Pertumbuhan ekonomi Indonesia tak henti disorot dunia
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tak henti disorot dunia. Setelah Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan 6,2 persen tahun ini, laporan Citi terbaru memprediksi lebih fantastis.
Perekonomian Indonesia yang diukur dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) diprediksi masuk 10 besar dunia pada 2025. Indonesia akan mengungguli dua kekuatan ekonomi Eropa, Prancis dan Inggris. Indonesia dinilai memiliki berbagai peluang di berbagai sektor untuk terus tumbuh.
Pemerintah Indonesia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 pun menargetkan pertumbuhan ekonomi 6,8 persen tahun ini. Meski target tersebut cukup tinggi di tengah kondisi krisis global saat ini, pemerintah tak menyerah untuk menggenjot laju pertumbuhan ekonomi domestik itu.
Pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 yang "hanya" 6,23 persen, dan di bawah target dalam APBN-P 2012 sebesar 6,5 persen, akan menjadi cambuk untuk memacu pertumbuhan selama 2013. Sepanjang 2012, produk domestik bruto Indonesia sudah mencapai Rp 8.241,9 triliun.
Dalam laporan Citi terbaru bertajuk "ASEAN Economic Long View: Indonesia: En Route to a Top-10 World Economy by 2025" menunjukkan, pada 2025, pangsa pasar negara-negara berkembang terhadap PDB dunia diperkirakan naik menjadi 58 persen dari 39 persen pada 2012. Indonesia pada 2025 akan berada di posisi delapan.
"Pada saat itu, Indonesia diperkirakan masuk 10 besar ekonomi terbesar dunia mengikuti negara-negara berkembang lainnya seperti China, India, Rusia, dan Brasil," kata Country Economist Citi Indonesia, Helmi Arman, dalam laporan tersebut, Kamis 21 Maret 2013.
Pada 2025, pendapatan per kapita Indonesia akan mencapai US$ 4.000. Meski angka itu masih di bawah Malaysia dan Thailand, tapi lebih tinggi dibanding Filipina, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.
Derasnya investasi asing yang menyerbu ASEAN akan dapat dimanfaatkan Indonesia sebagai negara paling besar di kawasan itu. Indonesia memiliki berbagai sektor unggulan yang masih bisa dikembangkan di hilir ataupun hulu, seperti otomotif, perbankan, telekomunikasi, semen, ritel, jalan tol, perkebunan, kawasan industri, dan properti.
Setiap sektor industri memiliki berbagai tantangan, seperti otomotif yang membutuhkan lebih banyak infrastruktur jalan, baik di Jakarta dan luar Jakarta. Upaya itu untuk menunjang tumbuhnya penjualan kendaraan bermotor di Indonesia.
Tantangan di sektor perkebunan dan jalan tol, hambatan terbesar yang ditemui adalah pembelian lahan yang dapat mengganggu investasi asing. Khusus untuk sektor hilir perkebunan, Indonesia masih membutuhkan peningkatan pabrik pengolahan sawit yang selama ini masih dikuasai oleh berbagai perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Singapura.
Berbeda dengan Malaysia, Thailand, dan Filipina yang telah mengandalkan ekspor sektor teknologi serta manufaktur, ekspor Indonesia saat ini masih mengandalkan komoditas utama, yakni mencapai 50 persen. Indonesia harus menggenjot kinerja ekspor sektor lain dengan memanfaatkan investasi asing yang deras masuk ke Indonesia.
Untuk itu, pemerintah harus membenahi logistik dan infrastruktur yang masih buruk. Indonesia saat ini di peringkat 59 dalam World Bank's Logistics Performance Index, di belakang Filipina (52), Malaysia (29), dan Thailand (38). Syarat lainnya adalah stabilitas politik Indonesia.
Analis Citi masih berpandangan positif terhadap perkembangan politik di Indonesia. Hasil pemilihan gubernur beberapa waktu lalu menunjukkan kematangan demokrasi Indonesia. Ada keinginan kuat untuk memilih pemimpin baru dan tegas.
