blog-indonesia.com

Kamis, 30 Januari 2014

Ketika Transportasi Massal Tak Mampu Tembus Banjir Jakarta

Ratusan penumpang terlantar, karena jalur busway dan KA terendam.

Stasiun Tanah Abang saat terendam banjir.
Lumpuh, itulah gambaran lalu lintas di Jakarta Rabu pagi, 29 Januari 2014. Kendaraan seolah parkir di jalan, karena tidak ada celah untuk melintas. Hampir seluruh jalanan terendam banjir dengan ketinggian yang beragam.

Mulai dari jalan kecil, jalan utama Jakarta hingga jalan tol yang 'katanya' jalur bebas hambatan itu ikut macet parah. Banjir bukan hanya mengepung jalur kendaraan umum, tetapi juga jalur transportasi massal seperti TransJakarta dan kereta api.

Kedua transportasi itu terpaksa menunda keberangkatan hingga banjir benar-benar surut. Manajer Komunikasi Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ), Eva Khairunisa mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun pihaknya, jalur kereta yang terendam banjir ada dua yakni stasiun Kampung Bandan, Ancol, Jakarta Utara dan Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur.

"Tadi yang ke Kampung Bandan sempat ditutup, tetapi mulai pukul 12.00 WIB sudah beroperasi lagi," ujar Eva kepada VIVAnews.

Eva menuturkan, KCJ memiliki prosedur sendiri jika terjadi banjir, di mana pelayanan kereta commuter line Jabodetabok tidak pernah dihentikan secara total.

Penghentian itu, kata dia, disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Eva mencontohkan, seperti kejadian banjir di stasiun Kampung Bandan, KRL dari Tangerang-Jakarta hanya dioperasikan hingga Stasiun Duri.

"Kalau di KRL commuter line dibatalkan tidak ada, hanya ada keterlambatan. Kereta tetap jalan, tetapi sampai stasiun tertentu saja. Seperti tadi, karena Stasiun Kampung Bandan Banjir maka sampai Stasiun Duri saja," katanya.

Eva menjelaskan, saat situasi tersebut pihaknya langsung mengambil langkah untuk segera meneruskan informasi ke penumpang melalui announcer di stasiun dan di kereta KRL sendiri. Selain itu, mereka memberitahu lewat facebook dan twitter.

Operasi TransJakarta terhenti

Akibat kejadian ini, ratusan ribu penumpang terlantar. Kondisi serupa juga terjadi pada pelayanan bus TransJakarta. Pagi tadi, penumpang menumpuk di berbagai halte karena tidak terlayani.

"Tingginya genangan air memaksa kami menghentikan operasi TransJakarta untuk beberapa koridor," kata Kepala Humas Unit Pengelola TransJakarta, Sri Ulina Pinem.

Menurut Sri Ulina, dari catatan manajemen, koridor yang berhenti sementara hingga Rabu siang karena terhadang banjir adalah Koridor III, rute Kalideres-Harmoni.

Kemudian, Koridor V, rute Kampung Melayu-Ancol. "Koridor ini hanya beroperasi dari Kampung Melayu sampai Halte Central Senen. Jalur terputus, karena genangan air setinggi 60 cm di Jembatan Merah," katanya.

Untuk tetap menjaga pelayanan, manajemen melakukan pola buka tutup koridor TransJakarta. Ini dilakukan di koridor VI, rute Ragunan-Dukuh Atas. Untuk koridor VI, pelayanan sistem buka ditutup, karena jalan raya Warung Jati terendam banjir hingga 30 cm.

Langkah lain untuk tetap melakukan pelayanan, TransJakarta melakukan pengalihan dua koridor. Koridor VII, rute Kampung Melayu-Kampung Rambutan dan juga koridor VIII, rute Lebak Bulus-Harmoni. "Jalur ini dialihkan karena di traffic light Green Garden jalan terendam banjir dengan ketinggian 40-50 cm," ujar Sri.

Meski demikian, masih ada empat koridor TransJakarta yang beroperasi normal hingga Rabu siang di antaranya Koridor I, rute Blok M-Kota. Koridor II, rute Pulogadung-Harmoni. Koridor IV, rute Pulogadung-Dukuh Atas, dan Koridor XI, rute Kampung Melayu-Pulogebang.

