Lindungi N 219, Menperin akan halangi impor pesawat sejenis
Bandung
☆ Menteri Perindustrian MS Hidayat mengaku sangat antusias dengan pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia yaitu N 219.
Pasalnya, pesawat buatan anak negeri tersebut sudah banyak menggunakan komponen dalam negeri.
Menurut Hidayat, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pesawat tersebut telah mencapai 40 persen. Angka ini akan terus meningkat hingga 60 persen dalam kurun waktu 5 tahun.
"Kami (Kementerian Perindustrian) antusias karena diawali TKDN 40 persen, nanti akan sampai 60 persen," kata Hidayat di kantor PT DI, Bandung, Jumat (7/3).
Menurut Hidayat, dengan tingginya kandungan komponen dalam negeri pihaknya bertanggung jawab untuk mengamankan N 219. Pesawat berkapasitas 19 tempat duduk ini akan dilindungi dari serbuan pesawat impor. Terutama yang juga berjenis twin otter, alias baling-baling ganda.
"Kita akan proteksi mereka dengan peraturan pemerintah, ini karena bisa di atas 40 persen. Bisa dengan dengan berbagai regulai seperti kita tidak akan memperlancar impor pesawat sejenis, saingannya twin otter," tegasnya.
Hidayat menyebut beberapa komponen sudah dibuat dalam negeri seperti spare part, ban dan sebagainya selain mesin. "Kami bertanggung jawab pada industri komponen. Semua komponen, spare part, ban," tutupnya.
Ciptakan Ratusan Industri Komponen Dalam Negeri
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengaku sangat mendukung program PT Dirgantara Indonesia dalam mengembangkan pesawat N 219.
Pesawat dua mesin dengan 19 seater (tempat duduk) tersebut akan menciptakan ratusan industri komponen dalam negeri.
Menurut Hidayat, tingkat komponen dalam negeri pesawat tersebut sudah mencapai 40 persen dan akan mencapai 60 persen dalam waktu 5 tahun. Dalam hitungan Hidayat, 40 persen komponen pesawat dalam negeri membutuhkan sekitar 30.000 komponen.
"Industri komponen pesawat akan ada ratusan, dan ini bagus di dalam negeri," ucap Hidayat di kantor PT DI, Bandung akhir pekan ini.
Hidayat menjamin kehidupan ratusan industri komponen pesawat terbang tersebut. Selain itu Hidayat juga berjanji akan membantu agar industri komponen tersebut memenuhi standardisasi dan sertifikasi yang ada.
"Kami akan menjamin industri komponen yang jumlahnya ratusan itu dan akan memenuhi kualitas standar. Membuat cluster industri," tegasnya.
Di tempat yang sama, Direktur Pengembangan Teknologi PT DI, Andi Alisjahbana mengatakan dengan proyek N 219 ini akan membuat industri komponen berkembang secara agresif. Saat ini PT DI sudah mempunyai beberapa industri komponen yang akan terus meningkat nantinya.
"Kalau kita mau agresif, berkembang dan itu bisnis kepercayaan juga bisa dipercaya (dunia internasional)."
Pembuatan pesawat N 219 serap banyak tenaga kerja
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana menyambut baik rencana pengembangan pesawat N 219 oleh PT Dirgantara Indonesia (PT DI).
Armida menilai proyek pembuatan pesawat ini akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang banyak.
Menurut Armida, penyerapan tenaga kerja tidak hanya terjadi di pabrik pembuatan pesawat, namun juga pada industri komponen pesawat. Apalagi, tingkat komponen dalam negeri N 219 sudah mencapai 40 persen.
"Tahap awal 40 persen konten lokal, naik ke 60 persen. Berkembang tak hanya ini, ada industri komponen di bawah itu dan ini labour intensif (penyerap tenaga kerja)," ucap Armida di kantor PT DI, Bandung, Jumat (7/3).
Selain itu Armida juga bangga dengan pengembangan pesawat tersebut karena menunjukkan pengembangan IPTEK dalam negeri. "Mendukung pembangunan pendalaman struktur industri. Tapi komponen juga," tegasnya.
Armida berjanji akan memberikan dukungan penuh pada pengembangan pesawat 2 mesin dengan 19 seater tersebut. Dukungan ini bisa dilihat dari pemberian alutsista pada pesawat pertahanan yang juga bekerjasama dengan PT DI.
