Apakah menolak karena adanya interfensi masa silam ?Presiden Joko Widodo saat bersalaman dengan Perdana Menteri Inggris David Cameron di Istana Merdeka, Jakarta, 27 Juli 2015. [TEMPO/Subekti] ●
Pemerintah memutuskan menolak pemberian utang senilai satu miliar poundsterling (lebih dari Rp 22 triliun) yang ditawarkan Perdana Menteri Inggris David Cameron saat berkunjung ke Indonesia akhir Juli 2015.
Deputi Pendanaan Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Wismana Adi Suryabrata di Jakarta, Kamis, 17 September 2015 membeberkan pemerintah belum memiliki pengalaman kerja sama yang memadai dalam pembiayaan pembangunan dengan Inggris.
"Jadi untuk pembiayaan antar pemerintah mungkin tidak akan kami ambil. Namun untuk skema kerja sama lain seperti swasta, silakan," kata Wismana.
Pemerintah juga mempertimbangkan kecepatan realisasi pembangunan dari setiap pinjaman luar negeri yang akan ditarik. Maka dalam menarik pinjaman, pemerintah akan lebih mengutamakan mitra yang sudah berpengalaman bekerja sama dengan Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan manfaat berlipat dari kerja sama dengan masing-masing mitra. Pendapat kementerian/lembaga (K/L) teknis sebagai pelaksana program atau proyek kerja sama juga menjadi pertimbangan untuk tidak mengambil tawaran pinjaman itu.
"Kita cari sesuai perbandingan manfaat. Kita melihat kecocokan. Dia pernah mengerjakan apa di sini. Lalu, apakah K/L sudah terbiasa dengan itu," kata dia.
Hingga saat ini mitra yang sudah menjalin kerja sama dengan Indonesia untuk pembiayaan proyek adalah Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan Bank Pembangunan Islam untuk multilateral, sedangkan pembiayaan bilateral bersama Jepang, Cina, Korea Selatan, dan Jerman.
Dalam kunjungan kenegaraan PM Inggris David Cameron, pemerintah Inggris menawarkan pinjaman satu miliar poundsterling untuk membiayai sejumlah proyek infrastruktur, seperti sistem pengolahan limbah dan proyek tenaga panas bumi.
Indonesia sudah menetapkan proyek-proyek yang didanai utang dalam buku Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri (DRPLN) 2015-2019 atau "Blue Book".
Dalam buku itu ada 39 program yang mencakup 116 proyek pembangunan dengan nilai 39,9 miliar dolar AS.
Dalam rencana pinjaman itu, nilai proyek pembangunan jalur kereta api tercatat sebagai yang terbesar senilai 6,8 miliar dolar AS dan selanjutnya pembangunan pembangkit listrik senilai 4,9 miliar dolar AS.
Alasan Pemerintah Tolak Pinjaman dari Inggris [ANTARA/Dewi Fajriani] ●
Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Wismana Adi Suryabrata mengatakan pemerintah tidak akan memasukkan tawaran pinjaman dari Inggris sebesar 1 miliar poundsterling atau senilai Rp 22,2 triliun. Terlebih pada pembangunan proyek infrastruktur negara dengan skema government to government.
"Sudah dipelajari, ternyata Inggris belum berpengalaman bermitra dengan Indonesia," ujar Wismana di kantornya, Kamis, 17 September 2015.
Menurut Wismana, pemerintah tak mau mengambil risiko jika bermitra dengan Inggris karena belum terbukti kualitasnya. Akibatnya, tidak akan ada pembangunan infrastruktur yang terdapat dalam buku biru —Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri tahun 2015-2019— senilai US$ 39,9 miliar.
Pemerintah, ujar Wismana, lebih memilih pinjaman dari para kreditor yang sudah menjalin kerja sama sebelumnya dengan Indonesia. Pengalaman dan kecepatan pembangunan akan menjadi prioritas pertimbangan pembiayaan dalam blue book.
Jepang, Cina, Asian Development Bank, Korea Selatan, dan Jerman setidaknya sudah berkomitmen dan disetujui pemerintah untuk membiayai proyek-proyek yang ada dalam blue book. "Ada on going project sekitar US$ 10 miliar," kata Wismana, yang mengaku lupa dengan detail proyeknya.
Namun Wismana mengatakan kebijakan ini tidak serta-merta menutup pembiayaan dari Inggris. "Untuk skema kerja sama private public partnership tentu oke saja," tutur Wismana.
Sebelumnya, tawaran pinjaman duit tersebut ditawarkan langsung oleh Perdana Menteri Inggris David Cameron kepada Presiden Joko Widodo bulan Juli lalu. Saat itu, Cameron menyampaikan langsung minat Inggris untuk membiayai proyek pengolahan limbah dan transmisi pembangkit listrik geotermal yang ada pada daftar proyek dalam blue book.
