Akhir tahun ini, punya desain yang menyeluruh Jakarta ★ Banyak orang yang menunggu kapan pesawat R-80 yang merupakan pengembangan dari pesawat N250 buatan Bacharudin Jusuf Habibie, atau yang lebih familiar disapa BJ Habibie, bisa beroperasi.
Barangkali ada kerinduan yang amat sangat di dalam hati rakyat Indonesia terhadap karya-karya anak bangsa yang mampu diakui dan diterima oleh dunia.
PT Regio Aviasi Industri (RAI), perusahaan industri pesawat terbang tempat BJ Habibie duduk sebagai ketua dewan komisarisnya, sedang membuat pesawat R-80 yang sudah dimulai dari tahun 2013 lalu. Komisaris PT RAI, Ilham Habibie, yang merupakan putra BJ Habibie, mengatakan bahwa pembuatan desain awal pesawat R-80 akan selesai pada tahun ini.
“Jadi, akhir tahun ini, kita sudah punya desain yang menyeluruh,” ujar Ilham saat ditemui Kompas.com setelah menghadiri acara diskusi di Jakarta, Sabtu (17/5/2014). Saat selesainya fase awal akhir tahun nanti, PT RAI akan menentukan komponen-komponen yang akan dipakai oleh pesawat R-80.
Pria yang lahir di Aachen, Jerman, itu mengatakan, komponen-komponen pesawat berkapasitas 80 penumpang tersebut hingga kini belum ditentukan. “Pada akhir tahun, kita sudah pilih dari mana komponen-komponen yang saat ini belum kita hadirkan. Misalkan, engine-nya dari mana, kokpitnya dari mana. Kita sudah punya desain," ucapnya. Ilham menuturkan, pemilihan pesawat baling-baling untuk transportasi udara di Indonesia memiliki keuntungan tersendiri. Menurut dia, meskipun pesawat lebih lambat daripada pesawat bermesin jet, pesawat baling-baling lebih hemat dalam penggunaan bahan bakar.
Hal tersebut disesuaikan juga dengan kontur wilayah serta rute-rute di Indonesia yang cenderung pendek-pendek. Jadi, menurut dia, akan lebih efektif menggunakan pesawat berbaling-baling ketimbang pesawat bermesin jet.
Ilham menjelaskan, ada tiga tahapan yang harus dilalui oleh PT RAI hingga R-80 mampu terbang menjelajahi langit Nusantara. Tahap pertama adalah pembuatan desain pesawat yang membutuhkan waktu dua tahun, tahap kedua adalah pembuatan prototipe pesawat selama tiga tahun, dan tahap ketiga merupakan tahap terakhir, yakni pengujian pesawat yang diperkirakan memakan waktu dua tahun.
Dengan demikian, menurut pria yang mendapatkan gelar doktor dari Technical University Of Munich ini, pembuatan pesawat tersebut bisa memakan waktu enam tahun. “Dari awal desain sampai jadi itu totalnya bisa 6-7 tahun. Kita mulai 2013, desain selesai akhir tahun ini. Tahun 2017, kita meluncurkan prototipe-nya, setelah itu dilakukan pengujian, itu lebih kurang dua tahun. Maksimal ya 2019 (beroperasi)," ucapnya.
Ilham mengatakan, pembuatan pesawat memang membutuhkan waktu cukup lama. Ia pun mencontohkan Boeing 737. “Memang begitu gak bisa cepat-cepat. Kalau kita lihat sebagai contoh, tahu pesawat 737 buatan Boeing kan? Tahu gak itu dibuat tahun berapa? Itu tahun 1965, itu sampai sekarang masih terbang kan. Sudah 50 tahun dibuat. Tentu terus di-update, mesinnya dan sebagainya, tetapi desainnya kan sama itu,” tandasnya. Mengenai kontrak bisnis, ia mengaku belum memiliki kontrak dengan perusahaan penerbangan, baik nasional maupun internasional.
Penandatanganan pemesanan 100 pesawat oleh NAM Air dan 25 pesawat oleh Kalstars hanya sebatas kesepakatan (MoU) dan belum berbentuk kontrak. "Jadi, kalau mau jual pesawat, belum bisa karena belum tahu harga. Kalau sudah kontrak, kan sudah pasti,” katanya sambil tersenyum.
