RI Belum Punya Kawasan Bengkel Pesawat
Jakarta - Industri perawatan pesawat membutuhkan Aerospace Park sebagai kawasan terpadu untuk meningkatkan serapan pasar perawatan pesawat nasional dan internasional. Aerospace Park merupakan kawasan industri terpadu sebagai pusat kegiatan industri perawatan pesawat terbang.
Hingga kini kenyataanya Indonesia yang mempunyai puluhan maskapai penerbangan namun belum mempunyai Aerospace Park. Sementara negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura sudah punya.
Padahal keberadaan Aerospace Park dapat mendorong sinergi antar organisasi perawatan pesawat sehingga memberikan dukungan yang optimal bagi maskapai domestik untuk meraih keselamatan penerbangan, ketepatan waktu, dan biaya perawatan yang efektif.
"Kita belum mempunyai Aerospace Park dan diharapkan dapat meningkatkan daya saing kita," kata Direktur Utama PT GMF Aeroasia sekaligus Presideni IAMSA (Indonesia Aircraft Maintenance Shop Association) Richard Budihadiyanto saat memberi sambutan acara Aviation MRO Indonesia di Hotel Sultan Jakarta, Rabu (22/05/2013).
Menurut catatan Richard ada 67 organisasi perawatan pesawat di Indonesia yang terdaftar di Direktorat Kelayakan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU).
Sedangkan di sisi yang lain, potensi pasar industri penerbangan nasional yang mengoperasikan pesawat jet 100 penumpang tumbuh 15-20% per tahun dengan jumlah pesawat yang beroperasi 304 pesawat di tahun 20111 menjadi 480 pesawat pada tahunn 2016.
Ia mengatakan di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, Aerospace Park telah dikembangkan. Di Singapura ada Seletar Aerospace Park (SAP) di lahan seluas 140 hektar dengan investasi US$ 60 juta pada tahun 2007 hingga 2017.
Malaysia juga mendirikan Malaysia International Aerospace Center (MIAC) di lahan 84 hektar dengan investasi US$ 91 juta pada tahun 2007 hingga 2010. Korea Selatan juga mengikuti jejak keduanya.
"Korea Selatan membangun Cheongju Internasional Airport di atas lahan 100 hektar tahun 2011 hingga 2020 dengan biaya US$ 35 juta," katanya.(wij/hen)
Tiru Malaysia dan Singapura, RI Butuh 2 Kawasan Industri Bengkel Pesawat
Hingga kini kenyataanya Indonesia yang mempunyai puluhan maskapai penerbangan namun belum mempunyai Aerospace Park. Sementara negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura sudah punya.
Padahal keberadaan Aerospace Park dapat mendorong sinergi antar organisasi perawatan pesawat sehingga memberikan dukungan yang optimal bagi maskapai domestik untuk meraih keselamatan penerbangan, ketepatan waktu, dan biaya perawatan yang efektif.
"Kita belum mempunyai Aerospace Park dan diharapkan dapat meningkatkan daya saing kita," kata Direktur Utama PT GMF Aeroasia sekaligus Presideni IAMSA (Indonesia Aircraft Maintenance Shop Association) Richard Budihadiyanto saat memberi sambutan acara Aviation MRO Indonesia di Hotel Sultan Jakarta, Rabu (22/05/2013).
Menurut catatan Richard ada 67 organisasi perawatan pesawat di Indonesia yang terdaftar di Direktorat Kelayakan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU).
Sedangkan di sisi yang lain, potensi pasar industri penerbangan nasional yang mengoperasikan pesawat jet 100 penumpang tumbuh 15-20% per tahun dengan jumlah pesawat yang beroperasi 304 pesawat di tahun 20111 menjadi 480 pesawat pada tahunn 2016.
Ia mengatakan di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, Aerospace Park telah dikembangkan. Di Singapura ada Seletar Aerospace Park (SAP) di lahan seluas 140 hektar dengan investasi US$ 60 juta pada tahun 2007 hingga 2017.
Malaysia juga mendirikan Malaysia International Aerospace Center (MIAC) di lahan 84 hektar dengan investasi US$ 91 juta pada tahun 2007 hingga 2010. Korea Selatan juga mengikuti jejak keduanya.
"Korea Selatan membangun Cheongju Internasional Airport di atas lahan 100 hektar tahun 2011 hingga 2020 dengan biaya US$ 35 juta," katanya.(wij/hen)
Tiru Malaysia dan Singapura, RI Butuh 2 Kawasan Industri Bengkel Pesawat
Sampai saat ini Indonesia belum memiliki Aerospace Park atau kawasan industri terpadu untuk bengkel pesawat. Para pengusaha penerbangan Indonesia mengusulkan agar pemerintah membangun 2 Aerospace Park karena wilayah yang luas.
"Kita butuh 2 Aerospace Park di Timur dan Barat Indonesia karena negara kita ini terlalu luas. Oleh karena itu, kita minta dukungan perusahaan aviasi untuk mengusulkan ini ke tingkat pemerintah terutama daerah," tutur Direktur Utama PT GMF Aeroasia sekaligus Presideni IAMSA (Indonesia Aircraft Maintenance Shop Association) Richard Budihadiyanto saat memberi sambutan acara Aviation MRO Indonesia di Hotel Sultan Jakarta, Rabu (22/05/2013).
