Dalam hal menjaga kesehatan penyimpanan data, banyak perusahaan yang mengabaikan nasihat mereka sendiri dan membiarkan penyimpanan itu tumbuh secara tidak sehat dan menjadi kegemukan.
Ini merupakan temuan dari Information Management Health Check Survey 2010 yang dilakukan oleh Applied Research dan Symantec Corporation, yang mewawancara 1.680 eksekutif hukum dan senior IT perusahaan skala enterprise di 26 negara, seputar bagaimana mereka mengelola informasi business-critical mereka. Sebanyak 87 persen responden mengindikasikan bahwa mereka percaya pada pentingnya rencana retensi informasi formal, tetapi hanya 46 persen yang memilikinya. Yang benar-benar menerapkan kebijakan mereka malah lebih rendah lagi. Survey itu juga menunjukkan bahwa terlalu banyak perusahaan besar menyimpan informasi secara tak terbatas meskipun mereka memiliki kebijakan yang mengharuskan sebaliknya. Bukannya menjalankan kebijakan yang memungkinkan mereka dapat dengan yakin menghapus data yang sudah tidak dibutuhkan, mereka malah membiarkan data tersebut berakumulasi.
Survey tersebut menggaris bawahi tiga temuan penting:
- Terdapat kesenjangan antara target manajemen informasi perusahaan besar dengan prakteknya.
- Banyak perusahaan menggunakan sistem backup untuk pengarsipan secara tidak tepat dan tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menyimpan 40 persen data yang mereka miliki di tape backup.
- Kesenjangan tersebut menyebabkan pertumbuhan penyimpanan yang luar biasa, backup yang tidak konsisten, meningkatkan risiko litigasi dan proses pencarian yang tidak efisien yang dapat menimbulkan masalah serius di perusahaan.
Sebuah rencana manajemen informasi komprehensif sangat penting untuk secara efektif mengelola volume data yang selalu tumbuh sekaligus mempercepat dan memudahkan pencarian serta memulihkan spesifik informasi. Akan tetapi, ketakutan terhadap ketidaksengajaan menghapus informasi pentinglah yang membuat perusahaan besar enggan beralih dari strategi boros yang menyimpan apapun selamanya. Ini merupakan hal yang umum di lingkungan backup di mana organisasi mulai menumpuk data backup untuk berjaga-jaga jika mereka membutuhkannya di suatu saat. Pendekatan seperti itu menunjukkan sedikitnya perhatian terhadap rencana retensi perusahaan atau sumberdaya IT.
Jika diartikan, ini berarti orang-orang mulai menggunakan backup untuk pengarsipan dan bukan hanya sebagai perangkat untuk membantu mereka memulihkan sistem jika bencana terjadi.
Melakukan legal hold secara tidak tepat merupakan masalah utama bagi perusahaan besar. Sebagian besar (70 persen) di antara mereka menggunakan sistem backup untuk keperluan yang berkaitan dengan hukum – satu hal yang bukan peruntukan sebuah sistem backup. Lebih parah lagi, 25 persen membekukan keseluruhan backup saat melakukan aksi hukum terhadap suatu file dan dokumen. Ini membuat sebuah lingkungan di mana hampir separuh (45 persen) dari penyimpanan backup berasal keperluan akan hukum saja. Hentikan kegilaan ini! Backup seharusnya berbasis sistem dan tidak tepat digunakan karena taat hukum umumnya berbasis pengawasan. Ini merupakan satu alasan mengapa perusahaan besar perlu mulai memikirkan tentang pengarsipan sebagai tambahan dari backup. Organisasi perlu mengembalikan backup ke penggunaan semestinya, yakni pemulihan bencana sementara mempersiapkan kebutuhan pengguna, pencarian, penemuan dan investigasi dilakukan melalui pengarsipan. Backup memang untuk memulihkan, dan pengarsipan juga untuk pemulihan, akan tetapi peruntukannya adalah bagi penggunan dan pengguna hukum.
Perusahaan besar sering kali bingung menangani pengarsipan. Sebagai contoh, menurut survey, tiga perempat backup memiliki retensi tak terbatas atau semuanya taat hukum. Dan, 51 persen perusahaan besar melarang karyawan membuat arsip versi mereka di komputer dan drive mereka sendiri, sementara 65 persen menyatakan bahwa pengguna sebenarnya sudah melakukan hal itu. Contoh kedua bisa jadi sulit dijelaskan sebagai bukti 30(b)(6), karena mereka bisa bertanggungjawab untuk memaparkan kebijakan organisasi, prosedur dan bagaimana organisasi IT menerapkan kebijakan tersebut. Apakah Anda tahu siapa 30(b)(6) Anda? Apakah itu Anda? Atau apakah Anda tahu apa itu 30(b)(6)? Untungnya, The Sedona Conference telah menyimpulkan untuk kita semua di E-Discovery Glossary. Untuk menghemat tempat, saya akan menjelaskan secara singkatnya di sini. Di bawah Federal Rule of Civil Procedure 30(b)(6), organisasi Anda dikenakan proses deposisi, dan mungkin perlu menyediakan bukti untuk bersaksi terhadap praktek teknologi informasi bila ada permintaan dari pihak lain seputar litigasi atau dari pengadilan.
Penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan terus mengonsumsi anggaran IT dalam persentase yang semakin besar setiap tahunnya sementara pertumbuhan anggaran sendiri kurang lebih tetap. Keinginan kita untuk terus membeli penyimpanan untuk memberikan dukungan terhadap retensi telah membuat sebuah lingkungan di mana backup di akhir pekan memakan waktu lebih dari satu akhir pekan semakin umum terdengar. Waktu pemulihan bahkan lebih parah. Waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan backup berukuran raksasa akan memberatkan setiap program disaster recovery dan proses memenuhi kebutuhan discovery menjadi jauh lebih sulit dengan begitu banyaknya informasi dan perangkat yang tidak efisien. Ketika satu gigabyte penyimpanan menyimpan 100 ribu email di dalamnya, kemungkinan biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar pengacara akan semakin besar. Beberapa memperkirakan biaya untuk pengkajian mencapai 1.500 kali lipat dari biaya penyimpanan sebenarnya di mana data tersebut berada.
Jadi, apa solusi yang bisa diambil oleh organisasi untuk memastikan kesehatan data center mereka? Sebenarnya terdapat beberapa langkah penting yang akan membantu mengonversikan rencana proteksi data yang berlebihan menjadi rencana retensi informasi yang lebih cepat, lebih efisien, dan efektif. Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut, perusahaan besar akan mengambil alih kembali kontrol terhadap informasi mereka dan meringankan beban yang disebabkan oleh pengeluaran untuk penyimpanan yang tak masuk akal, backup yang membumbung, dan risiko litigasi.
- Simpan backup hanya selama 30 sampai 60 hari, setelah itu hapus: Backup bukanlah arsip dan tidak direkomendasikan untuk menggunakan backup untuk pengarsipan dan keperluan hukum.
- Retensi otomatis setelah 30 sampai 60 hari: Informasi yang tidak bisa dihapus setelah 30 sampai 60 hari karena alasan bisnis, hukum, atau undang-undang harus secara otomatis diberikan kebijakan retensi dan penghapusan oleh sistem pengarsipan. Bagi 46 persen responden yang memiliki kebijakan retensi harus mempertimbangkan mengambil langkah segera untuk mulai mengeksekusi kebijakan tersebut. Kebijakan tertulis yang tidak dilaksanakan malah bisa menjadi sebuah risiko litigasi.
- Hapus dengan yakin dan nikmati proteksi data yang cepat: Backup data selama 30 sampai 60 hari bisa diartikan bahwa perusahaan besar bisa membackup dan merecover lebih cepat sekaligus bisa menghapus backup yang lebih lawas dalam hitungan bulan, bukan tahun. Itu merupakan jumlah penyimpanan dan kewajiban hukum yang bisa secara yakin dan legal dihapus, dalam jumlah besar.
- Deduplikasi Di setiap tempat: Mulailah dari aplikasi sumber dengan deduplikasi arsip, dan beralih ke lingkungan backup, mengimplementasikan deduplikasi sedekat mungkin ke sumber informasi untuk membebaskan sumber daya jaringan, server dan penyimpanan. Terakhir, hilangkan duplikat tinjauan dalam penemuannya untuk mempercepat pengujian awal.
- Temukan secara Efisien: Pencarian, menjaga dan meninjau informasi lebih cepat dan dalam lingkungan backup yang lebih terpecah. Ini akan mereduksi waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk mengevaluasi risiko litigasi, menuntaskan investigasi internal dan merespon terhadap kejadian terkait peraturan.
- Melindungi Dari Kehilangan Data: Perusahaan besar harus menerapkan teknologi pencegahan hilangnya data untuk menurunkan risiko pelanggaran data, menunjukkan terhadap kesesuaian dengan aturan dan menjaga pelanggan, nama, dan properti intelektual mereka secara lebih terukur. Administrator TI harus mencari solusi yang dapat menemukan, memantau dan melindungi data rahasia sambil menyediakan pemahaman terhadap kepemilikan dan penggunaan informasi.
Perusahaan besar tidak lagi perlu untuk melindungi diri sendiri dengan praktek pengelolaan data yang kuno dan tidak sehat. Walaupun kesalahan serius dan konsekuensi yang disebabkan oleh kesenjangan antara target manajemen informasi dan prakteknya sangat nyata, resep ini tersedia dan efektif. Dengan mempraktekkan langkah-langkah tersebut, Anda dapat meningkatkan kesehatan data center, dengan demikian akan memperkuat perusahaan secara keseluruhan. Kini sudah waktunya untuk mendengarkan nasihat Anda sendiri dan keluar dari kenyamanan kebiasaan lama Anda. Kini sudah waktunya untuk menghapus dengan yakin. Waktunya untuk membuat rencana manajemen informasi bekerja untuk perusahaan Anda, bukan malah sebaliknya.
Penulis: Darric Hor, Country Director Symantec Indonesia (srn)
• Okezone
Prabowo Bahas Pertahanan hingga Krisis Gaza
-
* Sambangi PM Inggris Keir Starmer**Presiden Indonesia Prabowo Subianto
(kanan) menemui PM Inggris Keir Starmer di London. (Foto/via Kedutaan Besar
Inggr...
6 jam yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.