blog-indonesia.com

Selasa, 01 Februari 2011

Riset BPPT dan Korea Tak Terkoneksi Perguruan Tinggi

Jakarta, Kompas - Riset tumbuh-tumbuhan obat antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Korea Research Institute for Bioscience and Biotechnology sejak 5 Maret 2009 hingga sekarang belum diketahui hasilnya. Bahkan, kegiatan itu sendiri tidak terkoneksi dengan riset serupa yang sudah banyak ditempuh perguruan tinggi.

”Kerja sama riset ini untuk mengetahui potensi obat dan mengatur sharing (membagi) hak atas kekayaan intelektual apabila dihasilkan formula obat herbal yang dapat dipatenkan,” kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan Azis Iskandar, Senin (31/1) di Jakarta.

Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT menangani kerja sama dengan Korea Research Institute for Bioscience and Biotechnology (KRIBB).

Ruang lingkup kerja sama riset tersebut mencakup tiga hal, yaitu meliputi ekspedisi untuk mengoleksi tumbuhan obat, penyiapan herbarium serta ekstrak tumbuhan obat, dan uji aktivitas hayati praklinik untuk ekstrak tumbuhan obat.

Ditargetkan pada tahun 2011 industri untuk pengembangan obat herbal dapat digandeng sebagai mitra. Uji penapisan diutamakan untuk mengetahui khasiat antikanker, antiinflamasi, antidiabetes, dan bioinsektisida.

”Pengembangan produksinya nanti harus di Indonesia,” kata Marzan.

Sinergi semua pihak

Wakil Dekan III Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Bambang Prajogo mengatakan, kerja sama dan sinergi dengan semua pihak dalam pengembangan obat herbal di Indonesia mutlak dibutuhkan. Indonesia dinilai masih sangat tertinggal dalam pengembangan obat herbal.

Bambang sejak tahun 1987 mengembangkan riset obat herbal untuk antifertilitas pria. Saat ini, dia sudah memiliki paten untuk formula obat herbal itu dengan bahan tumbuhan Justicia gendarussa Burm f (Acanthaceae).

”Kerja sama dengan banyak pihak sangat menentukan keberhasilan dalam pengembangan obat herbal,” kata Bambang.

Marzan mengemukakan, BPPT pun menemui kendala pengembangan obat herbal saat ini. Di antaranya kendala untuk menuju pengembangan uji klinik pada pasien. ”Uji klinik jarang dimaui perusahaan swasta. Pemerintah semestinya mengambil alih,” katanya. (NAW)


KOMPAS

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More