Kini, ia memiliki showroom di Jakarta dengan ratusan karyawan.
Lingkungan telah mengajarkan seseorang berubah lebih baik. Berangkat dari pengalaman itu, pria ini sukses menjadi pengusaha muda.
Lingkungan di sekitar sekolahnya di Bandung pada era 1990-an, memicu idenya untuk berbisnis. Kebetulan, saat itu, banyak siswa yang memesan kaus untuk seragam kelas. "Nah, dari situ saya berpikir, kenapa tidak saya koordinasi saja untuk membuat kaus kelas," kata Fauzi Ishak.
Secara kebetulan, kakak Fauzi sudah berbisnis konfeksi. Bak gayung bersambut, setiap ada pembuatan kaus kelas, Fauzi tinggal memesan melalui usaha konfeksi kakaknya.
Dari mengoordinasi pembuatan kaus kelas itu, pria yang lahir pada 7 Maret 1970 itu mulai mendapatkan "uang saku". Meski tidak besar, saat itu, uang Rp 50-100 ribu cukup membantunya memenuhi kebutuhan selama bersekolah di Bandung.
Setelah menamatkan SMA, Fauzi pun bertekad untuk mencoba berwiraswasta. Targetnya saat itu Surabaya atau Jakarta. Namun, dengan pertimbangan ada keluarga, Jakarta akhirnya yang dipilih.
Mulailah dia mengontrak rumah di sekitar Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Bermodal Rp 2,8 juta dari ayahnya, Fauzi pun menyusun strategi.
Dia menyisihkan Rp 800 ribu untuk biaya kontrak. Agar layak sebagai tempat usaha, dia pun mengeluarkan tambahan biaya untuk renovasi. Modal tersisa Rp 1,25 juta. "Ayah saya menargetkan tiga bulan harus dapat 'pekerjaan' atau order," tutur pria asal Riau itu.
Tak perlu menunggu lama, tiga pekan kemudian, order pertama diterimanya. Sebanyak 40 kaus seharga Rp 40 ribu per unit dibuatnya. Pemesannya adalah SMA 1 Bekasi.
Order perdana itu yang lalu menimbulkan semangat bagi Fauzi. Kepercayaan diri bertambah, meski pembuatan kaus masih dilakukan di usaha konfeksi kakaknya di Bandung.
Strategi pemasaran pun dilakukan dengan menyebar pamflet. Upaya ini cukup efektif, usaha Fauzi mulai dikenal. Pemesanan juga mulai banyak.
Dia pilih menjemput bola, karena orang umumnya memesan kaus langsung ke Bandung. "Kini, mereka tidak perlu lagi ke Bandung, di Jakarta sudah ada," ujarnya.
Usaha konfeksi Fauzi pun makin berkembang. Dalam setahun, dia sudah mampu membeli mobil. "Saya masih ingat, mobil pertama yang saya beli Suzuki Carry. Harganya Rp 5,8 juta," tuturnya bangga.
Dalam menjalankan usahanya, prinsip yang selalu dipegang Fauzi adalah bisnis itu harus unik. Keunikan yang dijalankan Fauzi adalah ketepatan waktu. "Ini yang menjadi komitmen saya. Order harus selesai tepat waktu," tegasnya.
Kini, orientasi Fauzi tidak lagi pembuatan kaus kelas. Namun, skalanya diperluas hingga seragam perusahaan. Fauzi ingin sedikit berbeda dengan pelaku lain di bisnis serupa.
"Hasilnya, pemesanan seragam dari perusahaan besar makin banyak. Ada dari Trakindo, Telkomsel, dan lainnya," kata pria yang juga menjadi pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) itu.
Bahkan, Fauzi pernah menyelesaikan pemesanan seragam hanya dalam waktu sehari. Hari ini pesan, besok seragam langsung dikirim. "Tapi, ini biasanya untuk yang sedikit jumlahnya," ujarnya.
Omzet Rp10 miliar
Lingkungan di sekitar sekolahnya di Bandung pada era 1990-an, memicu idenya untuk berbisnis. Kebetulan, saat itu, banyak siswa yang memesan kaus untuk seragam kelas. "Nah, dari situ saya berpikir, kenapa tidak saya koordinasi saja untuk membuat kaus kelas," kata Fauzi Ishak.
Secara kebetulan, kakak Fauzi sudah berbisnis konfeksi. Bak gayung bersambut, setiap ada pembuatan kaus kelas, Fauzi tinggal memesan melalui usaha konfeksi kakaknya.
