Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Ade Supandi, menegaskan, sudah waktunya TNI AL memiliki "kapal hasil arsitek" yang dibuat secara terukur dengan kualitas tinggi dan tidak untung-untungan.
"Jangan lagi kita bersikap bonek (bondho nekat) dalam membuat kapal, atau membuat kapal dengan untung-untungan, untung bisa jalan, untung tidak nabrak. Sudah saatnya kita membuat kapal arsitek," katanya di Surabaya, Selasa.
Dalam sambutan tanpa teks setelah menandatangani piagam kesepakatan bersama antara TNI AL dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di Kompleks ITS Surabaya, ia menyatakan kerja sama TNI AL-BPPT bertujuan untuk ke arah itu (kapal arsitek), membuat kapal yang betul-betul dikalkulasi semaksimal mungkin secara ilmiah dan diuji secara ilmiah pula.
"Tapi, arsitek yang saya maksud itu bukan orang yang sekadar menggambar desain kapal, melainkan orang yang mendesain, sekaligus mengikuti uji laboratorium bagian-bagian kapal itu untuk mencocokkan hasil uji dengan gambar yang didesainnya," katanya.
Didampingi Kepala BPPT, Dr Ir Unggul Priyanto MSc, ia mengatakan, arsitek kapal juga harus mengikuti proses pembuatan kapal hingga benar-benar selesai, sehingga ada kecocokan antara gambar (desain), uji (laboratorium), hingga kapal dalam bentuk jadi.
"Dengan demikian, industri perkapalan kita ke depan bukan sekadar industri, melainkan benar-benar ada hubungan antara pemerintah, industri, dan universitas. Hubungan tiga pihak itulah kelemahan kita," katanya.
Menurut dia, kelemahan itu jika tidak dibenahi justru akan dimanfaatkan orang lain. "Buktinya, hubungan pemerintah dan industri tanpa melibatkan universitas membuat hasil riset universitas kita justru dipakai Malaysia. Ke depan, kita jangan begitu," katanya.
Dalam penandatanganan program kesepakatan bersama yang dihadiri Rektor ITS, Prof Joni Hermana, Dirut PT PAL, Direktur PPNS, Direktur PENS, dan sebagainya, Priyanto mengatakan, kerja sama TNI AL-BPPT kali merupakan perpanjangan untuk lima tahun berikutnya (2015-2020).
"Tentu, perpanjangan kerja sama itu bermakna strategis terkait dengan kebijakan pemerintah menuju Poros Maritim Dunia, apalagi Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika yang dimiliki BPPT di Surabaya ini merupakan lembaga dengan fasilitas uji yang terbaik dan terbesar di ASEAN," katanya.
Dalam kerja sama pada periode sebelumnya, TNI AL dan BBPT telah mampu membuat prototipe kapal rawa, pengembangan kapal selama mini 22 meter, rancang bangun alat pertahanan matra laut, dan sebagainya.
"Ke depan, kita bisa kembangkan dengan desain dan rekayasa teknologi kapal cepat, kapal cepat rudal, kapal selam, dan seterusnya, apalagi pemerintah akan menjadikan Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika ini sebagai Pusat Rekayasa Teknologi Industri Maritim," katanya.
Setelah menandatangani program kesepakatan bersama itu, KSAL beserta jajarannya meninjau ruang uji kapal, seperti uji ketahanan melawan gelombang, serta melihat sejumlah prototipe kapal yang dirancang BPPT, baik kapal angkut maupun kapal selam.
"Jangan lagi kita bersikap bonek (bondho nekat) dalam membuat kapal, atau membuat kapal dengan untung-untungan, untung bisa jalan, untung tidak nabrak. Sudah saatnya kita membuat kapal arsitek," katanya di Surabaya, Selasa.
Dalam sambutan tanpa teks setelah menandatangani piagam kesepakatan bersama antara TNI AL dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di Kompleks ITS Surabaya, ia menyatakan kerja sama TNI AL-BPPT bertujuan untuk ke arah itu (kapal arsitek), membuat kapal yang betul-betul dikalkulasi semaksimal mungkin secara ilmiah dan diuji secara ilmiah pula.
"Tapi, arsitek yang saya maksud itu bukan orang yang sekadar menggambar desain kapal, melainkan orang yang mendesain, sekaligus mengikuti uji laboratorium bagian-bagian kapal itu untuk mencocokkan hasil uji dengan gambar yang didesainnya," katanya.
Didampingi Kepala BPPT, Dr Ir Unggul Priyanto MSc, ia mengatakan, arsitek kapal juga harus mengikuti proses pembuatan kapal hingga benar-benar selesai, sehingga ada kecocokan antara gambar (desain), uji (laboratorium), hingga kapal dalam bentuk jadi.
"Dengan demikian, industri perkapalan kita ke depan bukan sekadar industri, melainkan benar-benar ada hubungan antara pemerintah, industri, dan universitas. Hubungan tiga pihak itulah kelemahan kita," katanya.
Menurut dia, kelemahan itu jika tidak dibenahi justru akan dimanfaatkan orang lain. "Buktinya, hubungan pemerintah dan industri tanpa melibatkan universitas membuat hasil riset universitas kita justru dipakai Malaysia. Ke depan, kita jangan begitu," katanya.
Dalam penandatanganan program kesepakatan bersama yang dihadiri Rektor ITS, Prof Joni Hermana, Dirut PT PAL, Direktur PPNS, Direktur PENS, dan sebagainya, Priyanto mengatakan, kerja sama TNI AL-BPPT kali merupakan perpanjangan untuk lima tahun berikutnya (2015-2020).
"Tentu, perpanjangan kerja sama itu bermakna strategis terkait dengan kebijakan pemerintah menuju Poros Maritim Dunia, apalagi Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika yang dimiliki BPPT di Surabaya ini merupakan lembaga dengan fasilitas uji yang terbaik dan terbesar di ASEAN," katanya.
Dalam kerja sama pada periode sebelumnya, TNI AL dan BBPT telah mampu membuat prototipe kapal rawa, pengembangan kapal selama mini 22 meter, rancang bangun alat pertahanan matra laut, dan sebagainya.
"Ke depan, kita bisa kembangkan dengan desain dan rekayasa teknologi kapal cepat, kapal cepat rudal, kapal selam, dan seterusnya, apalagi pemerintah akan menjadikan Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika ini sebagai Pusat Rekayasa Teknologi Industri Maritim," katanya.
Setelah menandatangani program kesepakatan bersama itu, KSAL beserta jajarannya meninjau ruang uji kapal, seperti uji ketahanan melawan gelombang, serta melihat sejumlah prototipe kapal yang dirancang BPPT, baik kapal angkut maupun kapal selam.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.