Sejumlah peretas berhasil membobol situs milik Kepolisian Republik Indonesia yang beralamat di www.polri.go.id, Minggu (19/5). Tak hanya sekali, aksi tersebut kembali dilakukan terhadap situs Divisi Hukum Mabes Polri di laman divkum.polri.go.id.
Begitu situs dibuka, yang tampil adalah gambar kartun polisi dan tulisan "hacked by larcenciels." Di bawah tulisan tersebut terdapat juga tulisan sila ke-5 Pancasila yang berbunyi: "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia." hacker yang menamakan dirinya Jember Hacker dan Larcensiels feat WeNNex.
Tak hanya milik Mabes Polri, serangan juga sempat terjadi Semula situs Kepolisian Daerah Jawa Timur ini memiliki nama alamat www.jatim.polri.go.id dan kini telah berubah menjadi http://polda.masansoft.com pada hari yang sama.
Terkait ambruknya situs milik Polri dalam tiga hari terakhir, Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo tampak kesal atas kejadian yang menimpa institusinya. Dia meminta agar para peretas menghentikan tindakannya.
"Untuk rekan-rekan yang memang di bidang itu, enggak usah mengganggu-ganggu seperti itu," kata Timur di Istana Negara, Rabu (22/5).
Karena serangan itu sudah dianggap mengganggu, Mabes Polri segera melakukan penyidikan dan mencari para pelaku yang meretas situs miliknya itu. Meski demikian, polisi akan memperbaiki sisa-sisa kerusakan.
"Yang kedua, karena ini masalah yang memang mengganggu kita lakukan penyelidikan, tapi yang paling penting apa yang menjadi langkah-langkah sekarang ini dioptimalkan," tandasnya.
Polisi akan bekerja sama dengan ahli informasi teknologi untuk mencari pelaku penyerangan sekaligus memperbaiki situsnya seperti sedia kala. Kapolri berharap, para peretas itu menyadari perbuatannya.
"Kerja sama dengan IT, ahli IT supaya itu disikapi. Yang kedua ya kesadaran," lanjutnya.(mdk/bal)
Hacker sudah muak akan wajah hukum Indonesia
Begitu situs dibuka, yang tampil adalah gambar kartun polisi dan tulisan "hacked by larcenciels." Di bawah tulisan tersebut terdapat juga tulisan sila ke-5 Pancasila yang berbunyi: "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia." hacker yang menamakan dirinya Jember Hacker dan Larcensiels feat WeNNex.
Tak hanya milik Mabes Polri, serangan juga sempat terjadi Semula situs Kepolisian Daerah Jawa Timur ini memiliki nama alamat www.jatim.polri.go.id dan kini telah berubah menjadi http://polda.masansoft.com pada hari yang sama.
Terkait ambruknya situs milik Polri dalam tiga hari terakhir, Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo tampak kesal atas kejadian yang menimpa institusinya. Dia meminta agar para peretas menghentikan tindakannya.
"Untuk rekan-rekan yang memang di bidang itu, enggak usah mengganggu-ganggu seperti itu," kata Timur di Istana Negara, Rabu (22/5).
Karena serangan itu sudah dianggap mengganggu, Mabes Polri segera melakukan penyidikan dan mencari para pelaku yang meretas situs miliknya itu. Meski demikian, polisi akan memperbaiki sisa-sisa kerusakan.
"Yang kedua, karena ini masalah yang memang mengganggu kita lakukan penyelidikan, tapi yang paling penting apa yang menjadi langkah-langkah sekarang ini dioptimalkan," tandasnya.
Polisi akan bekerja sama dengan ahli informasi teknologi untuk mencari pelaku penyerangan sekaligus memperbaiki situsnya seperti sedia kala. Kapolri berharap, para peretas itu menyadari perbuatannya.
