Nus mengatakan, yang dituduhkan ketiga negara tersebut kepada sawit Indonesia tidak benar. Tuduhan ketiga negara itu lebih disebabkan karena perang dagang. Oleh sebab itu harus dilawan.
"Saya kira kita harus membangkitkan dan memberikan perspekif positif kepada pelaku usaha di luar negeri bahwa kita tidak melanggar HAM tidak melanggar apapun yang mereka tuduhkan. Makanya kita lakukan promosi dalam rangka membangun image. Kita harus counter (serang balik), ini perang dagang," cetusnya.(wij/dnl)
♞ detik
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.