Semenjak kasus Wildan, sang pengganti tampilan situs resmi presiden,
Presidensby.info, merebak, beberapa orang mulai mengaitkannya dengan
deretan hacker atau peretas top Indonesia zaman dahulu.
Memang, banyak pihak yang mengatakan bahwa ilmu Wildan masih belum bisa dikatakan pro, namun tidak sedikit pula yang mengatakan bahwa dia sudah tergolong pakar.
Memang, banyak pihak yang mengatakan bahwa ilmu Wildan masih belum bisa dikatakan pro, namun tidak sedikit pula yang mengatakan bahwa dia sudah tergolong pakar.
Terlepas dari pro atau tidaknya Wildan sebagai seorang hacker,
beberapa tahun lalu ada seorang peretas dari Indonesia yang berhasil
membuat banyak pihak tercengang. Dia bukan meretas bank atau toko online
atau sekadar situs milik presiden saja. Yang dia lakukan adalah
langsung meretas satelit.
Hacker satu ini bernama Jim Geovedi (Jim.Geovedi.com). Keahlian dia
dalam dunia peretasan menjadi pembicaraan banyak pihak, bahkan dia juga
pernah menjadi pembicara dalam pertemuan hacker internasional.
Memang aksi peretasan satelit ini bukan dilakukan atas dasar iseng atau sejenisnya. Jim melakukan hal tersebut karena pada tahun 2006 (BBC News - 2006) dia pernah menjadi pembicara atas isu keamanan satelit. Dari hal tersebut, Jim mencoba mempelajari sistem dan proses kerja satelit yang akhirnya dia dapat melakukannya. Tidak hanya dapat mengubah arahnya saja, Jim juga mampu menggeser satelit yang dia 'lumpuhkan' tersebut.
Archive.Cert.Uni-Stuttgart.de pernah mengulas bahwa Jim mendapatkan kemampuan hackernya ini tidak karena sekolah tinggi atau mempunyai gelar IT. Dia mempelajari sistem internet dan komputer secara otodidak dan pergaulannya yang luas dengan hacker-hacker dunia.
Setelah aksinya meretas satelit tersebut, pada bulan Januari 2009 silam (The Register - 2009), hasil penelitian atas kelemahan sistem satelit yang dia dapatkan dijadikan acuan salah satu topik pembicaraan dalam Black Hat Security Conference di Washington, D.C.
Uniknya, Jim tidak mau disebut sebagai pakar IT atau ahli. Dia lebih suka dianggap sebagai pengamat atau partisipan aktif saja. Sekarang ini, Jim menetap di London dan mendirikan perusahaan jasa layanan sekuritas teknologi informasi.
Tentunya, apabila pemerintah mau sedikit jeli, banyak ahli komputer dan IT di Indonesia ini yang mempunyai keahlian di atas rata-rata. Apabila mereka diberdayakan, maka teknologi IT di negara ini tidak akan kalah dengan negara lain.[das]
Cyberwar itu belum pernah ada
Walaupun menetap di luar negeri, namun Jim Geovedi nampaknya juga mengikuti apa yang sedang terjadi di Nusantara terutama aksi penyerangan ke situs-situs Australia.
Dalam account Twitter pribadinya, Jim menuliskan beberapa twit yang menyangkut masalah penyadapan serta serangan-serangan ke situs Australia dan definisi dari kata cyberwar itu sendiri.
Dikarenakan di Twitter hanya dibatasi 140 karakter saja, akhirnya melalui sebuah situs bernama Github Gits, Jim menjelaskan apa itu yang disebut cyberwar.
Menurutnya, cyberwar adalah suatu perang dalam rana cyber yang sebagai obyek penyerangan utama adalah sistem komputer. Walaupun hanya sistem komputer saja, namun sisi bahaya yang ditimbulkan dari perang ini juga sangat besar.
Contohnya, ketika hacker berhasil masuk ke sistem kendali di komputer pusat dan mengendalikan suatu senjata mematikan dari jarak jauh. Maka dapat dibayangkan berapa banyak yang akan menjadi korban.
Dalam penjelasannya kedua, sebuah cyberwar harus memiliki sifat instrumental atau dalam artian harus mempunyai tujuan. Dalam sebuah konfrontasi militer, salah satu pihak akan memaksa pihak lain untuk melakukan sesuatu yang tidak mereka inginkan.
Ketiga, sebuah cyberwar ini hanya dapat terjadi apabila pemimpin suatu negara baik itu presiden atau perdana menteri yang mendeklarasikannya.
Jadi walaupun ada banyak hacker yang menyerang suatu tempat, negara atau kelompok dan mengatasnamakan untuk kepentingan negara, belum dapat dikatakan sebagai cyberwar.
Menurutnya, sampai saat ini, belum ada satupun negara yang menyatakan secara resmi bahwa mereka telah mendeklarasikan sebuah cyberwar dengan pihak atau negara lain.
Bahkan, lanjutnya, belum ada para pelaku penyerangan melalui rana cyber (walaupun disponsori oleh negara) ke negara lain yang secara terang-terangan mengakui aksinya.
