Kolaborasi riset antar universitasDuta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriarty (FOTO.ANTARA)
Jakarta □ Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Australia mengalami guncangan di penghujung tahun 2013.
Saat
itu merebak isu penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap
sejumlah pejabat Indonesia, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Saya
sulit untuk memahaminya, mengapa itu harus dilakukan. Sekarang ini
bukan era Perang Dingin. Di era Perang Dingin dulu, sepertinya menjadi
biasa, saling menyadap, saling mengintai, saling melakukan spying di
antara blok-blok yang berhadap-hadapan. Sekarang, dunia tidak lagi
seperti itu," sebagaimana dikutip dari pernyataan Presiden Yudhoyono
dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta pada Rabu tanggal 20
November 2013.
Kekecewaan Indonesia atas penyadapan ini kemudian
menuntut Perdana Menteri Australia Tony Abbott untuk memberikan
penjelasan atas tindakan yang dilakukan oleh Australia kepada Indonesia
itu.
Hubungan bilateral kedua negara pun semakin memburuk tatkala
Tony Abbot tidak segera menyatakan permohonan maaf secara resmi dan
memberikan penjelasan perihal penyadapan itu.
Menteri Luar Negeri
Marty Natalegawa kemudian memutuskan untuk menarik pulang Duta Besar
Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema.
Hubungan bilateral kedua negara ini pun kemudian semakin merenggang.
"Hubungan
ini harus diperbaiki, dipererat. Kerja sama antar kedua negara dapat
dilakukan untuk mempererat hubungan bilateral Indonesia dengan
Australia. Lebih dari itu harus ada proses yang substansial dalam bentuk
kerjasama skala besar," demikian pernyataan Herb Feith Research
Professor Australia-Indonesia Centre (AIC), Greg Barton pada Research
Summit Program di Jakarta, Jumat (22/5).
Australia-Indonesia
Centre kemudian bekerja sama dengan Kementerian pendidikan dan
Kebudayaan RI, menyelenggarakan Research Summit yang pertama kali
digelar oleh dua instansi ini, sebagai dasar untuk melakukan kolaborasi
di bidang riset.
Agenda utama di balik kolaborasi riset tersebut adalah untuk memperbaiki hubungan kedua negara yang sempat memburuk.
Research
Summit ini dihadiri oleh para peneliti dari kedua negara, beberapa
pejabat tinggi dari Kementerian Riset dan Teknologi RI, pejabat tinggi
dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, pejabat pemerintahan
Australia, serta perwakilan dari universitas dan institusi yang ikut
bergabung dalam proyek kolaborasi riset tersebut. Selain itu, hadir pula
perwakilan dari New York Academy of Science.
Greg Barton menilai
bahwa kerja sama di bidang riset merupakah langkah termudah dan cukup
baik untuk memperbaiki hubungan bilateral kedua negara.
Melalui
riset, kedua negara dapat mengambil manfaat dari hasil kolaborasi riset
dan menerapkannya tidak hanya dalam bidang pengetahuan, namun diharapkan
juga dapat memberikan kontribusi pada perekonomian.
Sebagai
permulaan Greg Barton menjelaskan bahwa pemerintah Australia memberikan
dana sebesar 15 juta dolar Australia sebagai pembiayaan awal penelitian.
"Ada lima juta dolar Australia dari Universitas Monash, maupun dari Sydney," jelas Greg Barton.
Selain
itu beberapa perusahaan swasta Australia juga sudah menyatakan
kesediaan untuk membantu proyek kolaborasi riset ini, sehingga bila ada
beberapa proyek yang harus didukung maka sektor swasta bisa membantu.
"Ini bisa dalam bentuk uang mau pun sumber daya manusia dan alam," tambah Greg Barton.
Senada
dengan Greg barton, Duta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriarty
menyatakan bahwa kolaborasi riset ini memiliki beban yang sangat berat
karena terkait denagn relasi antara Indonesia dan Australia.
"Karena
hubungan bilateral antar dua negara lebih penting dibandingkan dengan
masing-masing pemerintahan. Hal ini termasuk relasi dalam sektor bisnis,
antar masyarakat, dan antar institusi, termasuk dalam bidang akademi,"
kata Greg Moriarty.
Lebih lanjut Greg Moriarty menjelaskan bahwa
antara Indonesia dan Australia telah berbagi kepentingan, dimana
kepentingan tersebut kemudian diwujudkan dalam satu aksi yang dapat
meningkatkan hubungan bilateral kedua negara menjadi lebih baik.
