Jakarta - Pengembangan kawasan industri di Indonesia masih tertinggal dari
Thailand yang menyerahkan badan otorita untuk mengurus masalah
perizinan, pembebasan tanah dan prasarana sehingga investor tertarik
untuk berinvestasi.
"Pada 1972 dibentuk suatu badan otorita yaitu Industrial Estate Authority of Thailand (IEAT). Badan ini bertugas untuk mengembangkan kawasan industri dan memberi pelayanan mudah dan cepat untuk semua kegiatan industri, seperti proses perizinan, pelayanan informasi investasi, pendirian perusahaan, sumber pendanaan, perancangan dan konstruksi pabrik, serta studi kelayakan," kata pengamat ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latief Adam, di Jakarta, Kamis.
Indonesia seharusnya dapat menerapkan langkah seperti yang dilakukan Thailand untuk meningkatkan pengembangan kawasan industri dan menarik lebih banyak investor asing.
Di Indonesia, menurut Latief, kawasan industri masih jauh dari kondisi ideal. Banyak terdapat kawasan industri, baik yang difasilitasi oleh pemerintah maupun yang berdiri sendiri atas prakarsa pihak swasta, yang kavlingnya belum dapat terisi seluruhnya.
"Permasalahan yang mendasarinya beragam, seperti penataan lahan dan infrastruktur yang belum memadai. Hal ini menyebabkan daya tarik kawasan industri, terutama di luar Pulau Jawa, relatif kurang," paparnya.
Sementara itu, semakin tipisnya hambatan dalam aktivitas perekonomian antarnegara termasuk di sektor industri, lanjut Latief, menyebabkan perekonomian suatu negara tidak dapat terlepas dari pengaruh berbagai faktor eksternal, selain sejumlah faktor ekonomi, sosial dan politik dalam negeri.
"Berbagai faktor eksternal dan internal berpengaruh secara simultan terhadap daya saing suatu kawasan industri di suatu negara," tambah Latief.
Berbagai faktor internal yang mempengaruhi daya saing kawasan industri suatu negara di antaranya permintaan dan penawaran terhadap kawasan industri, suku bunga, inflasi, ketersediaan tenaga kerja dan tingkat upahnya, dan ketersediaan sumber daya lainnya serta sejumlah faktor sosial dan politik seperti kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan iklim investasi, katanya.
Latief berpendapat, berbagai faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh perekonomian suatu negara juga memiliki pengaruh besar terhadap daya saing suatu kawasan industri.
Untuk itu, kata Latef, dalam rangka meningkatkan daya saing kawasan industri di Indonesia, maka kerangka analisisnya tidak dapat dilepaskan dari berbagai kecenderungan kondisi ekonomi secara internal dan eksternal.
Termasuk menganalisis berbagai kebijakan investasi dalam negeri khususnya dalam pengembangan kawasan industri maupun negara-negara pesaing dalam hal kebijakan fiskal, moneter, dan kebijakan lainnya yang mempengaruhi investasi di kawasan industri, tambahnya lagi.(ANTARA)
"Pada 1972 dibentuk suatu badan otorita yaitu Industrial Estate Authority of Thailand (IEAT). Badan ini bertugas untuk mengembangkan kawasan industri dan memberi pelayanan mudah dan cepat untuk semua kegiatan industri, seperti proses perizinan, pelayanan informasi investasi, pendirian perusahaan, sumber pendanaan, perancangan dan konstruksi pabrik, serta studi kelayakan," kata pengamat ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latief Adam, di Jakarta, Kamis.
Indonesia seharusnya dapat menerapkan langkah seperti yang dilakukan Thailand untuk meningkatkan pengembangan kawasan industri dan menarik lebih banyak investor asing.
Di Indonesia, menurut Latief, kawasan industri masih jauh dari kondisi ideal. Banyak terdapat kawasan industri, baik yang difasilitasi oleh pemerintah maupun yang berdiri sendiri atas prakarsa pihak swasta, yang kavlingnya belum dapat terisi seluruhnya.
"Permasalahan yang mendasarinya beragam, seperti penataan lahan dan infrastruktur yang belum memadai. Hal ini menyebabkan daya tarik kawasan industri, terutama di luar Pulau Jawa, relatif kurang," paparnya.
Sementara itu, semakin tipisnya hambatan dalam aktivitas perekonomian antarnegara termasuk di sektor industri, lanjut Latief, menyebabkan perekonomian suatu negara tidak dapat terlepas dari pengaruh berbagai faktor eksternal, selain sejumlah faktor ekonomi, sosial dan politik dalam negeri.
"Berbagai faktor eksternal dan internal berpengaruh secara simultan terhadap daya saing suatu kawasan industri di suatu negara," tambah Latief.
Berbagai faktor internal yang mempengaruhi daya saing kawasan industri suatu negara di antaranya permintaan dan penawaran terhadap kawasan industri, suku bunga, inflasi, ketersediaan tenaga kerja dan tingkat upahnya, dan ketersediaan sumber daya lainnya serta sejumlah faktor sosial dan politik seperti kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan iklim investasi, katanya.
Latief berpendapat, berbagai faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh perekonomian suatu negara juga memiliki pengaruh besar terhadap daya saing suatu kawasan industri.
Untuk itu, kata Latef, dalam rangka meningkatkan daya saing kawasan industri di Indonesia, maka kerangka analisisnya tidak dapat dilepaskan dari berbagai kecenderungan kondisi ekonomi secara internal dan eksternal.
Termasuk menganalisis berbagai kebijakan investasi dalam negeri khususnya dalam pengembangan kawasan industri maupun negara-negara pesaing dalam hal kebijakan fiskal, moneter, dan kebijakan lainnya yang mempengaruhi investasi di kawasan industri, tambahnya lagi.(ANTARA)
© Antara
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.