"Kerja sama dengan IT, ahli IT supaya itu disikapi. Yang kedua ya kesadaran," lanjutnya.(mdk/bal)
Hacker sudah muak akan wajah hukum Indonesia
Beberapa hari ini, lebih dari satu situs Kepolisian RI disatroni peretas. Apakah, mereka (para hacker) sudah muak akan wajah hukum dan keadilan di Indonesia?
Para hacker kembali beraksi dengan serang situs-situs Kepolisian Republik Indonesia. Memang, situs-situs tersebut tidak rusak, para peretas hanya menjadikan website tersebut berubah nama domainnya, deface serta mereset koneksinya saja.
Walaupun sempat diperbaiki oleh tim IT POLRI, namun berulang kali serangan serupa tetap dilancarkan. Bahkan, sampai sekarang ini (21/05), www.polri.go.id, masih belum dapat diakses dan menunjukkan pesan, 'The connection was reset.'
Dengan munculnya serangan-serangan ini, pihak Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengaku siap membantu kepolisian dalam melacak pembobol situs-situs Polri.
Sayangnya, pihak kepolisian masih belum meminta bantuan APJII untuk menyelesaikan masalah ini. "Kalau dikoordinasikan bisa, namun kepolisian belum meminta bantuan kami," ujar Ketua Umum APJII Semmy Pangerapan, kepada merdeka.com, Selasa (21/5).
Memang, hal semacam ini bukanlah sesuatu yang baru karena dari tahun tahun sebelumnya, juga banyak website yang menjadi korban para peretas. Namun, sedikit menganalisis kenapa sasaran terkesan hanya dalam satu lingkup saja atau hanya situs-situs kepolisian saja?
Dari situs-situs kepolisian yang berhasil diretas, para hacker membuat tampilan baru di halaman muka. Tampilan-tampilan tersebut memiliki arti sindiran terhadap kepolisian dan hukum di Indonesia.
Menurut Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, serangan-serangan hacker yang terjadi terhadap situs Kepolisian RI dan juga Kementerian Pertahanan, bukan tidak mungkin dikarenakan imbas kasus Wildan, yang ternyata dibohongi karena sebelumnya disebutkan beberapa pihak dari pemerintah dan DPR untuk dibina.
Bahkan ketidakpuasan akan hukum dan keadilan di Indonesia ini juga menjadi perbincangan sekaligus bahan olok-olok. Intinya, banyak peretas yang mengamini bahwa hukum di Indonesia menggunakan sistem tebang pilih dan tumpul ke atas.
Dengan pandangan dipadu realita yang ada, kemungkinan hal tersebutlah yang menjadikan para peretas sudah muak dan mulai melakukan aksi mereka.
Menurut tulisan di Gizmodo (05/2012), hacking atau peretasan adalah cara baru dan dipandang lebih efektif dibandingkan dengan protes secara nyata atau turun ke jalan.
Sayangnya, sejumlah pejabat Polri belum memberikan konfirmasinya terkait serangan para peretas tersebut. Menkominfo Tifatul Sembiring pernah mengatakan, "Ini patut diwaspadai, karena ada suatu negara, yaitu Estonia, yang lumpuh gara-gara serangan hacker yang masif."
So, apabila pihak kepolisian masih menganggap hal ini tidak begitu penting, maka ada kemungkinan besar serangan yang lebih hebat akan sering dilancarkan.
Situs penerimaan Polri sasaran peretas selanjutnya
Para hacker kembali beraksi dengan serang situs-situs Kepolisian Republik Indonesia. Memang, situs-situs tersebut tidak rusak, para peretas hanya menjadikan website tersebut berubah nama domainnya, deface serta mereset koneksinya saja.
Walaupun sempat diperbaiki oleh tim IT POLRI, namun berulang kali serangan serupa tetap dilancarkan. Bahkan, sampai sekarang ini (21/05), www.polri.go.id, masih belum dapat diakses dan menunjukkan pesan, 'The connection was reset.'
Dengan munculnya serangan-serangan ini, pihak Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengaku siap membantu kepolisian dalam melacak pembobol situs-situs Polri.