"Kita dukung lewat alutsista ada pesawat kerjasama dengan AirBus, CN 295 Airbus Military. Bappenas, kita mendukung sifatnya membangun kemampuan industri kita. Kalau masalah jual nanti itu urusan perusahaan sendiri," tutupnya.
Tembus pasar dunia, N 219 siap disertifikasi internasional
Pesawat N 219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dipersiapkan untuk menembus pasar internasional.
Pesawat 2 mesin 19 seater (tempat duduk) tersebut diklaim mampu bersaing dengan pesawat sekelasnya yaitu twin otter.
Dibandingkan twin otter harga pesawat ini jauh lebih murah yaitu hanya USD 4,5 juta.
VP Commercial and Marketing PT DI, Arie Wibowo menyebut kemungkinan pesawat N 219 akan menembus pasar Australia dan Afrika. Kedua negara tersebut membutuhkan pesawat kecil dengan jam terbang sekitar 2 jam.
"Negara Eropa tidak mungkin pakai pesawat jenis ini. Secara geographic lebih mudah menggunakan jarak pendek seperti di Australia dan Afrika (daratannya luas)," ucap Arie di kantor PT DI, Bandung, Jumat (7/3).
Menurut Arie, pihak PT DI siap melakukan sertifikasi internasional atau sertifikasi yang mengikuti negara pembeli tersebut agar pesawat bisa terjual. Proses sertifikasi bisa dimulai setelah proses pembuatan prototype selesai pada akhir 2015 mendatang.
"Biaya sertifikasi tidak mahal, sebetulnya sertifikasi dari Indonesia saja sudah diakui dunia internasional. Sertifikasi Itu hanya harmonisasi tadi kalau mereka minta sertifikasi lagi," katanya.
Proses sertifikasi mengikuti permintaan negara pembeli ini bisa dilakukan setelah mereka memesan pesawat. "Apabila tidak ada pembelinya di sana kita tidak harus sertifikasi negara mereka. Jadi sesuai request (permintaan)."
Menurut Arie, negara yang biasa meminta sertifikasi khusus adalah Thailand. Sedangkan Australia hanya mengikuti standar sertifikasi internasional dari Eropa.
"Thailand satu satunya minta spesial bisa minta sertifikasi negara mereka, tapi kita bisa harmonisasi. Tapi sertifikasi kita sudah mengacu sertifikasi internasional," tutupnya.
♞ Merdeka
Pasalnya, pesawat buatan anak negeri tersebut sudah banyak menggunakan komponen dalam negeri.
Menurut Hidayat, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pesawat tersebut telah mencapai 40 persen. Angka ini akan terus meningkat hingga 60 persen dalam kurun waktu 5 tahun.
"Kami (Kementerian Perindustrian) antusias karena diawali TKDN 40 persen, nanti akan sampai 60 persen," kata Hidayat di kantor PT DI, Bandung, Jumat (7/3).
Menurut Hidayat, dengan tingginya kandungan komponen dalam negeri pihaknya bertanggung jawab untuk mengamankan N 219. Pesawat berkapasitas 19 tempat duduk ini akan dilindungi dari serbuan pesawat impor. Terutama yang juga berjenis twin otter, alias baling-baling ganda.
"Kita akan proteksi mereka dengan peraturan pemerintah, ini karena bisa di atas 40 persen. Bisa dengan dengan berbagai regulai seperti kita tidak akan memperlancar impor pesawat sejenis, saingannya twin otter," tegasnya.
Hidayat menyebut beberapa komponen sudah dibuat dalam negeri seperti spare part, ban dan sebagainya selain mesin. "Kami bertanggung jawab pada industri komponen. Semua komponen, spare part, ban," tutupnya.
Ciptakan Ratusan Industri Komponen Dalam Negeri
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengaku sangat mendukung program PT Dirgantara Indonesia dalam mengembangkan pesawat N 219.
Pesawat dua mesin dengan 19 seater (tempat duduk) tersebut akan menciptakan ratusan industri komponen dalam negeri.
Menurut Hidayat, tingkat komponen dalam negeri pesawat tersebut sudah mencapai 40 persen dan akan mencapai 60 persen dalam waktu 5 tahun. Dalam hitungan Hidayat, 40 persen komponen pesawat dalam negeri membutuhkan sekitar 30.000 komponen.
"Industri komponen pesawat akan ada ratusan, dan ini bagus di dalam negeri," ucap Hidayat di kantor PT DI, Bandung akhir pekan ini.
