Jakarta - Presiden
Indonesia Petroleum Asociation (IPA) Lukman Mahfoedz menyatakan,
industri migas di Indonesia sepanjang tahun 2012 menjadi penyumbang
pendapatan negara sebesar US$ 35 miliar. Sayangnya, sektor ini mengaku
masih menghadapi sejumlah tantangan.
"Tantangan utamanya adalah bagaimana menaikkan produksi dan meningkatkan eksplorasi," kata Lukman dalam sambutannya pada pembukaan Konvensi dan Pameran IPA ke-37 di JCC Senayan, Selasa, 15 Mei 2013.
Lukman menyebutkan, tahun emas produksi migas Indonesia terakhir kali bisa dicapai pada tahun 1995 sebesar 1,6 juta barel per hari. "Setelahnya, produksi mengalami penurunan," ujarnya. Adapun pada tahun lalu, produksi rata-rata migas hanya bisa mencapai 861 ribu barel per hari.
Tantangan selanjutnya, Lukman mengatakan, berasal dari sisi hukum dan regulasi dari pemerintah. Ia menyebutkan, industri migas merupakan investasi jenis padat modal, padat teknologi, dan membutuhkan waktu yang panjang. "Kami berharap ke depan ada koordinasi yang baik antar-institusi kepemerintahan."
Termasuk kondisi perekonomian global yang masih melambat, menurut dia, bisa menjadi tantangan besar. Meskipun Indonesia tetap bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen. "Tapi bisa juga berimbas pada investasi industri migas di wilayah Asia dan Indonesia khususnya," katanya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, ia menyadari bahwa industri migas merupakan investasi jangka panjang. Untuk itu, SBY mengaku telah menginstruksikan Menteri Energi untuk menyederhanakan proses birokrasi perizinan hulu migas. "Proses perizinan yang berpuluh hari harus bisa disederhanakan. Dipangkas," ujarnya.
Selain itu, pemerintah, ia mengatakan, telah mendorong adanya insentif untuk eksplorasi sumber migas. Ia mengaku telah menginstruksikan Menteri Energi dan Kepala SKK Migas untuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. "Ini perlu untuk mencari pola insentif yang tepat," katanya.
"Tantangan utamanya adalah bagaimana menaikkan produksi dan meningkatkan eksplorasi," kata Lukman dalam sambutannya pada pembukaan Konvensi dan Pameran IPA ke-37 di JCC Senayan, Selasa, 15 Mei 2013.
Lukman menyebutkan, tahun emas produksi migas Indonesia terakhir kali bisa dicapai pada tahun 1995 sebesar 1,6 juta barel per hari. "Setelahnya, produksi mengalami penurunan," ujarnya. Adapun pada tahun lalu, produksi rata-rata migas hanya bisa mencapai 861 ribu barel per hari.
Tantangan selanjutnya, Lukman mengatakan, berasal dari sisi hukum dan regulasi dari pemerintah. Ia menyebutkan, industri migas merupakan investasi jenis padat modal, padat teknologi, dan membutuhkan waktu yang panjang. "Kami berharap ke depan ada koordinasi yang baik antar-institusi kepemerintahan."
Termasuk kondisi perekonomian global yang masih melambat, menurut dia, bisa menjadi tantangan besar. Meskipun Indonesia tetap bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen. "Tapi bisa juga berimbas pada investasi industri migas di wilayah Asia dan Indonesia khususnya," katanya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, ia menyadari bahwa industri migas merupakan investasi jangka panjang. Untuk itu, SBY mengaku telah menginstruksikan Menteri Energi untuk menyederhanakan proses birokrasi perizinan hulu migas. "Proses perizinan yang berpuluh hari harus bisa disederhanakan. Dipangkas," ujarnya.
Selain itu, pemerintah, ia mengatakan, telah mendorong adanya insentif untuk eksplorasi sumber migas. Ia mengaku telah menginstruksikan Menteri Energi dan Kepala SKK Migas untuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. "Ini perlu untuk mencari pola insentif yang tepat," katanya.
● Tempo.co
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.