Pemerintah memutuskan menolak pemberian utang senilai satu miliar poundsterling (lebih dari Rp 22 triliun) yang ditawarkan Perdana Menteri Inggris David Cameron saat berkunjung ke Indonesia akhir Juli 2015.
Deputi Pendanaan Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Wismana Adi Suryabrata di Jakarta, Kamis, 17 September 2015 membeberkan pemerintah belum memiliki pengalaman kerja sama yang memadai dalam pembiayaan pembangunan dengan Inggris.
"Jadi untuk pembiayaan antar pemerintah mungkin tidak akan kami ambil. Namun untuk skema kerja sama lain seperti swasta, silakan," kata Wismana.
Pemerintah juga mempertimbangkan kecepatan realisasi pembangunan dari setiap pinjaman luar negeri yang akan ditarik. Maka dalam menarik pinjaman, pemerintah akan lebih mengutamakan mitra yang sudah berpengalaman bekerja sama dengan Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan manfaat berlipat dari kerja sama dengan masing-masing mitra. Pendapat kementerian/lembaga (K/L) teknis sebagai pelaksana program atau proyek kerja sama juga menjadi pertimbangan untuk tidak mengambil tawaran pinjaman itu.
"Kita cari sesuai perbandingan manfaat. Kita melihat kecocokan. Dia pernah mengerjakan apa di sini. Lalu, apakah K/L sudah terbiasa dengan itu," kata dia.
Hingga saat ini mitra yang sudah menjalin kerja sama dengan Indonesia untuk pembiayaan proyek adalah Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan Bank Pembangunan Islam untuk multilateral, sedangkan pembiayaan bilateral bersama Jepang, Cina, Korea Selatan, dan Jerman.
Dalam kunjungan kenegaraan PM Inggris David Cameron, pemerintah Inggris menawarkan pinjaman satu miliar poundsterling untuk membiayai sejumlah proyek infrastruktur, seperti sistem pengolahan limbah dan proyek tenaga panas bumi.
Indonesia sudah menetapkan proyek-proyek yang didanai utang dalam buku Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri (DRPLN) 2015-2019 atau "Blue Book".
Dalam buku itu ada 39 program yang mencakup 116 proyek pembangunan dengan nilai 39,9 miliar dolar AS.
Dalam rencana pinjaman itu, nilai proyek pembangunan jalur kereta api tercatat sebagai yang terbesar senilai 6,8 miliar dolar AS dan selanjutnya pembangunan pembangkit listrik senilai 4,9 miliar dolar AS.
Alasan Pemerintah Tolak Pinjaman dari Inggris [ANTARA/Dewi Fajriani] ●
Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Wismana Adi Suryabrata mengatakan pemerintah tidak akan memasukkan tawaran pinjaman dari Inggris sebesar 1 miliar poundsterling atau senilai Rp 22,2 triliun. Terlebih pada pembangunan proyek infrastruktur negara dengan skema government to government.
"Sudah dipelajari, ternyata Inggris belum berpengalaman bermitra dengan Indonesia," ujar Wismana di kantornya, Kamis, 17 September 2015.
Menurut Wismana, pemerintah tak mau mengambil risiko jika bermitra dengan Inggris karena belum terbukti kualitasnya. Akibatnya, tidak akan ada pembangunan infrastruktur yang terdapat dalam buku biru —Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri tahun 2015-2019— senilai US$ 39,9 miliar.
Pemerintah, ujar Wismana, lebih memilih pinjaman dari para kreditor yang sudah menjalin kerja sama sebelumnya dengan Indonesia. Pengalaman dan kecepatan pembangunan akan menjadi prioritas pertimbangan pembiayaan dalam blue book.
Jepang, Cina, Asian Development Bank, Korea Selatan, dan Jerman setidaknya sudah berkomitmen dan disetujui pemerintah untuk membiayai proyek-proyek yang ada dalam blue book. "Ada on going project sekitar US$ 10 miliar," kata Wismana, yang mengaku lupa dengan detail proyeknya.
Namun Wismana mengatakan kebijakan ini tidak serta-merta menutup pembiayaan dari Inggris. "Untuk skema kerja sama private public partnership tentu oke saja," tutur Wismana.
Sebelumnya, tawaran pinjaman duit tersebut ditawarkan langsung oleh Perdana Menteri Inggris David Cameron kepada Presiden Joko Widodo bulan Juli lalu. Saat itu, Cameron menyampaikan langsung minat Inggris untuk membiayai proyek pengolahan limbah dan transmisi pembangkit listrik geotermal yang ada pada daftar proyek dalam blue book.
★ detik
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.