blog-indonesia.com

Rabu, 22 Desember 2010

IPB Kembangkan Vaksin Altenatif

Bogor (ANTARA News) - Vaksin merupakan bentuk pemanfaatan bibit penyakit yang dimasukkan ke dalam tubuh dengan tujuan agar tubuh mampu meresponnya dalam bentuk imunitas atau kekebalan.

Salah satu vaksin yang tengah menjadi incaran para peneliti adalah Vaksin Brucella yakni untuk mencegah penyakit Brucellosis yang menyerang hewan ternak.

Rahmat Hidayat dokter hewan peneliti vaksi di Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) mengembangkan penelitian untuk mendapatkan vaksin alternatif Brucella.

Rahmat bersama empat orang rekannya, melakukan perburuan untuk mencari kandidat vaksin.

Dalam siaran pers yang dikirimnya melalui pesan elektronik kepada ANTARA Rabu, Rahmat memaparkan pentingnya keberadaan vaksin alternatif tersebut.

"vaksin merupakan bentuk pemanfaatan bibit penyakit (setelah dilemahkan ataupun dimatikan) yang dimasukkan ke dalam tubuh dengan tujuan agar tubuh mampu meresponnya dalam bentuk imunitas (kekebalan)," katanya.

Vaksin Brucella kata Rahmat sangat ampuh untuk mencegah penyakit Brucellosis. Yakni penyakit hewan menular yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi dan sekunder pada berbagai hewan lainnya serta manusia.

Lebih lanjut ia menjelaskan, Brucellosis pada sapi di Indonesia telah menyebar di 26 provinsi dengan kerugian ekonomi mencapai Rp 138,5 milyar per tahun, akibat keguguran, kematian pedet, sterilitas dan infertilitas serta penurunan produksi dan kualitas susu.

Ia mengatakan, sumber penularan yang potensial dari hewan ke manusia adalah sapi. Pada sapi perah susu sapi dapat menularkan penyakit pada manusia jika tidak mengalami pasteurisasi.

Membran fetus dan cairan dari saluran reproduksi merupakan sumber yang dapat menularkan penyakit kepada manusia secara kontak langsung.

"Brucella sp. dapat menembus kulit, konjungtiva dan saluran pencernaan. Pada sapi penularannya terjadi per oral. Sapi yang mengalami keguguran oleh brucellosis mengeluarkan bakteri B. abortus dalam jumlah besar melalui membran fetus, cairan reproduksi, urine dan feses. Bahan-bahan tersebut akan mencemari rumput dan air minum," katanya.

Penelitian untuk mendapatkan kandidat vaksin Brucella, kata Rahmat telah dilakukan olehnya bersama tim dengan Tujuan untuk menemukan vaksin Brucella isolat lokal untuk pengendalian Brucellosis di Indonesia.

Ia menyebutkan, serangkaian tahapan dilakukan diantaranya kegiatan isolasi dan karakterisasi isolat lokal B. abortus sebagai calon vaksin, karakterisasi sifat antigenisitas dan patogenisitas B. abortus isolat lokal untuk penentuan isolat calon vaksin hingga pengembangan vaksin Brucella dari isolat lapang terpilih.

Dijelaskannya, jenis vaksin yang selama ini digunakan untuk pengendalian brucellosis adalah vaksin aktif B. abortus strain 19 (S19) dan strain 51 (RB51).

"Sayangnya, masing-masing vaksin tersebut memiliki beberapa keterbatasan," kata Rahmat.

Sebagai contoh, Ia menjelaskan, vaksin S19 menyebabkan terjadinya titer antibodi persisten pada sapi yang divaksin sehingga sulit dibedakan dengan infeksi alam (hasil uji positif palsu).

"Dapat menyebabkan keguguran dan vaksin strain dapat diekskresikan melalui susu," katanya.

Selain itu, lanjut Rahmat, vaksin S19 dapat menginfeksi manusia. Contoh lainnya adalah penggunaan vaksin RB 51.

"Dibeberapa negara vaksi ini sudah digunakan sejak 1996, namun keamanan dan efisiensi vaksin RB 51 masih menjadi kontroversi," kata Rahmat.

Hal ini lanjut Rahmat, dikarenakan, bila diberikan pada sapi bunting dapat menyebabkan plasentitis dan keguguran serta vaksin strain dapat diekskresikan melalui susu.

"Vaksin ini juga dapat menginfeksi manusia. Dari sisi ekonomi, harga vaksin ini relatif mahal, dan kita pun masih impor," kata Rahmat.

Oleh karena itu, dari fakta yang ada Rahmat Hidayat dan timnya, bertekad untuk mengembangkan jenis vaksin alternatif yang lebih aman, efektif, dan dengan harga yang lebih terjangkau.

Rahmat menambahkan, dari serangkaian penelitian yang dilakukan dilakukannya bersama tim, sejauh ini telah didapat delapan isolat yang berdasarkan karakterisasi fisiologis/biokimia mengarah ke B. abortus. Enam dari delapan isolat yang berhasil diperoleh, dengan uji-uji yang dilakukan menunjukkan karakteristik yang berbeda dengan B. abortus vaksin strain (S19 dan RB 51) dan dinyatakan sebagai isolat calon kandidat vaksin Sedangkan dua isolat menunjukkan sifat yang hampir sama dengan strain S19.

"Tapi ini belum berakhir, kita masih terus mengembangkan penelitian ini, ke depan kita akan kembangkan riset lanjutan sampai dapat diproduksi vaksin brucellosis isolat lokal berbagai cara produksi dan tipe serta bekerjasama dengan peneliti dari lembaga lain. Harapannya vaksin isolat lokal dapat mengurangi ketergantungan impor vaksin (hemat devisa), mendukung program swasembada daging dan pada gilirannya mensejahterakan masyarakat peternak Indonesia," katanya.(*)(T.KR-LR/R009)


ANTARAnews

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More