Jayapura ♞ PT Freeport, salah satu perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia siap membangun pabrik pengolahan (smelter) pasca diberlakukannya UU 4/2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.
Juru Bicara PT Freeport, Daisy Primayanti mengaku, pada prinsipnya pihaknya siap membangun smelter, namun saat ini perusahaannya masih terus melakukan kajian guna memastikan lokasinya.
Ada tiga lokasi yang saat ini masih dilakukan studi kelayakan untuk memastikan lokasi mana yang paling tepat di antaranya Gresik (Jawa Timur), dan Timika (Papua).
Deasy mengakui, untuk membangun smelter dibutuhkan waktu yang cukup lama yakni sekitar tiga hingga empat tahun. Menurutnya, PT Freeport sudah memiliki satu smelter yakni di Gresik dan pembangunannya membutuhkan waktu cukup lama sebelum dapat beroperasi.
Ketika ditanya tentang apakah ada dampak dari pemberlakuan UU Minerba yang mulai diberlakukan 12 Januari lalu, jubir PT Freeport itu mengaku, belum dapat memastikan namun kemungkinan yang akan dilakukan perusahaan adalah mengurangi produksi.
"Kemungkinan yang akan dilakukan adalah penurunan kapasitas produksi dan bila itu terus terjadi tidak tertutup kemungkinan akan terjadi pengurangan karyawan," kata Deasy seraya menegaskan hingga saat ini belum ada rencana pengurangan karyawan.
Sementara itu Ketua Komisi A DPRP Papua R. Magay yang ditemui secara terpisah mendukung sepenuhnya pemberlakukan UU 4/2009 yang mewajibkan perusahaan penambangan membangun pabrik pengolahan di Indonesia.
Selama ini kekayaan alam negara kita sudah banyak yang diambil dan dibawa keluar negeri sehingga dengan dibangunya smelter, maka selain lebih banyak tenaga kerja yang diserap, walaupun kata Magay, untuk tahap awal kemungkinan perusahaan terpaksa harus menurunkan produksi dan kemungkinan juga mengurangi karyawan.
Namun pihaknya berharap agar PT Freeport tidak sampai melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap para karyawannya. Pemerintah Provinsi Papua sendiri berharap agar smelter itu dibangun di Papua.
Juru Bicara PT Freeport, Daisy Primayanti mengaku, pada prinsipnya pihaknya siap membangun smelter, namun saat ini perusahaannya masih terus melakukan kajian guna memastikan lokasinya.
Ada tiga lokasi yang saat ini masih dilakukan studi kelayakan untuk memastikan lokasi mana yang paling tepat di antaranya Gresik (Jawa Timur), dan Timika (Papua).
Deasy mengakui, untuk membangun smelter dibutuhkan waktu yang cukup lama yakni sekitar tiga hingga empat tahun. Menurutnya, PT Freeport sudah memiliki satu smelter yakni di Gresik dan pembangunannya membutuhkan waktu cukup lama sebelum dapat beroperasi.
Ketika ditanya tentang apakah ada dampak dari pemberlakuan UU Minerba yang mulai diberlakukan 12 Januari lalu, jubir PT Freeport itu mengaku, belum dapat memastikan namun kemungkinan yang akan dilakukan perusahaan adalah mengurangi produksi.
"Kemungkinan yang akan dilakukan adalah penurunan kapasitas produksi dan bila itu terus terjadi tidak tertutup kemungkinan akan terjadi pengurangan karyawan," kata Deasy seraya menegaskan hingga saat ini belum ada rencana pengurangan karyawan.
Sementara itu Ketua Komisi A DPRP Papua R. Magay yang ditemui secara terpisah mendukung sepenuhnya pemberlakukan UU 4/2009 yang mewajibkan perusahaan penambangan membangun pabrik pengolahan di Indonesia.
Selama ini kekayaan alam negara kita sudah banyak yang diambil dan dibawa keluar negeri sehingga dengan dibangunya smelter, maka selain lebih banyak tenaga kerja yang diserap, walaupun kata Magay, untuk tahap awal kemungkinan perusahaan terpaksa harus menurunkan produksi dan kemungkinan juga mengurangi karyawan.
Namun pihaknya berharap agar PT Freeport tidak sampai melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap para karyawannya. Pemerintah Provinsi Papua sendiri berharap agar smelter itu dibangun di Papua.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.