blog-indonesia.com

Kamis, 30 Januari 2014

6 Indikasi kebangkrutan Merpati

Jakarta ♞ PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) menjadi perusahaan pesakitan. Bahkan bisa dikatakan nyaris bangkrut. Beberapa kali Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengeluarkan pernyataan, satu-satunya cara menyelamatkan Merpati adalah menutup perusahaan.

Seperti yang diungkapkan Dahlan pertengahan Desember 2013. "Iyalah kondisi Merpati sulitnya bukan main. Itu (menutup) keputusan yang terbaik," kata Dahlan di Jakarta, Rabu (18/12).

Awan hitam yang menggelayut di atas langit Merpati tak kunjung cerah. Padahal, tahun lalu perusahaan pelat merah ini mendapat lampu hijau memperoleh skema restrukturisasi utang non-tunai berbentuk saham dari pemerintah.

Total utang Merpati mencapai Rp 6,7 triliun. Selain tanggungan pada pemerintah Rp 2 triliun, di luar pajak, maskapai ini juga punya utang kepada 20 BUMN lain, khususnya PT Pertamina. Selain skema PMN, nantinya utang pada sesama perusahaan pelat merah diubah menjadi saham. Pemutihan utang Merpati ini juga memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Namun pada kenyataannya, hingga saat ini upaya penghapusan utang Merpati tak kunjung terealisasi. Kementerian Perhubungan sempat ikut angkat bicara soal strategi penyelamatan Merpati. Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti membocorkan rencana baru untuk menghidupkan kembali Merpati. Menurut Herry, dalam bisnis plan (rencana bisnis) yang baru, Merpati sengaja dibangkrutkan.

"Merpati itu harus solusi dari BUMN, proses bisnis dibangkrutkan tapi ada prosesnya. Mereka dikecilkan bertahap dan sudah disetujui oleh PPA," ucap Herry.

Belakangan, kondisi internal Merpati justru semakin buruk. Kondisi yang ada menunjukkan tanda-tanda kebangkrutan Merpati. Namun jajaran direksi Merpati melalui juru bicaranya Riswanto masih percaya diri bahwa maskapai ini bisa kembali terbang tinggi. Dia mengatakan, saat ini Merpati sedang menjalankan proses Restrukturisasi dan Revitalisasi. Dalam proses tersebut terdapat program Kerja sama Operasi (SKO), pemisahan anak usaha, Divestasi, konversi utang menjadi saham, dan mendirikan anak perusahaan, termasuk di dalamnya restrukturisasi rute.

"Sebagai konsekuensi dari restrukturisasi rute adalah untuk sementara waktu akan berdampak terhadap dilakukannya pengurangan rute di beberapa kota tujuan yang ada. Perubahan beberapa rute ini juga akan berdampak kepada pelayanan dan kenyamanan pelanggan," kata Riswanto.

Merdeka.com merangkum kondisi Merpati yang mengindikasikan maskapai ini berada di titik nadir. Berikut paparannya. 

1. Gaji pegawai tak dibayar

Selama dua bulan terakhir ini, seluruh pegawai PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) belum menerima gaji. Atas dasar itu, mereka menjalankan mogok kerja massal pada 25 Januari lalu.

Sayang, mogok kerja massal tersebut terlihat sia-sia lantaran direksi Merpati keburu mengosongkan jadwal penerbangan pada tanggal tersebut. Menurut Anto, sebanyak 200-an pegawai Merpati baik berstatus tetap maupun kontrak belum dibayar gajinya. Merpati sendiri sedang terlilit utang sekitar Rp 6 triliun lebih.

"Alasan mogok karena gaji sudah 2 bulan tidak dibayar oleh perusahaan. Sampai sekarang belum dibayar," katanya.

Juru Bicara Merpati, Riswanto mengatakan kondisi ini disebabkan Merpati sedang dalam fokus proses restrukturisasi utang maupun operasional.

"Kalau gaji itu kan kita dalam proses restrukturisasi dan revitalisasi melalui pendampingan PPA restrukturisasi operasional maupun keuangan. Gajinya masih dicicil. Belum digaji kita sepakat, bukan tidak digaji. Dari Desember belum (dibayar)," ucap Riswanto ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta, Selasa (27/1).

2. Pasokan avtur dihentikan

PT Pertamina (Persero) menyatakan tidak akan lagi menyediakan permintaan avtur dari maskapai penerbangan Merpati Airlines jika dengan cara mengutang. Sebab, maskapai ini telah memiliki tunggakan utang avtur mencapai Rp 165 miliar kepada Pertamina.

"Utang pembayaran Avtur Merpati kepada Pertamina saat ini mencapai sekitar Rp 165 miliar sehingga mulai 15 Januari 2014, Pertamina memutuskan untuk hanya menerima pembelian tunai dari Merpati," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir di Jakarta, Selasa (28/1).