Dari mengoordinasi pembuatan kaus kelas itu, pria yang lahir pada 7 Maret 1970 itu mulai mendapatkan "uang saku". Meski tidak besar, saat itu, uang Rp 50-100 ribu cukup membantunya memenuhi kebutuhan selama bersekolah di Bandung.
Setelah menamatkan SMA, Fauzi pun bertekad untuk mencoba berwiraswasta. Targetnya saat itu Surabaya atau Jakarta. Namun, dengan pertimbangan ada keluarga, Jakarta akhirnya yang dipilih.
Mulailah dia mengontrak rumah di sekitar Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Bermodal Rp 2,8 juta dari ayahnya, Fauzi pun menyusun strategi.
Dia menyisihkan Rp 800 ribu untuk biaya kontrak. Agar layak sebagai tempat usaha, dia pun mengeluarkan tambahan biaya untuk renovasi. Modal tersisa Rp 1,25 juta. "Ayah saya menargetkan tiga bulan harus dapat 'pekerjaan' atau order," tutur pria asal Riau itu.
Tak perlu menunggu lama, tiga pekan kemudian, order pertama diterimanya. Sebanyak 40 kaus seharga Rp 40 ribu per unit dibuatnya. Pemesannya adalah SMA 1 Bekasi.
Order perdana itu yang lalu menimbulkan semangat bagi Fauzi. Kepercayaan diri bertambah, meski pembuatan kaus masih dilakukan di usaha konfeksi kakaknya di Bandung.
Strategi pemasaran pun dilakukan dengan menyebar pamflet. Upaya ini cukup efektif, usaha Fauzi mulai dikenal. Pemesanan juga mulai banyak.
Dia pilih menjemput bola, karena orang umumnya memesan kaus langsung ke Bandung. "Kini, mereka tidak perlu lagi ke Bandung, di Jakarta sudah ada," ujarnya.
Usaha konfeksi Fauzi pun makin berkembang. Dalam setahun, dia sudah mampu membeli mobil. "Saya masih ingat, mobil pertama yang saya beli Suzuki Carry. Harganya Rp 5,8 juta," tuturnya bangga.
Dalam menjalankan usahanya, prinsip yang selalu dipegang Fauzi adalah bisnis itu harus unik. Keunikan yang dijalankan Fauzi adalah ketepatan waktu. "Ini yang menjadi komitmen saya. Order harus selesai tepat waktu," tegasnya.
Kini, orientasi Fauzi tidak lagi pembuatan kaus kelas. Namun, skalanya diperluas hingga seragam perusahaan. Fauzi ingin sedikit berbeda dengan pelaku lain di bisnis serupa.
"Hasilnya, pemesanan seragam dari perusahaan besar makin banyak. Ada dari Trakindo, Telkomsel, dan lainnya," kata pria yang juga menjadi pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) itu.
Bahkan, Fauzi pernah menyelesaikan pemesanan seragam hanya dalam waktu sehari. Hari ini pesan, besok seragam langsung dikirim. "Tapi, ini biasanya untuk yang sedikit jumlahnya," ujarnya.
Omzet Rp10 miliar
Kini, dalam sebulan, Fauzi melalui usaha konfeksinya mampu memproduksi kaus maupun seragam hingga 5.000 unit. Bahkan, saat ramainya masa kampanye pilkada, bisa mencapai 500 ribu unit.
"Omzet sudah mencapai Rp 7-10 miliar per tahun," ujarnya.
Saking ramainya, dia pun pernah dipanggil Polsek di sekitar lokasi usahanya. Bukan karena perkara hukum, namun karena lokasi usahanya pernah menjadi tempat tawuran pelajar.
Saat itu, pelajar STM Boedoed dan STM Penerbangan Jakarta yang sama-sama memesan kaus kepadanya bertemu. Bentrok pun tak terhindarkan. "Tapi, dari pengalaman itu ada untungnya juga, tempat usaha saya jadi terkenal," tuturnya mengenang.
Namun, dia menjelaskan, besarnya omzet per tahun itu tidak menentu. "Misalnya tahun ini bisa Rp 10 miliar, belum tentu tahun depan akan sama. Bisa jadi cuma Rp 4 miliar. Tergantung order yang diperoleh," katanya.
Kini, melalui PT Bandung Prima Kencana, Fauzi memiliki showroom seluas 1.000 meter persegi di Condet, Jakarta Timur. Dengan brand BEKaos, Fauzi telah memiliki puluhan mesin jahit dan ratusan karyawan.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.