"Kolaborasi
ini adalah model dari kerja praktik yang berlangsung di kedua negara.
Ini menunjukkan bahwa Indonesia dan Australia adalah rekan karena kita
banyak melakukan kerjasama," kata Duta Besar Greg Moriarty.
Adapun
kolaborasi riset ini akan terfokus pada tantangan-tantangan yang
dihadapi oleh kedua negara, termasuk; pangan dan agrikultur, kesehatan
dan medis, energi, pendidikan, serta infrastruktur.
Sementara
instusi yang akan bergabung dalam kolaborasi riset ini merupakan
institusi yang dinyatakan memiliki pusat riset yang diakui dan terbaik
di negaranya masing-masing. Dari Indonesia tercatat tujuh institusi yang
akan bergabung yaitu; Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada,
Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas
Airlangga, Universitas Hasanuddin, dan Institut Teknologi Surabaya.
Sementara
dari Australia ada lima institusi yang akan bergabung yaitu; Monash
University, The University of Melbourne, The Australian National
University, The University of Sydney, dan The Commonwealth Scientific
and Industrial Research Organisation (CSIRO).
Salah Paham
Greg
Barton berpendapat bahwa untuk mempererat hubungan antar kedua negara,
harus ada beberapa unsur yang dipenuhi yang salah satunya adalah
pemahaman.
Greg yang merupakan Profesor peneliti untuk studi
Indonesia mengungkapkan bahwa pemahaman pihak Australia terhadap
Indonesia masih kurang akurat. Pemahaman yang tidak akurat tersebut
disebabkan oleh banyaknya masyarakat Australia yang masih berpendapat
bahwa kondisi Indonesia masih sama seperti pada era Orde Baru.
"Padahal
itu sudah enam belas tahun yang lalu, sudah empat kali pemilu dan sudah
ada banyak kemajuan dan perubahan terutama terkait dengan demokrasi,"
ujar Greg Barton.
Greg Barton menjelaskan bahwa pihaknya berusaha
supaya masyarakat Australia memiliki pemahaman yang lebih akurat
terhadap Indonesia terutama mengenai kondisi Indonesia pada saat ini.
"Sebaliknya,
di Indonesia mungkin juga ada pemahaman tentang Australia yang kurang
tepat, sehingga kedua belah pihak ini saling mencurigai atau
berprasangka, hingga menimbulkan kesalah pahaman," jelasnya.
Greg
Barton mengungkapkan bahwa salah satu proyek kolaborasi riset yang kini
sedang dibicarakan adalah tayangan dalam bentuk serial dokumenter
mengenai kehidupan di Indonesia. Dengan diproduksinya serial dokumenter
ini, Greg berharap dapat mengubah pemahaman masyarakat Australia yang
menyaksikannya.
Sambutan Baik Indonesia
Kolaborasi
antara Indonesia dan Australia di bidang riset ini juga disambut baik
oleh Sekretaris Jenderal Kemdikbud Ainun Naim yang juga menghadiri
Research Summit Program.
"Ini merupakan awal dari misi penting
kedua negara yang bergerak di bidang penelitian dan ilmu pengetahuan,
sehingga banyak melibatkan universitas-universitas di kedua negara. Ini
adalah kolaborasi riset," ujarnya.
Ainun Naim menekankan bahwa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sangat mendukung program kerjasama
ini, terutana untuk universitas-universitas di Indonesia, dalam rangka
membangun budaya riset yang lebih kuat, kapasitas, dan produktivitas.
"Tentunya ini juga akan memberikan kontribusi untuk perbaikan hidup masyarakat secara luas," kata dia.
Kolaborasi
riset ini akan dilakukan di lima area yang berbeda yaitu; bidang
energi, infrastruktur, kesehatan dan obat-obatan, pangan dan agrikultur,
serta bidang pendidikan.
"Indonesia perlu meningkatkan kemampuan
di bidang riset sehingga mampu menciptakan banyak industri dan lapangan
kerja, mampu meningkatkan taraf hidup masyarakatnya, serta menyediakan
teknologi canggih yang dapat membantu meningkatkan perekonomian negara,"
ujar Ainun Naim.
Prabowo Bahas Pertahanan hingga Krisis Gaza
-
* Sambangi PM Inggris Keir Starmer**Presiden Indonesia Prabowo Subianto
(kanan) menemui PM Inggris Keir Starmer di London. (Foto/via Kedutaan Besar
Inggr...
12 jam yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.