Jim Geovedi angkat bicara soal penggunaan kata "Cyberwar"
Sejak 2 minggu lalu, tensi antara Indonesia dan Australia baik di dunia nyata atau di alam cyber meningkat karena isu penyadapan. Banyak hacker yang memekikkan, "Cyberwar..." dan mulai menyerang situs-situs Negeri Kangguru tersebut.
Tidak hanya kelompok hacker baik yang sudah memiliki nama atau yang belum dan juga para peretas individu, mulai melancarkan serangan secara membabi-buta (pada awalnya) setelah tanggal dan waktu yang ditentukan untuk menyerang situs-situs Australia 'dibuka untuk umum.'
Banyak website umum yang tidak tahu apa-apa bertumbangan dengan deface atau juga serangan DDoS dari para hacker Indonesia. Untuk itu, Anonymous Australia mengatakan agar hacker Indonesia menghentikan serangan ke situs umum dan lebih fokus ke website pemerintahan.
Dari serangan-serangan yang dilakukan, tidak sedikit orang yang mengatakan hal tersebut adalah sebuah perang cyber atau cyberwar antara Indonesia dengan Australia.
Namun, salah seorang hacker handal dan yang namanya terkenal sampai tingkat dunia, Jim Geovedi, justru mengatakan bahwa banyak pihak yang kurang memahami dalam mempersepsikan arti dari cyber war itu sendiri.
Dia mengatakan dalam account Twitternya tertanggal 14 November lalu yaitu, cyberwar bukanlah sebuah perang yang nyata. Deklarasi dari perang cyber tersebut ditentukan oleh seorang pemimpin negara, bukan diputuskan oleh sekelompok anak-anak yang kurang jelas asal usulnya walaupun mereka bertindak mengatasnamakan negara.
Jim juga menjelaskan bahwa cyberwar itu sangat terkordinasi, secara sistematis akan menyerang komputer, jaringan komunikasi, database dan media.
Tentunya apa yang dikatakan Jim tersebut beralasan, karena tidak sedikit para hacker yang ikut merontokkan situs-situs Australia ini masih banyak yang berusia belasan dan hanya ingin show-off akan kemampuan mereka melakukan hacking dan defacing serta tidak tahu pasti apa yang dinamakan cyberwar dan apa maksud diberlakukannya cyberwar itu.
Sebuah contoh adalah ketika seorang pemilik account Twitter dari Indonesia yang mengancam pemilik account Twitter bernama @Op_Australia.
Dalam ancamannya, dia mengatakan bahwa Indonesia dan Australia sedang dalam posisi cyberwar dan dia beserta teman-temannya akan menghancurkan semua jaringan internet di Negeri Kangguru tersebut.
Sang pemilik account Twitter dari Indonesia tersebut mencoba berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris yang kacau balau. Tentu saja, sang pemilik account Twitter @Op_Australia terkesan malah memancingnya untuk lebih menunjukkan kebodohannya sendiri.
Ketika merdeka.com mencoba menelusuri dan mencari tahu siapa pemilik account tersebut, ternyata dia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).[das]
Memang aksi peretasan satelit ini bukan dilakukan atas dasar iseng atau sejenisnya. Jim melakukan hal tersebut karena pada tahun 2006 (BBC News - 2006) dia pernah menjadi pembicara atas isu keamanan satelit. Dari hal tersebut, Jim mencoba mempelajari sistem dan proses kerja satelit yang akhirnya dia dapat melakukannya. Tidak hanya dapat mengubah arahnya saja, Jim juga mampu menggeser satelit yang dia 'lumpuhkan' tersebut.
Archive.Cert.Uni-Stuttgart.de pernah mengulas bahwa Jim mendapatkan kemampuan hackernya ini tidak karena sekolah tinggi atau mempunyai gelar IT. Dia mempelajari sistem internet dan komputer secara otodidak dan pergaulannya yang luas dengan hacker-hacker dunia.
Setelah aksinya meretas satelit tersebut, pada bulan Januari 2009 silam (The Register - 2009), hasil penelitian atas kelemahan sistem satelit yang dia dapatkan dijadikan acuan salah satu topik pembicaraan dalam Black Hat Security Conference di Washington, D.C.
Uniknya, Jim tidak mau disebut sebagai pakar IT atau ahli. Dia lebih suka dianggap sebagai pengamat atau partisipan aktif saja. Sekarang ini, Jim menetap di London dan mendirikan perusahaan jasa layanan sekuritas teknologi informasi.
Tentunya, apabila pemerintah mau sedikit jeli, banyak ahli komputer dan IT di Indonesia ini yang mempunyai keahlian di atas rata-rata. Apabila mereka diberdayakan, maka teknologi IT di negara ini tidak akan kalah dengan negara lain.[das]
Cyberwar itu belum pernah ada
Walaupun menetap di luar negeri, namun Jim Geovedi nampaknya juga mengikuti apa yang sedang terjadi di Nusantara terutama aksi penyerangan ke situs-situs Australia.