Namun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diharapkan dapat menahan godaan untuk memulai kebijakan populis yang dapat menghambat perdagangan dan arus modal asing menjelang 2014. Keputusan untuk membubarkan BP Migas beberapa waktu lalu menimbulkan ketidakpastian hukum dan membuat investor putus asa.
"Indonesia telah pulih dari krisis ekonomi 1998. Fundamental ekonomi dan politik saat ini telah kuat dan berada di jalur untuk menjadi negara maju. Kami percaya, untuk mencapai tujuan akhir, tidak bisa ditempuh dengan cara autopilot," katanya.
Layak Dipuji
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia, Stefan Koeberle, memperkirakan, kondisi ekonomi Indonesia bisa tetap tumbuh dengan baik ke depan. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 6,2 persen tahun ini," ujar Koeberle di Jakarta, pekan ini.
Menurut dia, selama ini, ketahanan ekonomi Indonesia memang layak mendapat pujian, karena pertumbuhan relatif stabil meski kondisi perekonomian global melesu.
Koeberle menuturkan, Indonesia bisa meningkatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dengan membuat kebijakan yang tepat. Arus urbanisasi yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat dengan menyediakan lapangan kerja yang berkualitas.
Artinya, dia menjelaskan, pemerintah harus membuka lapangan kerja sebanyak mungkin untuk memberdayakan jumlah angkatan kerja yang makin hari kian meningkat.
Dalam laporan kuartal I-2013, Bank Dunia menyoroti sejumlah hal yang dapat menjadi sumber tekanan terhadap prospek ekonomi, antara lain perlambatan pertumbuhan investasi.
Koeberle mengatakan, risiko terbesar terhadap pertumbuhan jangka pendek berasal dari investasi dalam negeri yang berkontribusi 40 persen dari pertumbuhan pada 2012.
Beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) juga perlu diwaspadai. Bank Dunia mencermati bahwa subsidi BBM pada 2012 yang mencapai 2,6 persen dari pendapatan domestik bruto turut menambah tekanan terhadap neraca perdagangan luar negeri dan menjadi beban yang signifikan terhadap sektor fiskal.
Menurut data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2013, Bank Dunia mencermati adanya peningkatan tekanan-tekanan serupa, karena kebijakan ekonomi domestik.
Namun, Indonesia terbukti sebagai salah satu negara berkembang di Asia yang mampu bertahan di tengah hantaman krisis ekonomi global saat ini. Kondisi tersebut menjadi salah satu alasan Indonesia berpotensi sebagai negara pemimpin dunia.
Chairman PT Bakrie Global Ventura, Anindya Novyan Bakrie, pun mengungkapkan pendapat senada. Pergeseran motor ekonomi dunia saat ini terus terjadi. Negara-negara besar di Asia seperti China, India, dan khususnya Indonesia mengemban harapan besar dunia, guna mengisi kekosongan pertumbuhan ekonomi yang masih negatif di sejumlah negara.
"Jadi, kepercayaan kepada Indonesia sangat besar, sangat tinggi. Terutama, tentang satu hal, karena stabilitas ekonomi dan politik yang baik," ujar Anindya di acara diskusi panel Globe Asia Power, belum lama ini.
Menurut Anindya, ketahanan fiskal di Indonesia yang kuat saat ini membuat stabilitas ekonomi tetap terjaga di tengah krisis global yang menghantam negara-negara berkembang lainnya di kawasan Asia.
Selain itu, dia menjelaskan, kuatnya fundamental ekonomi tersebut didukung dengan besarnya konsumsi domestik. Kondisi itu dapat menjadi pemikat negara-negara lain untuk terus berinvestasi di Indonesia.
