blog-indonesia.com

Senin, 21 Oktober 2013

Kala Raksasa Ritel Asing Menyerbu Indonesia

Sanggupkah peritel lokal bertahan? Bagaimana sikap pemerintah ?
 
Ritel merupakan sektor industri yang sangat populer dan mendominasi kehidupan masyarakat Indonesia sejak dahulu kala. Ditandai dengan tersebarnya warung dan toko kelontong di hampir tiap daerah, mulai dari pelosok hingga kota besar.

Industri ini tumbuh dan berkembang sangat cepat, seiring dengan pertambahan laju penduduk. Industri ini juga semakin populer sejak masuknya peritel modern dan milik investor asing di Indonesia.

Para peritel tersebut berlomba-lomba untuk masuk. Dari yang ingin membuka cabang (ekspansi), mendirikan pabrik baru di luar negara asal, mencari mitra strategis, hingga mendirikan perusahaan baru.

Tak tanggung-tanggung, mereka adalah pemain-pemain besar dan ternama. Sebut saja Carrefour, yang lebih dulu masuk (kini sahamnya sudah dimiliki investor asal Indonesia, Chairul Tanjung, pemilik CT Corp).

Kini, tak mau ketinggalan pemain bisnis ritel asing lainnya, Courts Asia juga ingin merambah Indonesia. Courts Asia memiliki pangsa pasar terbesar di Singapura dan paling besar kedua di Malaysia.

Pemimpin pasar ritel untuk perangkat elektronik, teknologi informasi, dan furnitur tersebut, siap masuk ke pasar Indonesia dan akan membangun Courts Megastore terbesar sepanjang sejarah berdirinya perusahaan ini di Kota Harapan Indah, Bekasi.

Berdasarkan keterangan tertulis perusahaan, Jumat 18 Oktober 2013, Courts Megastore akan menempati lahan ritel seluas 13.000 meter persegi dan diharapkan mulai beroperasi pada 2014. Pemasangan tiang pancang (ground breaking) direncanakan pekan depan, Rabu 23 Oktober 2013.

Namun, belum diketahui nilai investasi yang akan ditanamkan dalam pembangunan Courts Megastore itu.

Grup ini memiliki perjalanan sejarah lebih dari 35 tahun di Singapura dan lebih dari 25 tahun di Malaysia. Mengoperasikan 76 toko yang mencakup lebih dari 1,3 juta kaki persegi ruang ritel, termasuk 14 toko di Singapura dan 62 di Malaysia.

Selama dua hingga tiga tahun ke depan, peritel itu berencana untuk tumbuh dengan rata-rata enam gerai per tahun di Malaysia dan satu gerai per tahun di Singapura. Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan mengklaim berbeda dengan perusahaan sejenis lainnya.

Courts Asia menggunakan model bisnis yang unik dengan menawarkan fasilitas kredit. Pelanggan akan memiliki fleksibilitas pembayaran produk barang yang dibeli dengan angsuran hingga 60 bulan.

Selain perusahaan ritel elektronik, IT, dan furnitur tersebut, pasar Indonesia juga cukup menggiurkan untuk pengusaha yang berbisnis makanan cepat saji (fast food). Salah satu restoran cepat saji asal Korea, Lotteria, melihatnya sebagai suatu peluang usaha.

Setidaknya, itulah yang dikatakan Presiden Direktur PT Lotteria Indonesia, Lee Hae Kwan, saat diwawancarai VIVAnews, beberapa waktu lalu. "Jumlah penduduk Indonesia ada 240 juta jiwa dan baru terdapat sekitar 1.000 gerai restoran fast food," kata Lee di kantornya, Menara Bidakara 2, Jakarta.

Jumlah perbandingan penduduk Indonesia dengan gerai restoran fast food di Negeri Gingseng, kata dia, masih kalah jauh. Di sana, ada sekitar dua ribu jumlah restoran cepat saji, sementara jumlah penduduknya hanya ada 50 juta jiwa. "Jadi, peluang Lotteria masih besar di sini," kata pria asli Seoul itu.

Perusahaan ini berencana untuk memperbanyak jumlah gerai mereka. Pada tahun ini, mereka hendak membuka 35-40 gerai di Jabodetabek. Sementara itu, untuk 2015, mereka menargetkan 100 cabang di beberapa kota besar di Indonesia.

"Untuk tahun 2015, kami berencana memiliki hingga 100 store di kota-kota besar seperti Surabaya dan Bali. Jumlah investasi per store sebesar US$200 ribu," kata dia.

Lotteria adalah salah satu anggota Lotte grup yang masuk ke Indonesia sekitar tahun 2011, dan sudah memiliki 21 gerai se-Jabodetabek. Di negeri asalnya, restoran ini sudah berdiri sejak 1979 dan memiliki 1.100 cabang.

Rumah makan ini menyajikan makanan cepat saji, seperti burger bulgogi, chicken ganjong, ayam goreng, dan kentang goreng, dengan harga yang terjangkau yaitu sekitar Rp20-35 ribu.