Kondisi ini membuat para pengguna jasa kedua transportasi itu frustasi. Mereka mengeluh lamanya waktu yang ditempuh akibat tidak beroperasinya kendaraan yang bisa menggangut ratusan ribu warga itu.

Ayu, salah satu karyawan misalnya. Dia harus menempuh waktu tiga jam untuk sampai di kantornya yang berada di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Biasanya, dia hanya menghabiskan waktu paling lama satu jam dari rumahnya yang berada di Pasar Minggu.

"Saya tadi menggunakan bus TransJakarta berangkat dari rumah pukul 7 pagi, tetapi hingga pukul 10.00 WIB, belum sampai kantor dan akhirnya memutuskan pulang ke rumah. Busnya tidak bergerak, apalagi kawasan Mampang macet parah. Ini membuat kami para pekerja tidak produktif," kata Ayu.

Petugas kewalahan

Direktur Lalu lintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Nurhadi Yuwono, mengatakan bahwa untuk mengatasi kemacetan yang terjadi setiap kali adanya genangan maupun banjir, pihak telah menyiapkan petugas di setiap titik yang rawan kemacetan.

"Kalau mau jujur, semua titik tak bisa di-cover. Akses banyak yang terputus dan semua petugas harus berada di situ. Jadi, siasat kami datang lebih awal di lokasi rawan banjir yang mengakibatkan macet sebelum ada aktivitas warga," kata Nurhadi, saat dihubungi VIVAnews.

Menurut Nurhadi, mengurai kemacetan akibat banjir bukan hanya tugas kepolisian, tetapi harus secara bahu membahu menuntaskan masalah tersebut.

Senada dengan Nurhadi, Dinas Perhubungan DKI Jakarta, bahkan mengaku kesulitan mengatur kemacetan akibat dari jalan yang tegenang.

"Kita kesulitan mengatur lalu lintas. Posisi genangan seringkali berubah, apa yang disiapkan mendadak berubah," kata Kabid Manajemen Rekayasa Lalu Lintas, Dishub Pemprov DKI, Benhard Hutajulu pada VIVAnews.

Benhard menjelaskan, seperti kejadian Rabu pagi, pihaknya telah mengantisipasi lokasi banjir berdasarkan arah air dari bendungan Katulampa di Bogor yang akan merendam jalanan ibu kota. Namun, ternyata pemantauan dan persiapan berubah.

"Kita sudah siapkan pemindahan arus seperti yang melalui Kampung Pulo dan wilayah Kampung Melayu. Ternyata, tidak banjir," ujarnya.

Penyebab banjir Rabu pagi hanya hujan lokal di sekitar Jakarta. Kondisi ini berdampak pada genangan di wilayah Otista, Panjaitan, Gunung Sahari, Hayamwuruk, Pemuda, Pesanggrahan, dan Kembangan.

Ia mengatakan, Dishub melakukan buka tutup akses jalan yang banjir sesuai area. "Kita mengalihkan arus ke jalan jalan tikus. Selain itu, kita juga mengarakan arus melalui perumahan," ujarnya.

Untuk menggunakan akses perumahan, menurut Benhard, Dishub mengirimkan surat pada pengelola perumahan yang aksesnya dekat dengan wilayah banjir. Selain itu, ia menjelaskan, Dishub tidak bisa bekerja sendiri dalam melakukan buka tutup jalur.

"Kita berkordinasi dengan Polisi. Ini terkait situasi dan arah mana yang akan digunakan untuk pengalihan arus lalu lintas. Termasuk, berapa lama sebuah jalan akan ditutup dan dibuka kembali." jelasnya.

Benhard menambahkan, yang paling yang ditakuti petugas saat banjir adalah banyaknya kendaraan yang mogok, terutama mobil.

"Mobil yang mogok dilokasi banjir ini sangat menghambat. Ia meminta masyarakat jangan memaksakan kendaraan saat kondisi air naik diatas jalan," tuturnya.(asp)


  Vivanews  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More