Hidayat menjamin kehidupan ratusan industri komponen pesawat terbang tersebut. Selain itu Hidayat juga berjanji akan membantu agar industri komponen tersebut memenuhi standardisasi dan sertifikasi yang ada.
"Kami akan menjamin industri komponen yang jumlahnya ratusan itu dan akan memenuhi kualitas standar. Membuat cluster industri," tegasnya.
Di tempat yang sama, Direktur Pengembangan Teknologi PT DI, Andi Alisjahbana mengatakan dengan proyek N 219 ini akan membuat industri komponen berkembang secara agresif. Saat ini PT DI sudah mempunyai beberapa industri komponen yang akan terus meningkat nantinya.
"Kalau kita mau agresif, berkembang dan itu bisnis kepercayaan juga bisa dipercaya (dunia internasional)."
Pembuatan pesawat N 219 serap banyak tenaga kerja
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana menyambut baik rencana pengembangan pesawat N 219 oleh PT Dirgantara Indonesia (PT DI).
Armida menilai proyek pembuatan pesawat ini akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang banyak.
Menurut Armida, penyerapan tenaga kerja tidak hanya terjadi di pabrik pembuatan pesawat, namun juga pada industri komponen pesawat. Apalagi, tingkat komponen dalam negeri N 219 sudah mencapai 40 persen.
"Tahap awal 40 persen konten lokal, naik ke 60 persen. Berkembang tak hanya ini, ada industri komponen di bawah itu dan ini labour intensif (penyerap tenaga kerja)," ucap Armida di kantor PT DI, Bandung, Jumat (7/3).
Selain itu Armida juga bangga dengan pengembangan pesawat tersebut karena menunjukkan pengembangan IPTEK dalam negeri. "Mendukung pembangunan pendalaman struktur industri. Tapi komponen juga," tegasnya.
Armida berjanji akan memberikan dukungan penuh pada pengembangan pesawat 2 mesin dengan 19 seater tersebut. Dukungan ini bisa dilihat dari pemberian alutsista pada pesawat pertahanan yang juga bekerjasama dengan PT DI.
"Kita dukung lewat alutsista ada pesawat kerjasama dengan AirBus, CN 295 Airbus Military. Bappenas, kita mendukung sifatnya membangun kemampuan industri kita. Kalau masalah jual nanti itu urusan perusahaan sendiri," tutupnya.
Tembus pasar dunia, N 219 siap disertifikasi internasional
Pesawat N 219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dipersiapkan untuk menembus pasar internasional.
Pesawat 2 mesin 19 seater (tempat duduk) tersebut diklaim mampu bersaing dengan pesawat sekelasnya yaitu twin otter.
Dibandingkan twin otter harga pesawat ini jauh lebih murah yaitu hanya USD 4,5 juta.
VP Commercial and Marketing PT DI, Arie Wibowo menyebut kemungkinan pesawat N 219 akan menembus pasar Australia dan Afrika. Kedua negara tersebut membutuhkan pesawat kecil dengan jam terbang sekitar 2 jam.
"Negara Eropa tidak mungkin pakai pesawat jenis ini. Secara geographic lebih mudah menggunakan jarak pendek seperti di Australia dan Afrika (daratannya luas)," ucap Arie di kantor PT DI, Bandung, Jumat (7/3).
Menurut Arie, pihak PT DI siap melakukan sertifikasi internasional atau sertifikasi yang mengikuti negara pembeli tersebut agar pesawat bisa terjual. Proses sertifikasi bisa dimulai setelah proses pembuatan prototype selesai pada akhir 2015 mendatang.
"Biaya sertifikasi tidak mahal, sebetulnya sertifikasi dari Indonesia saja sudah diakui dunia internasional. Sertifikasi Itu hanya harmonisasi tadi kalau mereka minta sertifikasi lagi," katanya.
Proses sertifikasi mengikuti permintaan negara pembeli ini bisa dilakukan setelah mereka memesan pesawat. "Apabila tidak ada pembelinya di sana kita tidak harus sertifikasi negara mereka. Jadi sesuai request (permintaan)."
Menurut Arie, negara yang biasa meminta sertifikasi khusus adalah Thailand. Sedangkan Australia hanya mengikuti standar sertifikasi internasional dari Eropa.
"Thailand satu satunya minta spesial bisa minta sertifikasi negara mereka, tapi kita bisa harmonisasi. Tapi sertifikasi kita sudah mengacu sertifikasi internasional," tutupnya.
♞ Merdeka
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.