Namun, ada juga menu yang tidak tersedia di Korea dan justru berada di Indonesia. "Chicken ganjong hanya ada di Indonesia dan tidak ada di Korea," kata Lee.

Restoran cepat saji asal Korea Selatan bersama mitranya di Indonesia, Mondial Royal Fastana juga menawarkan investor mengembangkan gerai restoran cepat saji Lotteria lewat sistem kemitraan dengan investasi awal Rp 1,5 miliar.

Marketing Director PT Mondial Royal Fastana Goenardjoadi Goenawan mengatakan pihaknya menjamin pola kemitraan tersebut akan memberi imbal hasil hingga Rp 600 juta dalam kurun waktu tiga tahun.

"Semisal ada investor punya ruko dengan lahan parkir yang lumayan luas, bisa untuk 10 kendaraan, kami siap bekerja sama mengembangkan bisnis Lotteria melalui sistem kemitraan," ujarnya.

Lotteria, lanjutnya, menawarkan sistem bagi hasil selama 5-10 tahun dari pola kemitraan yang dikembangkan tersebut. Berdasarkan kalkulasi, sistem bagi hasil itu memberi penawaran imbal hasil sekitar 15 persen per tahun.

Investasi awal sebesar Rp 1,5 miliar, katanya dipakai untuk melakukan penataan dan dekorasi ruangan, termasuk biaya pemasaran. "Ruko tetap menjadi hak investor," imbuhnya.

Goenardjoadi menyatakan, kerja sama ini dalam bentuk kemitraan "Partner Revenue Sharing" bukan bentuk waralaba.

"Investor cukup menyediakan tempat lalu mengeluarkan investasi sebesar Rp 1,5 miliar guna untuk keperluan dekorasi menyeluruh. Kemudian operasionalnya dilakukan langsung oleh manajemen Lotteria, dan kemudian investor akan menerima pembagian revenue sebesar 18 persen per bulan," ujar Goenardjoadi.

Menurutnya, omset satu gerai Lotteria rata-rata per bulan minimal Rp 200-400 juta. "Setidaknya minimal investor akan menerima revenue sharing sebesar Rp 36 juta per bulan atau Rp 432 juta per tahun. Dari pengalaman, seiring meningkatnya kepuasan pelanggan, penjualan akan meningkat tajam mulai bulan keenam."

Peritel lokal pasrah

Sementara itu, maraknya kehadiran peritel mancanegara di Indonesia, membuat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) tidak bisa berbuat banyak. "Kami melihat, apakah mereka akan memenuhi peraturan yang ada di Indonesia. Kalau iya, ya kami tidak bisa apa-apa," kata Wakil Ketua Aprindo, Tutum Rahanta, kepada VIVAnews di Jakarta, Jumat 18 Oktober 2013.

Tutum mengatakan para pengusaha ritel lokal hanya bisa mempersiapkan diri dalam bisnis ritel ini. "Kami harus bisa bersaing," ujar dia.

Lalu, dia mengatakan bahwa pengusaha ritel yang berbisnis di Indonesia harus memenuhi peraturan perdagangan, yaitu Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Serta Permendag No. 53 tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. "Indonesia kan punya aturan ritel, yaitu Perpres No. 112 dan Permendag No. 53 tahun 2008. Itu yang menjadi pegangan bagi kita," kata dia.

Sedangkan Corporate Affairs Director Carrefour Indonesia, R.M. Adji Srihandoyo, mengatakan bahwa persaingan antara peritel asing dan lokal merupakan bukti jika pasar Indonesia menarik untuk investasi asing.

"Ini menarik, karena ini pasar bebas. Artinya, potensi ekonomi Indonesia maju. Kami harus siap dan punya warna yang beda. Maka, kami luncurkan beragam promo, salah satunya midnight sale," ujarnya.

Sikap pemerintah

Sementara itu, maraknya persaingan peritel asing dan lokal semakin tidak bisa dihindari. Bahkan, untuk memenangkan persaingan, peritel lokal harus pintar membuat ikon bisnis agar produk yang ditawarkan semakin menarik di mata masyarakat.

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Sri Agustina, belum lama ini mengungkapkan bahwa masuknya peritel asing ke Indonesia merupakan dampak dari globalisasi.

"Masuknya mereka (peritel asing) tidak bisa ditahan lagi, dan sudah mulai di era globalisasi. Sekarang, bagaimana kita bisa meningkatkan produk dan membedakan diri," kata Sri di Lapangan Sarinah, Jalan Thamrin, Jakarta.

Untuk bisa bertahan di tengah persaingan, Sri menyarankan agar peritel Indonesia menampilkan produk atau merek yang bercirikan budaya Indonesia. "Misalnya Sarinah, dia mengangkat brand Indonesia Emporium. Jadi, dia department store yang 90 persen produknya asli Indonesia, ini ikon buat kita," jelasnya.

Tapi, cukup ampuhkah jurus itu untuk membendung serbuan raksasa-raksasa asing itu?(kd)


  Vivanews 

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More