PLTN di Korea Selatan (Reuters)★
Pemerintah sudah berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sejak zaman Presiden pertama yakni Soekarno.
Namun hingga sampai saat ini belum terealisasi karena masih banyak pro dan kontra. Kalau pun dibangun sekarang, teknologi yang digunakan jauh lebih aman.
"Kalau pemerintah mau bangun PLTN sekarang, yang digunakan memakai teknologi generasi 3+ (tiga plus) jadi lebih bagus dan jauh lebih aman," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana kepada detikFinance, Jumat (8/5/2015).
Rida mengungkapkan, kecelakaan nuklir di Chernobyl, Ukraina Utara pada 1986 lalu masih menggunakan teknologi generasi pertama, sedangkan kebocoran nuklir di Fukusima, Jepang pada 2011 lalu masih menggunakan generasi kedua.
"Di Fukusima itu yang bangun Amerika Serikat, teknologinya generasi kedua, bangunan nuklirnya itu tahan gempa hingga 9 SR (Skala Richter)," ujar Rida.
Namun, sayangnya ketika membangun PLTN Fukusima, tidak memperhatikan faktor tsunami walaupun sebenarnya sudah dibangun tembok pengaman dari gelombang tinggi.
"Amerika nggak kenal tsunami di Jepang tinggi, jadi ketika tsunami 2011 lalu gelombang tsunaminya lebih tinggi melewati tembok pengaman, sehingga mengenai PLTN. Tapi dengan kejadian Fukusima tersebut ada hikmahnya juga, pembangunan PLTN dari segi keamanannya makin tinggi," ucapnya.
Di Indonesia sendiri, lokasi yang paling cocok dibangun PLTN ada di Bangka Belitung dan Kalimantan.
"Di sana lebih aman dari gempa dan tsunami," katanya.
Untuk membangun PLTN generasi 3+ dibutuhkan dana sekitar Rp 3,5 triliun untuk kapasitas 100 megawatt (MW).
"Tapi bangun PLTN sekarang, jadinya itu baru 10 tahun lagi, jadi ini proyek jangka panjang," tutup Rida.
Pemerintah sudah berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sejak zaman Presiden pertama yakni Soekarno.
Namun hingga sampai saat ini belum terealisasi karena masih banyak pro dan kontra. Kalau pun dibangun sekarang, teknologi yang digunakan jauh lebih aman.
"Kalau pemerintah mau bangun PLTN sekarang, yang digunakan memakai teknologi generasi 3+ (tiga plus) jadi lebih bagus dan jauh lebih aman," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana kepada detikFinance, Jumat (8/5/2015).
Rida mengungkapkan, kecelakaan nuklir di Chernobyl, Ukraina Utara pada 1986 lalu masih menggunakan teknologi generasi pertama, sedangkan kebocoran nuklir di Fukusima, Jepang pada 2011 lalu masih menggunakan generasi kedua.
"Di Fukusima itu yang bangun Amerika Serikat, teknologinya generasi kedua, bangunan nuklirnya itu tahan gempa hingga 9 SR (Skala Richter)," ujar Rida.
Namun, sayangnya ketika membangun PLTN Fukusima, tidak memperhatikan faktor tsunami walaupun sebenarnya sudah dibangun tembok pengaman dari gelombang tinggi.
"Amerika nggak kenal tsunami di Jepang tinggi, jadi ketika tsunami 2011 lalu gelombang tsunaminya lebih tinggi melewati tembok pengaman, sehingga mengenai PLTN. Tapi dengan kejadian Fukusima tersebut ada hikmahnya juga, pembangunan PLTN dari segi keamanannya makin tinggi," ucapnya.
Di Indonesia sendiri, lokasi yang paling cocok dibangun PLTN ada di Bangka Belitung dan Kalimantan.
"Di sana lebih aman dari gempa dan tsunami," katanya.
Untuk membangun PLTN generasi 3+ dibutuhkan dana sekitar Rp 3,5 triliun untuk kapasitas 100 megawatt (MW).
"Tapi bangun PLTN sekarang, jadinya itu baru 10 tahun lagi, jadi ini proyek jangka panjang," tutup Rida.
★ detik
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.