KOMPAS/LUKI AULIA,
Siswa SMKN 3 Madiun menguji coba bahan bakar minyak dari sampah
plastik pada mesin sepeda motor rakitan siswa SMKN 1 Madiun, Sabtu
(18/2), di Kecamatan Mejayan, Madiun, Jawa Timur.
|
Luki Aulia
KOMPAS.com- Berawal
dari keprihatinan pada sampah plastik yang sulit terurai, siswa SMK
Negeri 3 Kimia Madiun mencoba mengolah sampah plastik menjadi bahan
bakar minyak. Dari uji coba sejak tahun 2008 terciptalah ”minyak
plastik” yang bisa digunakan sebagai bahan bakar lampu tempel, kompor,
bahkan motor dan mobil.
Berbekal alat pembakaran dan penyulingan
(plastic oil destilator) hasil rakitan sendiri yang dibuat dari tabung
elpiji ukuran 3 kilogram, jenis plastik apa pun bisa diolah menjadi
bahan bakar minyak. Saat ini yang diprioritaskan plastik dari tas
keresek dan botol air kemasan. Ke depannya, direncanakan mengolah ban
bekas.
Ide yang lahir dari salah seorang guru, Tri Handoko, itu
rupanya efektif mengubah 1 kilogram plastik menjadi 1 liter bahan dasar
minyak atau minyak mentah. Ketika diolah menjadi premium atau solar,
hasilnya tinggal 0,8-0,9 liter. Kotoran yang melekat pada plastik
berpengaruh pada kualitas minyak yang dihasilkan.
”Makin bagus
plastiknya, makin bersih minyaknya. Kualitas paling bagus dari gelas
air kemasan. Kalau tas keresek kurang jernih,” kata Sulistyono, siswa
kelas XI Program Keahlian Kimia Industri.
Siswa yang telah
diajari proses pengolahan sejak kelas X ini menjelaskan, dengan suhu
250-400 derajat celsius, proses pengolahan hanya membutuhkan waktu 30
menit. Prosesnya, sampah plastik dibakar di dalam tabung gas, lalu
disuling melalui pipa tembaga dan dijernihkan di tabung penadah uap
(hidrokarbon). Uap ini lalu mengendap menjadi minyak yang digunakan
sebagai bahan bakar.
”Kualitas minyak dari plastik ini lebih baik
daripada minyak tanah. Nilai oktannya kira-kira 84-85. Namun, masih di
bawah premium dan pertamax,” kata Sulistyono.
Bekerja sama
dengan SMKN 1 Madiun yang telah merakit truk mini Esemka, para siswa
telah mengujicobakan minyak plastik itu ke mesin sepeda motor dan mesin
Toyota Kijang keluaran tahun 1980-an. Namun, rotation per minute-nya
(RPM) naik turun sehingga masih harus disempurnakan.
”Masih
tersendat-sendat di kecepatan rendah. Namun, kalau gasnya digeber,
lancar. Setelah dicek, emisi gas buangnya didominasi oksigen,” kata Nur
Wakhid, siswa kelas XII Teknik Kendaraan Ringan SMKN 1 Madiun, sambil
menggeber mesin sepeda motor seusai diujicoba Gubernur Jawa Timur
Soekarwo, Sabtu (18/2), di Madiun.
Meski telah diuji coba, kata
Meidian, rekan sekelas Wakhid, nilai oktannya secara tepat belum dicek
karena belum memiliki alatnya. Untuk sementara, hasil uji coba
menunjukkan hasil pembakarannya mendekati sempurna. ”Memakai alat cek
emisi yang ada di sekolah, kapasitas karbon monoksidanya menunjukkan
angka 0 terus,” ujarnya.
Untuk itu, menurut Sulistyono, minyak
plastik itu harus disuling lagi agar kadar airnya berkurang. Baik jenis
plastik maupun suhu ruangan selama proses pembuatan ikut berpengaruh
pada kualitas minyak. Plastik botol air kemasan lebih mudah terurai
daripada tas keresek.
Bank sampah
Kepala
SMKN 3 Madiun Sulaksono Tavip Rijanto mengatakan, proses ini sebenarnya
hanya mengubah plastik yang terbuat dari minyak untuk kembali menjadi
minyak.
Karena kebutuhan sampah plastik yang tinggi, siswa semakin
sulit memperoleh sampah plastik.
Untuk itu, ia lalu bekerja sama
dengan para pemulung agar bersedia menjual sampah plastiknya ke
sekolah. Untuk menampung pasokan sampah plastik, rencananya akan dibuat
bank sampah plastik di sekolah.
”Sekolah kami fokus ke upaya menjaga lingkungan dengan mengelola limbah. Sudah jadi tradisi di sini,” kata Tavip.
Untuk
mengajak masyarakat mengelola sampah plastik, sekolah yang memiliki
Program Keahlian Kimia Analis, Kimia Industri, dan Pengawasan Mutu
Pangan itu membuat 15 alat pengolah model terbaru. Sebelumnya, para
siswa telah membuat lima model yang terus dimodifikasi dan
disempurnakan. Ke-15 alat itu telah dibagikan Gubernur Jatim ke SMK lain
di Jawa Timur,
Selain minyak plastik, para siswa di sekolah yang
didirikan pada 25 Agustus 1965 itu juga rutin menerima pesanan
produksi virgin coconut oil, nata de coco, sirup buah, keripik buah,
sambal tomat, bumbu pecel, pupuk kompos, dan sabun mandi.
”Setiap
minggu para siswa rutin memproduksi 70-80 kilogram nata de coco,” kata
Sunardi dari Humas SMKN 3 Madiun. Tak heran, karena kualitasnya yang
bagus, siswa SMKN 3 Madiun umumnya sudah ”dipesan” industri sebelum
mereka lulus.
• KOMPAS.com
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.