Dalam account Twitter pribadinya, Jim menuliskan beberapa twit yang menyangkut masalah penyadapan serta serangan-serangan ke situs Australia dan definisi dari kata cyberwar itu sendiri.
Dikarenakan di Twitter hanya dibatasi 140 karakter saja, akhirnya melalui sebuah situs bernama Github Gits, Jim menjelaskan apa itu yang disebut cyberwar.
Menurutnya, cyberwar adalah suatu perang dalam rana cyber yang sebagai obyek penyerangan utama adalah sistem komputer. Walaupun hanya sistem komputer saja, namun sisi bahaya yang ditimbulkan dari perang ini juga sangat besar.
Contohnya, ketika hacker berhasil masuk ke sistem kendali di komputer pusat dan mengendalikan suatu senjata mematikan dari jarak jauh. Maka dapat dibayangkan berapa banyak yang akan menjadi korban.
Dalam penjelasannya kedua, sebuah cyberwar harus memiliki sifat instrumental atau dalam artian harus mempunyai tujuan. Dalam sebuah konfrontasi militer, salah satu pihak akan memaksa pihak lain untuk melakukan sesuatu yang tidak mereka inginkan.
Ketiga, sebuah cyberwar ini hanya dapat terjadi apabila pemimpin suatu negara baik itu presiden atau perdana menteri yang mendeklarasikannya.
Jadi walaupun ada banyak hacker yang menyerang suatu tempat, negara atau kelompok dan mengatasnamakan untuk kepentingan negara, belum dapat dikatakan sebagai cyberwar.
Menurutnya, sampai saat ini, belum ada satupun negara yang menyatakan secara resmi bahwa mereka telah mendeklarasikan sebuah cyberwar dengan pihak atau negara lain.
Bahkan, lanjutnya, belum ada para pelaku penyerangan melalui rana cyber (walaupun disponsori oleh negara) ke negara lain yang secara terang-terangan mengakui aksinya.
Jim Geovedi angkat bicara soal penggunaan kata "Cyberwar"
Sejak 2 minggu lalu, tensi antara Indonesia dan Australia baik di dunia nyata atau di alam cyber meningkat karena isu penyadapan. Banyak hacker yang memekikkan, "Cyberwar..." dan mulai menyerang situs-situs Negeri Kangguru tersebut.
Tidak hanya kelompok hacker baik yang sudah memiliki nama atau yang belum dan juga para peretas individu, mulai melancarkan serangan secara membabi-buta (pada awalnya) setelah tanggal dan waktu yang ditentukan untuk menyerang situs-situs Australia 'dibuka untuk umum.'
Banyak website umum yang tidak tahu apa-apa bertumbangan dengan deface atau juga serangan DDoS dari para hacker Indonesia. Untuk itu, Anonymous Australia mengatakan agar hacker Indonesia menghentikan serangan ke situs umum dan lebih fokus ke website pemerintahan.
Dari serangan-serangan yang dilakukan, tidak sedikit orang yang mengatakan hal tersebut adalah sebuah perang cyber atau cyberwar antara Indonesia dengan Australia.
Namun, salah seorang hacker handal dan yang namanya terkenal sampai tingkat dunia, Jim Geovedi, justru mengatakan bahwa banyak pihak yang kurang memahami dalam mempersepsikan arti dari cyber war itu sendiri.
Dia mengatakan dalam account Twitternya tertanggal 14 November lalu yaitu, cyberwar bukanlah sebuah perang yang nyata. Deklarasi dari perang cyber tersebut ditentukan oleh seorang pemimpin negara, bukan diputuskan oleh sekelompok anak-anak yang kurang jelas asal usulnya walaupun mereka bertindak mengatasnamakan negara.
Jim juga menjelaskan bahwa cyberwar itu sangat terkordinasi, secara sistematis akan menyerang komputer, jaringan komunikasi, database dan media.
Tentunya apa yang dikatakan Jim tersebut beralasan, karena tidak sedikit para hacker yang ikut merontokkan situs-situs Australia ini masih banyak yang berusia belasan dan hanya ingin show-off akan kemampuan mereka melakukan hacking dan defacing serta tidak tahu pasti apa yang dinamakan cyberwar dan apa maksud diberlakukannya cyberwar itu.
Sebuah contoh adalah ketika seorang pemilik account Twitter dari Indonesia yang mengancam pemilik account Twitter bernama @Op_Australia.
Dalam ancamannya, dia mengatakan bahwa Indonesia dan Australia sedang dalam posisi cyberwar dan dia beserta teman-temannya akan menghancurkan semua jaringan internet di Negeri Kangguru tersebut.
Sang pemilik account Twitter dari Indonesia tersebut mencoba berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris yang kacau balau. Tentu saja, sang pemilik account Twitter @Op_Australia terkesan malah memancingnya untuk lebih menunjukkan kebodohannya sendiri.
Ketika merdeka.com mencoba menelusuri dan mencari tahu siapa pemilik account tersebut, ternyata dia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).[das]
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.