Sayangnya, pihak kepolisian masih belum meminta bantuan APJII untuk menyelesaikan masalah ini. "Kalau dikoordinasikan bisa, namun kepolisian belum meminta bantuan kami," ujar Ketua Umum APJII Semmy Pangerapan, kepada merdeka.com, Selasa (21/5).
Memang, hal semacam ini bukanlah sesuatu yang baru karena dari tahun tahun sebelumnya, juga banyak website yang menjadi korban para peretas. Namun, sedikit menganalisis kenapa sasaran terkesan hanya dalam satu lingkup saja atau hanya situs-situs kepolisian saja?
Dari situs-situs kepolisian yang berhasil diretas, para hacker membuat tampilan baru di halaman muka. Tampilan-tampilan tersebut memiliki arti sindiran terhadap kepolisian dan hukum di Indonesia.
Menurut Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, serangan-serangan hacker yang terjadi terhadap situs Kepolisian RI dan juga Kementerian Pertahanan, bukan tidak mungkin dikarenakan imbas kasus Wildan, yang ternyata dibohongi karena sebelumnya disebutkan beberapa pihak dari pemerintah dan DPR untuk dibina.
Bahkan ketidakpuasan akan hukum dan keadilan di Indonesia ini juga menjadi perbincangan sekaligus bahan olok-olok. Intinya, banyak peretas yang mengamini bahwa hukum di Indonesia menggunakan sistem tebang pilih dan tumpul ke atas.
Dengan pandangan dipadu realita yang ada, kemungkinan hal tersebutlah yang menjadikan para peretas sudah muak dan mulai melakukan aksi mereka.
Menurut tulisan di Gizmodo (05/2012), hacking atau peretasan adalah cara baru dan dipandang lebih efektif dibandingkan dengan protes secara nyata atau turun ke jalan.
Sayangnya, sejumlah pejabat Polri belum memberikan konfirmasinya terkait serangan para peretas tersebut. Menkominfo Tifatul Sembiring pernah mengatakan, "Ini patut diwaspadai, karena ada suatu negara, yaitu Estonia, yang lumpuh gara-gara serangan hacker yang masif."
So, apabila pihak kepolisian masih menganggap hal ini tidak begitu penting, maka ada kemungkinan besar serangan yang lebih hebat akan sering dilancarkan.
Situs penerimaan Polri sasaran peretas selanjutnya
Setelah berhasil meretas situs www.polri.go.id dan sejumlah situs kepolisian lainnya hingga down 100 persen selama 3 hari terakhir, muncul ajakan baru untuk meretas secara massal situs penerimaan atau pendaftaran Polri.
Berdasarkan penelusuran merdeka.com, sesuai dengan informasi dari akun Facebook Aziz Do'ank, situs penerimaan/pendaftaran Polri sudah down 50 persen dan hal tersebut bisa di cek di www.status.ws/www.penerimaan.polri.go.id.
Dalam postingan status di Facebook tersebut, akun Aziz Do'ank mengajak orang lain menyerang situs penerimaan Polri sebagai aksi protes kekejaman Densus 88 terhadap kaum muslimin baru-baru ini.
Ajakan tersebut juga disertai petunjuk dan cara meretas situs penerimaan Polri tersebut sehingga bagi pengguna awam pun hal itu akan mudah dilakukan.
Berdasarkan penelusuran merdeka.com, sesuai dengan informasi dari akun Facebook Aziz Do'ank, situs penerimaan/pendaftaran Polri sudah down 50 persen dan hal tersebut bisa di cek di www.status.ws/www.penerimaan.polri.go.id.
Dalam postingan status di Facebook tersebut, akun Aziz Do'ank mengajak orang lain menyerang situs penerimaan Polri sebagai aksi protes kekejaman Densus 88 terhadap kaum muslimin baru-baru ini.