Barangkali ada kerinduan yang amat sangat di dalam hati rakyat Indonesia terhadap karya-karya anak bangsa yang mampu diakui dan diterima oleh dunia.
PT Regio Aviasi Industri (RAI), perusahaan industri pesawat terbang tempat BJ Habibie duduk sebagai ketua dewan komisarisnya, sedang membuat pesawat R-80 yang sudah dimulai dari tahun 2013 lalu. Komisaris PT RAI, Ilham Habibie, yang merupakan putra BJ Habibie, mengatakan bahwa pembuatan desain awal pesawat R-80 akan selesai pada tahun ini.
“Jadi, akhir tahun ini, kita sudah punya desain yang menyeluruh,” ujar Ilham saat ditemui Kompas.com setelah menghadiri acara diskusi di Jakarta, Sabtu (17/5/2014). Saat selesainya fase awal akhir tahun nanti, PT RAI akan menentukan komponen-komponen yang akan dipakai oleh pesawat R-80.
Pria yang lahir di Aachen, Jerman, itu mengatakan, komponen-komponen pesawat berkapasitas 80 penumpang tersebut hingga kini belum ditentukan. “Pada akhir tahun, kita sudah pilih dari mana komponen-komponen yang saat ini belum kita hadirkan. Misalkan, engine-nya dari mana, kokpitnya dari mana. Kita sudah punya desain," ucapnya. Ilham menuturkan, pemilihan pesawat baling-baling untuk transportasi udara di Indonesia memiliki keuntungan tersendiri. Menurut dia, meskipun pesawat lebih lambat daripada pesawat bermesin jet, pesawat baling-baling lebih hemat dalam penggunaan bahan bakar.
Hal tersebut disesuaikan juga dengan kontur wilayah serta rute-rute di Indonesia yang cenderung pendek-pendek. Jadi, menurut dia, akan lebih efektif menggunakan pesawat berbaling-baling ketimbang pesawat bermesin jet.
Ilham menjelaskan, ada tiga tahapan yang harus dilalui oleh PT RAI hingga R-80 mampu terbang menjelajahi langit Nusantara. Tahap pertama adalah pembuatan desain pesawat yang membutuhkan waktu dua tahun, tahap kedua adalah pembuatan prototipe pesawat selama tiga tahun, dan tahap ketiga merupakan tahap terakhir, yakni pengujian pesawat yang diperkirakan memakan waktu dua tahun.
Dengan demikian, menurut pria yang mendapatkan gelar doktor dari Technical University Of Munich ini, pembuatan pesawat tersebut bisa memakan waktu enam tahun. “Dari awal desain sampai jadi itu totalnya bisa 6-7 tahun. Kita mulai 2013, desain selesai akhir tahun ini. Tahun 2017, kita meluncurkan prototipe-nya, setelah itu dilakukan pengujian, itu lebih kurang dua tahun. Maksimal ya 2019 (beroperasi)," ucapnya.
Ilham mengatakan, pembuatan pesawat memang membutuhkan waktu cukup lama. Ia pun mencontohkan Boeing 737. “Memang begitu gak bisa cepat-cepat. Kalau kita lihat sebagai contoh, tahu pesawat 737 buatan Boeing kan? Tahu gak itu dibuat tahun berapa? Itu tahun 1965, itu sampai sekarang masih terbang kan. Sudah 50 tahun dibuat. Tentu terus di-update, mesinnya dan sebagainya, tetapi desainnya kan sama itu,” tandasnya. Mengenai kontrak bisnis, ia mengaku belum memiliki kontrak dengan perusahaan penerbangan, baik nasional maupun internasional.
Penandatanganan pemesanan 100 pesawat oleh NAM Air dan 25 pesawat oleh Kalstars hanya sebatas kesepakatan (MoU) dan belum berbentuk kontrak. "Jadi, kalau mau jual pesawat, belum bisa karena belum tahu harga. Kalau sudah kontrak, kan sudah pasti,” katanya sambil tersenyum.
★ Kompas
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.