Yogyakarta • Mahasiswa Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta, Fredy Setya Pradana, menciptakan alat untuk mendeteksi atau mengetahui parameter kadar ozon.
"Alat yang menggunakan sensor MQ-131 sebagai detektor kadar gas ozon itu berfungsi memonitor tingkat polusi udara untuk mengetahui indeks polusi ozon di setiap kawasan," kata Fredy, di Yogyakarta, Jumat (22/3/2013).
Menurut dia, sensor itu akan bekerja jika mendapatkan rangsangan dari gas ozon sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tegangan dan hambatan di dalam sensor.
Selanjutnya, tegangan itu akan menjadi masukan pada sistem yang telah terprogram dan ditampilkan ke LCD untuk mengetahui seberapa besar kadar gas dalam area lingkungan tersebut dengan satuan ppb.
"Sistem itu akan menyimpulkan kadar gas dalam kondisi normal atau bahaya. Jika sumber gas ozon menunjukan besaran 121-2000 ppb, maka LCD akan menampilkan kondisi ’bahaya’," katanya.
Ia mengatakan, pada tahap pengujian dilakukan pengukuran kadar gas ozon di beberapa tempat, yakni dataran rendah dan dataran tinggi, seperti Yogyakarta, Tambi Wonosobo, dan Dieng.
"Satu kali percobaan diperlukan waktu sekitar 20 detik hingga penunjukan stabil atau berhenti bergerak, dan dari percobaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi area suatu tempat, semakin kecil kadar gas ozonnya," katanya.
Menurut dia, hal itu bisa dimaklumi karena di dataran tinggi belum banyak terdapat sentra industri dan penggunaan kendaraan bermotor juga masih cukup rendah. Selain itu, banyaknya pepohonan di daerah dataran tinggi juga menjadi faktor pembeda rendahnya kadar gas ozon.
"Kondisi itu berbeda dengan di Yogyakarta yang telah padat dengan kendaraan bermotor dan aktivitas industri yang cukup tinggi," kata Fredy yang menciptakan alat itu di bawah bimbingan dosen Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Teknik UNY, Herlambang Sigit Pramono.
Ia mengatakan, ozon berguna untuk melindungi bumi dari sinar radiasi ultraviolet matahari tempat lapisan itu berada pada ketinggian 8-50 km di atas permukaan bumi.
Namun, adanya ozon di sekitar permukaan bumi dengan konsentrasi tertentu akan membahayakan kesehatan manusia seperti infeksi dan iritasi saluran napas atau bahkan bisa merusak paru-paru.
"Ozon bisa terjadi secara alamiah di dalam smog (kabut) terutama di kota-kota besar tempat gas NOx dan hydrocarbon dari asap buangan kendaraan bermotor serta berbagai kegiatan industri yang merupakan sumber pembawa terbentuknya ozon," katanya.
● Kompas
"Alat yang menggunakan sensor MQ-131 sebagai detektor kadar gas ozon itu berfungsi memonitor tingkat polusi udara untuk mengetahui indeks polusi ozon di setiap kawasan," kata Fredy, di Yogyakarta, Jumat (22/3/2013).
Menurut dia, sensor itu akan bekerja jika mendapatkan rangsangan dari gas ozon sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tegangan dan hambatan di dalam sensor.
Selanjutnya, tegangan itu akan menjadi masukan pada sistem yang telah terprogram dan ditampilkan ke LCD untuk mengetahui seberapa besar kadar gas dalam area lingkungan tersebut dengan satuan ppb.
"Sistem itu akan menyimpulkan kadar gas dalam kondisi normal atau bahaya. Jika sumber gas ozon menunjukan besaran 121-2000 ppb, maka LCD akan menampilkan kondisi ’bahaya’," katanya.
Ia mengatakan, pada tahap pengujian dilakukan pengukuran kadar gas ozon di beberapa tempat, yakni dataran rendah dan dataran tinggi, seperti Yogyakarta, Tambi Wonosobo, dan Dieng.
"Satu kali percobaan diperlukan waktu sekitar 20 detik hingga penunjukan stabil atau berhenti bergerak, dan dari percobaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi area suatu tempat, semakin kecil kadar gas ozonnya," katanya.
Menurut dia, hal itu bisa dimaklumi karena di dataran tinggi belum banyak terdapat sentra industri dan penggunaan kendaraan bermotor juga masih cukup rendah. Selain itu, banyaknya pepohonan di daerah dataran tinggi juga menjadi faktor pembeda rendahnya kadar gas ozon.
"Kondisi itu berbeda dengan di Yogyakarta yang telah padat dengan kendaraan bermotor dan aktivitas industri yang cukup tinggi," kata Fredy yang menciptakan alat itu di bawah bimbingan dosen Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Teknik UNY, Herlambang Sigit Pramono.
Ia mengatakan, ozon berguna untuk melindungi bumi dari sinar radiasi ultraviolet matahari tempat lapisan itu berada pada ketinggian 8-50 km di atas permukaan bumi.
Namun, adanya ozon di sekitar permukaan bumi dengan konsentrasi tertentu akan membahayakan kesehatan manusia seperti infeksi dan iritasi saluran napas atau bahkan bisa merusak paru-paru.
"Ozon bisa terjadi secara alamiah di dalam smog (kabut) terutama di kota-kota besar tempat gas NOx dan hydrocarbon dari asap buangan kendaraan bermotor serta berbagai kegiatan industri yang merupakan sumber pembawa terbentuknya ozon," katanya.
● Kompas
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.