Ali mengatakan, langkah ini perlu diambil Pertamina lantaran Merpati telah dua kali melampaui batas maksimal komitmen untuk menjaga utang agar tidak semakin membengkak. Pertamina pernah memberikan ultimatum, jika utang Merpati mencapai Rp 100 miliar, maka avtur harus dibeli secara tunai.

Namun kemudian, Pertamina memberikan relaksasi batasan utang menjadi Rp 150 miliar kepada Merpati. Hal itu dilakukan mengingat perlunya pelayanan penerbangan ke kawasan timur Indonesia.

3. Dicuekin 3 menteri


Merpati Nusantara Airlines terus dirundung masalah yang tak kunjung terselesaikan. Janji pemerintah menyelamatkan Merpati dari kebangkrutan belum terlihat. Kondisi Merpati justru semakin memprihatinkan.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa tidak mau ikut campur soal kondisi Merpati yang makin memprihatinkan. Dia menegaskan, solusi atas persoalan Merpati merupakan kewajiban Menteri BUMN Dahlan Iskan. Sebab perusahaan pelat merah tersebut berada di bawah koordinasi BUMN. "Itu tanya menteri BUMN," ujar Hatta di kantornya, Jakarta, Rabu (29/1).

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan sebagai 'bapak' dari para pegawai pelat merah ini mengaku tidak dapat memberikan solusi terkait masalah ribuan pegawai PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang belum digaji.

Salah satu alasannya, prosedur pencairan uang dari Perusahaan Pengelola Aset (PPA) atas penjualan MMF dan MTC terbentur aturan di Kementerian Keuangan.

Dahlan menyerahkan sepenuhnya penyelesaian ini pada jajaran direksi Merpati. "Beda memang, BUMN tak seperti swasta. Ini ada dana dari PPA, atas MMF dijual ke PPA, PPA mengalirkan dana tapi harus melalui prosedur dari Menkeu. Ini saya setuju tapi belum selesai. Solusinya sudah keluar, uangnya sudah ada, prosedurnya yang lama. Biar manajemen yang urus. Itu menurut saya jalan keluar yang baik, dan realistis dilakukan," jelas Dahlan.

Dalam pandangannya, tidak ada solusi lain kecuali menunggu pencairan uang melalui prosedur Kemenkeu. Untuk itu, dia mempersilakan jika pegawai Merpati mau mogok kerja.

"Ya memang sudah lama. Saya juga mogok enggak digaji, tapi gimana. Solusinya seperti kemarin cuma kan perlu waktu. Kan harus manajemen kan, untuk apa ada manajemen," ungkapnya.

Menteri Keuangan, Chatib Basri justru belum mengetahui mengenai rencana PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) untuk membeli dua unit usaha Merpati Nusantara Airlines yakni Merpati Maintenance Facility Indonesia (MMF) dan Merpati Training Center (MTC).

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, sebelumnya, mengaku proses pengalihan aset kedua unit usaha tersebut menunggu izin dari Kemenkeu agar uang atas penjualan tersebut dapat dipergunakan oleh Merpati.

"Saya belum dapat laporan dari pak Dahlan, belum tahu saya. Saya enggak tahu, tanya pak Dahlan," ujar Chatib Basri di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (29/1).

4. Kantor cabang tutup

Kondisi PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA) semakin memprihatinkan. Lambannya upaya penyelamatan perusahaan berimbas panjang. Belum selesai persoalan gaji pegawai yang tidak dibayar selama dua bulan terakhir, dan dihentikannya pasokan avtur dari Pertamina, kini Merpati harus menerima kondisi pahit.

Merpati terpaksa menutup sebagian kantor cabang di daerah-daerah. Alasannya karena tidak dapat membayar avtur ke Pertamina. Merpati memiliki utang avtur ke Pertamina sekitar Rp 165 miliar, sedangkan total utang Merpati secara keseluruhan mencapai Rp 6,7 triliun.

"Sebagian perwakilan kantor kota di distrik memang banyak yang sudah pada tutup," ujar salah satu pegawai Merpati, Anto kepada merdeka.com, Rabu (29/1).

Pilot maskapai penerbangan pelat merah ini menuturkan, penutupan kantor cabang Merpati dimulai dari Kendari pada 16 Januari lalu. Disusul daerah lainnya pada 28 Januari. Dalam waktu dekat Merpati akan kembali menutup kantor cabang di Dili pada 30 Januari. "Dili mulai besok ditutup," katanya.

5. Utang menumpuk


Keputusan pemerintah merestrukturisasi utang selain pajak menjadi Penyertaan Modal Negara (PMN) non-tunai atau saham, bisa disebut sebagai keajaiban bagi Merpati. Mengingat utang Merpati sudah terlalu besar, nilainya mencapai Rp 6,7 triliun. Beberapa pihak sempat pesimis dengan nasib Merpati yang sempat dinilai sudah tidak layak dipertahankan lagi.

