Meski kerjasama, kepemilikan tetap di tangan Indonesia.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) siap menjajaki kerjasama dengan negara lain dalam pembangunan bandar antariksa (spaceport). Rencananya, bandar antariksa itu akan terwujud pada 2025 mendatang.
"Korea Selatan akan kami tawarkan kerjasama, karena negara ini tidak punya bandar antariksa," kata Kepala LAPAN, Bambang S Tedja, di Puspitek Serpong, Tangerang Selatan, Selasa 27 November 2012.
Ia mengatakan posisi Indonesia yang berada di garis ekuator yang sering dilalui orbit satelit memberikan keuntungan tersendiri. "Korea Selatan itu mau luncurkan satelit tidak bisa, karena melewati Jepang dan diprotes Jepang," ujarnya.
Adapun kerjasama yang dimaksud adalah pembangunan infrastruktur bandar antariksa, maupun yang lainnya. Meski membuka peluang kerjasama, Bambang memastikan bahwa kepemilikan bandar antariksa sepenuhnya tetap menjadi milik Indonesia, tidak jatuh ke tangan asing.
"Tetap milik kita, dia (Korea Selatan) statusnya hanya simpan satelit di bandar kita, dia juga harus izin ke Kemenristek," tegasnya.
Ia menggambarkan bahwa pihak yang nantinya menjalin kerjasama dalam pembangunan bandar antariksa, akan mendapat fasilitas tertentu. Tapi tidak dijelaskan secara detail mengenai fasilitas yang dimaksud.
"Ada perjanjian dan kewajiban tertentu, tapi masing-masing untung. Bagian penting bandar tetap punya kita," kata Bambang.
Pihak negara lain yang bekerjasama, tambahnya, hanya sebatas membawa fasilitas integrasi untuk peluncuran satelit di bandar. "Itu saja yang punya mereka," ucapnya.
Instalasi yang terdapat di bandar antariksa menurutnya masih didatangkan dari luar negeri. Pihak LAPAN hanya mengintegrasi komponen bandar antariksa.
Ia juga menegaskan bahwa institusi yang berhak untuk mengelola bandar antariksa adalah LAPAN. Untuk kerjasama dengan pihak swasta, LAPAN juga membuka peluang namun dalam regulasi keantariksaan di Indonesia, institusi negara atau swasta yang akan menjalin kerjasama harus memenuhi persyaratan ketat.
"Peluncuran satelit atau roket itu kan punya resiko tinggi, apalagi jika melewati negara lain. Untuk itu salah satunya syarat asuransi sangat penting," katanya.
Pembangunan bandar antariksa nasional di Pulau Morotai tahap awal, LAPAN menggelontorkan dana awal Rp 25 miliar. (eh)
© VIVA.co.id
"Korea Selatan akan kami tawarkan kerjasama, karena negara ini tidak punya bandar antariksa," kata Kepala LAPAN, Bambang S Tedja, di Puspitek Serpong, Tangerang Selatan, Selasa 27 November 2012.
Ia mengatakan posisi Indonesia yang berada di garis ekuator yang sering dilalui orbit satelit memberikan keuntungan tersendiri. "Korea Selatan itu mau luncurkan satelit tidak bisa, karena melewati Jepang dan diprotes Jepang," ujarnya.
Adapun kerjasama yang dimaksud adalah pembangunan infrastruktur bandar antariksa, maupun yang lainnya. Meski membuka peluang kerjasama, Bambang memastikan bahwa kepemilikan bandar antariksa sepenuhnya tetap menjadi milik Indonesia, tidak jatuh ke tangan asing.
"Tetap milik kita, dia (Korea Selatan) statusnya hanya simpan satelit di bandar kita, dia juga harus izin ke Kemenristek," tegasnya.
Ia menggambarkan bahwa pihak yang nantinya menjalin kerjasama dalam pembangunan bandar antariksa, akan mendapat fasilitas tertentu. Tapi tidak dijelaskan secara detail mengenai fasilitas yang dimaksud.
"Ada perjanjian dan kewajiban tertentu, tapi masing-masing untung. Bagian penting bandar tetap punya kita," kata Bambang.
Pihak negara lain yang bekerjasama, tambahnya, hanya sebatas membawa fasilitas integrasi untuk peluncuran satelit di bandar. "Itu saja yang punya mereka," ucapnya.
Instalasi yang terdapat di bandar antariksa menurutnya masih didatangkan dari luar negeri. Pihak LAPAN hanya mengintegrasi komponen bandar antariksa.
Ia juga menegaskan bahwa institusi yang berhak untuk mengelola bandar antariksa adalah LAPAN. Untuk kerjasama dengan pihak swasta, LAPAN juga membuka peluang namun dalam regulasi keantariksaan di Indonesia, institusi negara atau swasta yang akan menjalin kerjasama harus memenuhi persyaratan ketat.
"Peluncuran satelit atau roket itu kan punya resiko tinggi, apalagi jika melewati negara lain. Untuk itu salah satunya syarat asuransi sangat penting," katanya.
Pembangunan bandar antariksa nasional di Pulau Morotai tahap awal, LAPAN menggelontorkan dana awal Rp 25 miliar. (eh)
© VIVA.co.id
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.