Jakarta - Sampai saat ini belum ada kepastian jelas
dari pemerintah soal rencana dua investor, yaitu Kuwait Petroleum dan
Saudi Aramco terkait rencana pembangunan kilang minyak.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Edy Hermantoro mengatakan, belum ada kepastian dari Kementerian Keuangan soal insentif pajak yang diminta kedua investor ini.
"Kita memang belum terima pernyataan resmi Kementerian Keuangan apakah ditolak atau tidak insentif yang diajukan Kuwait (Kuwait Petroleum Corporation (KPC) dan Saudi Aramco," ujar Edy ketika ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (22/5/2013).
Dikatakan Edy, apabila benar insentif kilang tersebut ditolak Kementerian Keuangan, dia menyarankan Pertamina segera mencari partner lainnya.
"Kalau tidak bisa, Pertamina bisa ganti partner lain yang mau membangun kilang, karena masing-masing investor punya komponen hitungan yang berbeda-beda, namun kami upayakan insentif tersebut bisa diterima," katanya.
Edy mengatakan, saat ini Indonesia sangat membutuhkan kilang minyak baru. Kebutuhannya mendesak, diharapkan ada tambahan kilang di 2018.
"Kebutuhan kilang sangat mendesak, 2018 diharapkan ada tambahan kilang, karena ini untuk menutupi kekurangan produksi minyak kita, saat ini kan kilang yang kita punya maksimal hanya bisa produksi sekitar 800.000 barel, sementara kebutuhan minyak kita saat ini 1,4 juta KL per hari," tandasnya.
Seperti diketahui, Pertamina berencana untuk membangun dua kilang minyak di Tuban dan Balongan bekerja sama dengan Kuwait Petroleum Corporation (KPC) dan Saudi Aramco melalui anak usahanya, Saudi Aramco Asia Company Limitied.
Pembangunan dua kilang tersebut rencananya dapat dimulai pada 2013 dan rampung pada 2018 dan 2019 dengan investasi mencapai US$ 20 miliar dengan kapasitas produksi total 600 barel per hari.
Sebelumnya Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brojonegoro mengungkapkan Kementerian Keuangan menolak memberikan insentif kilang kepada KPC dan Saudi Aramco.(rrd/dnl)
Dirjen Migas Kementerian ESDM Edy Hermantoro mengatakan, belum ada kepastian dari Kementerian Keuangan soal insentif pajak yang diminta kedua investor ini.
"Kita memang belum terima pernyataan resmi Kementerian Keuangan apakah ditolak atau tidak insentif yang diajukan Kuwait (Kuwait Petroleum Corporation (KPC) dan Saudi Aramco," ujar Edy ketika ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (22/5/2013).
Dikatakan Edy, apabila benar insentif kilang tersebut ditolak Kementerian Keuangan, dia menyarankan Pertamina segera mencari partner lainnya.
"Kalau tidak bisa, Pertamina bisa ganti partner lain yang mau membangun kilang, karena masing-masing investor punya komponen hitungan yang berbeda-beda, namun kami upayakan insentif tersebut bisa diterima," katanya.
Edy mengatakan, saat ini Indonesia sangat membutuhkan kilang minyak baru. Kebutuhannya mendesak, diharapkan ada tambahan kilang di 2018.
"Kebutuhan kilang sangat mendesak, 2018 diharapkan ada tambahan kilang, karena ini untuk menutupi kekurangan produksi minyak kita, saat ini kan kilang yang kita punya maksimal hanya bisa produksi sekitar 800.000 barel, sementara kebutuhan minyak kita saat ini 1,4 juta KL per hari," tandasnya.
Seperti diketahui, Pertamina berencana untuk membangun dua kilang minyak di Tuban dan Balongan bekerja sama dengan Kuwait Petroleum Corporation (KPC) dan Saudi Aramco melalui anak usahanya, Saudi Aramco Asia Company Limitied.
Pembangunan dua kilang tersebut rencananya dapat dimulai pada 2013 dan rampung pada 2018 dan 2019 dengan investasi mencapai US$ 20 miliar dengan kapasitas produksi total 600 barel per hari.
Sebelumnya Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brojonegoro mengungkapkan Kementerian Keuangan menolak memberikan insentif kilang kepada KPC dan Saudi Aramco.(rrd/dnl)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.