Restrukturisasi atau penghapusan utang oleh pemerintah memang jalan satu-satunya menyelamatkan Merpati dari kebangkrutan dan keterpurukan. Cara yang sama seperti yang diterapkan pada Garuda Indonesia pada 2001 silam saat terbelit utang dalam jumlah besar.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa yakin Merpati masih punya beberapa skema bisnis buat bertahan, meski utang menumpuk hingga Rp 6,7 triliun. Karena arus kas yang buruk, banyak pemodal yang awalnya tertarik justru urung menggandeng maskapai spesialis penerbangan perintis itu.

Skema restrukturisasi utang ke pemerintah yang diputihkan tak mencakup pajak. Tak hanya itu, utang Merpati kepada 20 BUMN juga disepakati buat diubah menjadi saham.

"Utang ke pemerintah sekitar Rp 2 triliun, total ditambah pihak lain jadi Rp 6 triliun lebih. Tapi kan dua besar ya kepada pemerintah, kedua kepada BUMN. Prinsipnya utang kepada pemerintah selain pajak, bisa diubah jadi PMN, sedangkan BUMN jadi pemegang saham," urai Hatta.

6. Tak mampu bayar sewa pesawat

Maskapai penerbangan nasional, PT Merpati Nusantara Airlines masih belum bisa bangkit dari keterpurukan. Belum selesai masalah restrukturisasi, beberapa hari lalu dua pesawat Merpati justru ditarik oleh lessor atau pemberi leasing pesawat.

Maskapai perintis tersebut, sebelumnya memiliki 17 pesawat, namun kini hanya tinggal 15 yang beroperasi. Pesawat tersebut terdiri dari 5 tipe pesawat Boeing, 8 tipe pesawat MA 60, dan 2 tipe pesawat baling baling.

"Merpati saat ini memiliki 15 pesawat yang terbang, itupun jenisnya campuran mulai dari Boeing dan pesawat baling-baling," ujar Ketua Forum Pekerja Merpati, Sudiyarto di Kantor Pusat Merpati, Jakarta, Selasa (24/12).

Menurut Sudiyarto, ditariknya dua pesawat Merpati karena perusahaan tidak mampu membayar uang sewa maka dua pesawat tipe Boeing 737 beberapa hari lalu telah ditarik oleh lessor.

" Pesawat yang ditarik itu kemarin pada tanggal 16 (Desember 2013) kemarin Boeing 737-300 MDR, satu lagi tanggal 19 tipe Boeing 737-400 MDR," terangnya.

Dahlan pastikan akhir Maret anak usaha Merpati mulai beroperasi

Mulai akhir bulan depan, anak perusahaan Merpati yang bekerjasama operasi atau KSO dengan PT Bentang Gemilang Persada dan PT Amagedon sudah mulai berjalan. Realisasi kerja sama masih menunggu sistem dan prosedur terlebih dahulu.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengatakan kesuksesan kerja sama ini tak lepas dari dorongan Kementerian Perhubungan dalam prosesnya.

"Hari ini saya sangat senang karena KSO dengan kemarin itu, mungkin ada yang mengatakan perusahaan bodong, dan seterusnya. Tapi kita cek ke Dirut tentang KSO itu, ternyata sangat memberi harapan, bahkan akhir bulan depan, KSO bisa efektif," jelasnya usai rapim di kantor Pegadaian, Jakarta, Kamis (30/1).

Dengan akan berjalannya anak usaha tersebut membuktikan partner KSO tidak main-main. Menurutnya, jika Merpati merupakan perusahaan swasta maka anak perusahaan tersebut dapat berjalan minggu depan.

Adapun anak usaha bersama yang akan dibentuk bernama Merpati Aviation Service. Rencananya akan ada pembagian operasionalisasi, PT Bentang Persada Gemilang di Indonesia Timur dan PT Amagedon di Indonesia Barat.

Selain membentuk anak usaha baru, Merpati juga harus menyerahkan dua anak usaha kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Yakni, Merpati Maintenance Facility Indonesia (MMFI) dan Merpati Training Center (MTC).

Sebelumnya, cara Menteri BUMN, Dahlan Iskan menyelamatkan PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) dengan membuat anak perusahaan, justru dinilai bakal merugikan. Sebab, langkah yang diambil oleh Dahlan sering dilakukan oleh pelaku usaha.

"Sering dilakukan oleh pelaku usaha swasta. Risikonya, perusahaan induk (Merpati) bisa semakin terlantar, dan ada tambahan birokratisasi," ujar anggota komisi VI DPR, Hendrawan Supratikno.


  Merdeka  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More