"Ini semua membuat Indonesia mempunyai kesempatan untuk terus berkembang, bahkan menjadi salah satu pemimpin dalam pertumbuhan ekonomi dunia," tuturnya.(eh)
Senayan |
Perekonomian Indonesia yang diukur dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) diprediksi masuk 10 besar dunia pada 2025. Indonesia akan mengungguli dua kekuatan ekonomi Eropa, Prancis dan Inggris. Indonesia dinilai memiliki berbagai peluang di berbagai sektor untuk terus tumbuh.
Pemerintah Indonesia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 pun menargetkan pertumbuhan ekonomi 6,8 persen tahun ini. Meski target tersebut cukup tinggi di tengah kondisi krisis global saat ini, pemerintah tak menyerah untuk menggenjot laju pertumbuhan ekonomi domestik itu.
Pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 yang "hanya" 6,23 persen, dan di bawah target dalam APBN-P 2012 sebesar 6,5 persen, akan menjadi cambuk untuk memacu pertumbuhan selama 2013. Sepanjang 2012, produk domestik bruto Indonesia sudah mencapai Rp 8.241,9 triliun.
Dalam laporan Citi terbaru bertajuk "ASEAN Economic Long View: Indonesia: En Route to a Top-10 World Economy by 2025" menunjukkan, pada 2025, pangsa pasar negara-negara berkembang terhadap PDB dunia diperkirakan naik menjadi 58 persen dari 39 persen pada 2012. Indonesia pada 2025 akan berada di posisi delapan.
"Pada saat itu, Indonesia diperkirakan masuk 10 besar ekonomi terbesar dunia mengikuti negara-negara berkembang lainnya seperti China, India, Rusia, dan Brasil," kata Country Economist Citi Indonesia, Helmi Arman, dalam laporan tersebut, Kamis 21 Maret 2013.
Pada 2025, pendapatan per kapita Indonesia akan mencapai US$ 4.000. Meski angka itu masih di bawah Malaysia dan Thailand, tapi lebih tinggi dibanding Filipina, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.
Derasnya investasi asing yang menyerbu ASEAN akan dapat dimanfaatkan Indonesia sebagai negara paling besar di kawasan itu. Indonesia memiliki berbagai sektor unggulan yang masih bisa dikembangkan di hilir ataupun hulu, seperti otomotif, perbankan, telekomunikasi, semen, ritel, jalan tol, perkebunan, kawasan industri, dan properti.
Setiap sektor industri memiliki berbagai tantangan, seperti otomotif yang membutuhkan lebih banyak infrastruktur jalan, baik di Jakarta dan luar Jakarta. Upaya itu untuk menunjang tumbuhnya penjualan kendaraan bermotor di Indonesia.
Tantangan di sektor perkebunan dan jalan tol, hambatan terbesar yang ditemui adalah pembelian lahan yang dapat mengganggu investasi asing. Khusus untuk sektor hilir perkebunan, Indonesia masih membutuhkan peningkatan pabrik pengolahan sawit yang selama ini masih dikuasai oleh berbagai perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Singapura.
Berbeda dengan Malaysia, Thailand, dan Filipina yang telah mengandalkan ekspor sektor teknologi serta manufaktur, ekspor Indonesia saat ini masih mengandalkan komoditas utama, yakni mencapai 50 persen. Indonesia harus menggenjot kinerja ekspor sektor lain dengan memanfaatkan investasi asing yang deras masuk ke Indonesia.
Untuk itu, pemerintah harus membenahi logistik dan infrastruktur yang masih buruk. Indonesia saat ini di peringkat 59 dalam World Bank's Logistics Performance Index, di belakang Filipina (52), Malaysia (29), dan Thailand (38). Syarat lainnya adalah stabilitas politik Indonesia.
Analis Citi masih berpandangan positif terhadap perkembangan politik di Indonesia. Hasil pemilihan gubernur beberapa waktu lalu menunjukkan kematangan demokrasi Indonesia. Ada keinginan kuat untuk memilih pemimpin baru dan tegas.
