Jakarta - Kontraktor migas VICO Indonesia bekerja sama dengan PT PLN
berhasil mengembangkan gas metan batubara (CBM) untuk kelistrikan yang
pertama di Indonesia.
Peresmian pengoperasian pembangkit listrik CBM pertama di Indonesia itu dilakukan di lapangan migas Mutiara yang dikelola VICO di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Selasa.
Menurut Presiden dan CEO VICO Indonesia, Gunther Newcombe pihaknya telah menandatangani MoU jual beli gas CBM dengan PT PLN pada akhir November 2011.
Dalam perjanjian disepakati VICO menyalurkan gas CBM ke pembangkit maksimum 0,5 million metric standard cubic feet per hari (mmscfd) hingga 31 Desember 2014.
Kontraktor asal Amerika Serikat (AS) ini memasok CBM dari Lapangan Mutiara di Kalimantan Timur untuk menggerakkan PLTMG CBM yang berkapasitas 2 megawatt (MW).
Investasi yang ditanamkan VICO Indonesia untuk pengembangan CBM kelistrikan sejak 2009 itu mencapai 200 juta dolar AS (hampir Rp2 triliun), kata Gunther Newcombe.
Harga jual gas CBM dipaatok pada angka 7,5 sen dolar AS per million metric british thermal units (mmbtu).
General Manager PT PLN wilayah Kaltim, Nyoman Astawa mengatakan bahwa pengoperasian pembangkit CBM ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pemakaian pembangkit BBM yang sangat mahal.
Biaya pembangkitan listrik dari CBM rata-rata Rp1.150 per kWh, sedangkan pembangkit solar bisa mencapai Rp 2.600 per kWh.
Ia mengakui biaya produksi listrik dari CBM masih lebih tinggi dibandingkan harga rata-rata pembangkitan listrik di Kaltim yakni Rp850 per kWh.
Namun penghematannya bisa mencapai Rp 1.400 per kWh dibandingkan pembangkit solar. "Jadi subsidi energi yang bisa dikurangi cukup besar," katanya.
Listrik yang dihasilkan dari pembangkit CBM ini cukup untuk memasok hingga 2.500 rumah. "Pengoperasian pembangkit tersebut dilakukan melalui secara sewa dari pihak ketiga dengan harga Rp 435 per kWh," ujar Nyoman Astawa.
Peresmian pengoperasian pembangkit listrik CBM pertama di Indonesia itu dilakukan di lapangan migas Mutiara yang dikelola VICO di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Selasa.
Menurut Presiden dan CEO VICO Indonesia, Gunther Newcombe pihaknya telah menandatangani MoU jual beli gas CBM dengan PT PLN pada akhir November 2011.
Dalam perjanjian disepakati VICO menyalurkan gas CBM ke pembangkit maksimum 0,5 million metric standard cubic feet per hari (mmscfd) hingga 31 Desember 2014.
Kontraktor asal Amerika Serikat (AS) ini memasok CBM dari Lapangan Mutiara di Kalimantan Timur untuk menggerakkan PLTMG CBM yang berkapasitas 2 megawatt (MW).
Investasi yang ditanamkan VICO Indonesia untuk pengembangan CBM kelistrikan sejak 2009 itu mencapai 200 juta dolar AS (hampir Rp2 triliun), kata Gunther Newcombe.
Harga jual gas CBM dipaatok pada angka 7,5 sen dolar AS per million metric british thermal units (mmbtu).
General Manager PT PLN wilayah Kaltim, Nyoman Astawa mengatakan bahwa pengoperasian pembangkit CBM ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pemakaian pembangkit BBM yang sangat mahal.
Biaya pembangkitan listrik dari CBM rata-rata Rp1.150 per kWh, sedangkan pembangkit solar bisa mencapai Rp 2.600 per kWh.
Ia mengakui biaya produksi listrik dari CBM masih lebih tinggi dibandingkan harga rata-rata pembangkitan listrik di Kaltim yakni Rp850 per kWh.
Namun penghematannya bisa mencapai Rp 1.400 per kWh dibandingkan pembangkit solar. "Jadi subsidi energi yang bisa dikurangi cukup besar," katanya.
Listrik yang dihasilkan dari pembangkit CBM ini cukup untuk memasok hingga 2.500 rumah. "Pengoperasian pembangkit tersebut dilakukan melalui secara sewa dari pihak ketiga dengan harga Rp 435 per kWh," ujar Nyoman Astawa.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.