Beberapa tempat dinilai cocok untuk dibangun Aerospace Park di Indonesia antaralain di Makassar dan Manado. Sedangkan di Barat daerah Cengkareng, Kuala Namu, Bintan dan Batam dinilai cocok.
Ia mengharapkan ada dukungan pemerintah terutama pemerintah daerah untuk memberikan regulasi dan kemudahan perizinan pembebasan lahan pendirian Aerospace Park.
"Ini harus ada kerjasama dengan Pemda karena Pemda juga mendapatkan untung itu. Contoh di Kertajati, ada konsep Aerospace Park tetapi nanti kita lihat apakah ini feasible atau tidak. Kita juga harus mengkreasi soal infrastrukturnya," katanya.
Setidaknya Indonesia membutuhkan area lahan seluas 75 hingga 100 hektar untuk membangun satu Aerospace Park. Untuk biaya investasi sebesar US$ 75 hingga US$100 juta harus disiapkan melalui kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta.
"Luas lahan yang kita butuhkan antara 75 sampai 100 hektar untuk Indonesia ideal. Investasi US$ 75 hingga 100 juta," katanya.
Indonesia harus membangun Aerospace Park secepatnya seperti Malaysia dan Singapura. Dibangunnya Aerospace Park salah satu dampak positifnya adalah tercipta lapangan pekerjaan.
"Kehadiran Aerospace Park di Indonesia juga menciptakan 3.500 lapangan kerja baru baik yang terkait langsung atau tidak langsung dengan industri perawatan pesawat. Di Singapura saja dengan dibangun Seletar Aerospace Park terserap 10.000 lapangan pekerjaan baru," kata Richard.
Aerospace Park tidak hanya sebagai industri perawatan pesawat alias bengkelnya pesawat terbang, namun di wilayah terpadu ini juga akan dijual sparepart (suku cadang pesawat) dan yang tidak kalah pentingnya adalah ruang khusus pelatihan pilot.
Salah satu manfaat lain dengan keberadaan Aerospace Park akan meminimalkan perawatan pesawat maskapai domestik ke luar negeri sehingga terjadi penghematan devisa dan belanja luar negeri.
"Hasil penghematan ini bisa digunakan untuk meningkatkan industri dalam negeri. Perputaran bisnis di area terpadu ini diperkirakan mencapai US$ 600 juta/tahun. Selain itu ketersediaan dan akses terhadap kebutuhan perawatan pesawat semakin mudah karena berada di dalam satu area," katanya.(wij/hen)
"Kita butuh 2 Aerospace Park di Timur dan Barat Indonesia karena negara kita ini terlalu luas. Oleh karena itu, kita minta dukungan perusahaan aviasi untuk mengusulkan ini ke tingkat pemerintah terutama daerah," tutur Direktur Utama PT GMF Aeroasia sekaligus Presideni IAMSA (Indonesia Aircraft Maintenance Shop Association) Richard Budihadiyanto saat memberi sambutan acara Aviation MRO Indonesia di Hotel Sultan Jakarta, Rabu (22/05/2013).
Beberapa tempat dinilai cocok untuk dibangun Aerospace Park di Indonesia antaralain di Makassar dan Manado. Sedangkan di Barat daerah Cengkareng, Kuala Namu, Bintan dan Batam dinilai cocok.
Ia mengharapkan ada dukungan pemerintah terutama pemerintah daerah untuk memberikan regulasi dan kemudahan perizinan pembebasan lahan pendirian Aerospace Park.
"Ini harus ada kerjasama dengan Pemda karena Pemda juga mendapatkan untung itu. Contoh di Kertajati, ada konsep Aerospace Park tetapi nanti kita lihat apakah ini feasible atau tidak. Kita juga harus mengkreasi soal infrastrukturnya," katanya.
Setidaknya Indonesia membutuhkan area lahan seluas 75 hingga 100 hektar untuk membangun satu Aerospace Park. Untuk biaya investasi sebesar US$ 75 hingga US$100 juta harus disiapkan melalui kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta.
"Luas lahan yang kita butuhkan antara 75 sampai 100 hektar untuk Indonesia ideal. Investasi US$ 75 hingga 100 juta," katanya.
Indonesia harus membangun Aerospace Park secepatnya seperti Malaysia dan Singapura. Dibangunnya Aerospace Park salah satu dampak positifnya adalah tercipta lapangan pekerjaan.
"Kehadiran Aerospace Park di Indonesia juga menciptakan 3.500 lapangan kerja baru baik yang terkait langsung atau tidak langsung dengan industri perawatan pesawat. Di Singapura saja dengan dibangun Seletar Aerospace Park terserap 10.000 lapangan pekerjaan baru," kata Richard.
Aerospace Park tidak hanya sebagai industri perawatan pesawat alias bengkelnya pesawat terbang, namun di wilayah terpadu ini juga akan dijual sparepart (suku cadang pesawat) dan yang tidak kalah pentingnya adalah ruang khusus pelatihan pilot.
Salah satu manfaat lain dengan keberadaan Aerospace Park akan meminimalkan perawatan pesawat maskapai domestik ke luar negeri sehingga terjadi penghematan devisa dan belanja luar negeri.
"Hasil penghematan ini bisa digunakan untuk meningkatkan industri dalam negeri. Perputaran bisnis di area terpadu ini diperkirakan mencapai US$ 600 juta/tahun. Selain itu ketersediaan dan akses terhadap kebutuhan perawatan pesawat semakin mudah karena berada di dalam satu area," katanya.(wij/hen)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.