Namun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diharapkan dapat menahan godaan untuk memulai kebijakan populis yang dapat menghambat perdagangan dan arus modal asing menjelang 2014. Keputusan untuk membubarkan BP Migas beberapa waktu lalu menimbulkan ketidakpastian hukum dan membuat investor putus asa.
"Indonesia telah pulih dari krisis ekonomi 1998. Fundamental ekonomi dan politik saat ini telah kuat dan berada di jalur untuk menjadi negara maju. Kami percaya, untuk mencapai tujuan akhir, tidak bisa ditempuh dengan cara autopilot," katanya.
Layak Dipuji
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia, Stefan Koeberle, memperkirakan, kondisi ekonomi Indonesia bisa tetap tumbuh dengan baik ke depan. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 6,2 persen tahun ini," ujar Koeberle di Jakarta, pekan ini.
Menurut dia, selama ini, ketahanan ekonomi Indonesia memang layak mendapat pujian, karena pertumbuhan relatif stabil meski kondisi perekonomian global melesu.
Koeberle menuturkan, Indonesia bisa meningkatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dengan membuat kebijakan yang tepat. Arus urbanisasi yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat dengan menyediakan lapangan kerja yang berkualitas.
Artinya, dia menjelaskan, pemerintah harus membuka lapangan kerja sebanyak mungkin untuk memberdayakan jumlah angkatan kerja yang makin hari kian meningkat.
Dalam laporan kuartal I-2013, Bank Dunia menyoroti sejumlah hal yang dapat menjadi sumber tekanan terhadap prospek ekonomi, antara lain perlambatan pertumbuhan investasi.
Koeberle mengatakan, risiko terbesar terhadap pertumbuhan jangka pendek berasal dari investasi dalam negeri yang berkontribusi 40 persen dari pertumbuhan pada 2012.
Beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) juga perlu diwaspadai. Bank Dunia mencermati bahwa subsidi BBM pada 2012 yang mencapai 2,6 persen dari pendapatan domestik bruto turut menambah tekanan terhadap neraca perdagangan luar negeri dan menjadi beban yang signifikan terhadap sektor fiskal.
Menurut data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2013, Bank Dunia mencermati adanya peningkatan tekanan-tekanan serupa, karena kebijakan ekonomi domestik.
Namun, Indonesia terbukti sebagai salah satu negara berkembang di Asia yang mampu bertahan di tengah hantaman krisis ekonomi global saat ini. Kondisi tersebut menjadi salah satu alasan Indonesia berpotensi sebagai negara pemimpin dunia.
Chairman PT Bakrie Global Ventura, Anindya Novyan Bakrie, pun mengungkapkan pendapat senada. Pergeseran motor ekonomi dunia saat ini terus terjadi. Negara-negara besar di Asia seperti China, India, dan khususnya Indonesia mengemban harapan besar dunia, guna mengisi kekosongan pertumbuhan ekonomi yang masih negatif di sejumlah negara.
"Jadi, kepercayaan kepada Indonesia sangat besar, sangat tinggi. Terutama, tentang satu hal, karena stabilitas ekonomi dan politik yang baik," ujar Anindya di acara diskusi panel Globe Asia Power, belum lama ini.
Menurut Anindya, ketahanan fiskal di Indonesia yang kuat saat ini membuat stabilitas ekonomi tetap terjaga di tengah krisis global yang menghantam negara-negara berkembang lainnya di kawasan Asia.
Selain itu, dia menjelaskan, kuatnya fundamental ekonomi tersebut didukung dengan besarnya konsumsi domestik. Kondisi itu dapat menjadi pemikat negara-negara lain untuk terus berinvestasi di Indonesia.
"Ini semua membuat Indonesia mempunyai kesempatan untuk terus berkembang, bahkan menjadi salah satu pemimpin dalam pertumbuhan ekonomi dunia," tuturnya.(eh)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.