Ajakan tersebut juga disertai petunjuk dan cara meretas situs penerimaan Polri tersebut sehingga bagi pengguna awam pun hal itu akan mudah dilakukan.
Sebelumnya, ajakan untuk meretas situs kepolisian RI secara massal (www.polri.go.id) dikampanyekan di Facebook oleh akun yang menamakan dirinya Pembela Tauhid.
Dalam screenshot tampilan Facebook akun Pembela Tauhid yang berhasil didapatkan merdeka.com tersebut, terlihat sejumlah pesan bernada menyerang dan provokatif.
Ajakan itu sendiri mulai menyebar di Facebook, Kamis sore kemarin (16/5). Dalam pesan dari pemilik akun menyebutkan bahwa situs Polri sudah down 40 persen yang bisa dicek di http://www.status.ws/www.polri.go.id.
Terdapat juga tulisan, "Mari sama-sama menyerang situs Polri di alamat www.polri.go.id sebagai aksi protes kekejaman densus 88 terhadap kaum muslimin baru-baru ini."
ID-SIRTII: Polri tak membuka diri meski situsnya lumpuh 4 hari
ID-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure) menyesalkan Kepolisian RI yang tidak membuka diri terhadap peretasan sejumlah situsnya dalam lima hari terakhir.
Sejumlah situs Polri disatroni dedemit dunia maya, di antaranya www.divkum.polri.go.id, www.polri.go.id, dan www.jatim.polri.go.id.
Bahkan situs resmi Kepolisian RI (www.polri.go.id) hingga saat ini masih lumpuh setelah tidak bisa diakses .
Ketua ID-SIRTII, Muhammad Sholahuddien, mengungkapkan berbeda dengan Kemenhan yang mengalami masalah serupa, untuk Polri mereka nampaknya enggan membuka diri.
"Sangat sedikit informasi dan data yang kita peroleh terkait fakta kejadian sehingga sulit bagi kita memberikan masukan untuk perbaikan. Kami di ID-SIRTII hanya mencatat dari informasi sekunder, misalnya dari sistem pemantauan dan dari laporan-laporan yang kami telusuri dan verifikasi," tuturnya kepada Merdeka.com, Rabu (22/5).
Menurut Sholahuddien yang akrab dipanggil Pataka, pada dasarnya, kerentanan situs pemerintah yang manapun jamak diakibatkan oleh kombinasi tiga hal, yaitu desain arsitektur situs yang tidak aman, common vulnerability pada aplikasinya, dan tata kelola yang buruk (pengabaikan).
Hal yang sama terjadi pada situs Polri yang diperburuk dengan tergabungnya sejumlah situs sekaligus pada satu titik, seperti yang terjadi pada situs di Kemenhan.
"Dari sudut pandang efisiensi sebenarnya tidak ada persoalan, namun sebaiknya tentu membutuhkan arsitektur jaringan dan pengamanan situs yang memadai," ungkapnya.
Untuk diketahui bahwa ancaman untuk penyerangan massal semacam ini hanya mungkin dilakukan manakala eksploitasi terhadap situs tersebut telah berlangsung lama sebelumnya, artinya, pihak yang mengajak menyerang sudah tahu pasti titik kelemahan situs dan bahkan barangkali sudah berulangkali melakukan penyusupan dan 'bercocok tanam' di situs tersebut.
Hampir sama pula kejadiannya pada situs Kemenhan, tambah Pataka, peretas sebenarnya hanya 'menapak tilas' kerentanan yang sudah ada dan pernah dipublikasikan oleh kelompok peretas lain yang ternyata sampai saat kejadian tersebut belum diperbaiki (pengabaian).
Tindakan konkret yang dilakukan ID-SIRTII adalah mengirimkan pesan peringatan dan saran perbaikan untuk kelemahan yang bisa kami deteksi dari sini. "Bagaimana tanggapan selanjutnya tentu terserah pihak pengelola situs Polri sendiri."(mdk/ega)
● Merdeka
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.