Ilustrasi peternakan sapi (FOTO ANTARA/Ari Bowo Sucipto) |
"Pengembangan kawasan sentra peternakan nasional itu patut didukung ilmu pengetahuan dan teknologi, agar bersinergi dengan program pemberdayaan ekonomi lainnya," kata Asisten Deputi Iptek Industri Kecil Menengah Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) Santosa Yudo Warsono, ketika menjelaskan upaya pengembangan kawasan sentra peternakan nasional itu, di Mataram, Kamis.
Ia mengatakan, Indonesia memiliki daerah unggulan untuk dijadikan pusat daging nasional, dan wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) berpotensi untuk itu karena telah menjadi kawasan pembibitan sapi sejak lama.
Dalam dokumen Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, Provinsi NTB tergabung dalam Koridor V bersama Bali dan NTT.
Koridor V ditetapkan sebagai produsen sapi untuk mendukung swasembada daging 2014 yang merupakan salah satu program prioritas pemerintah dalam periode lima tahun, guna mewujudkan ketahanan pangan asal ternak berbasis sumber daya lokal.
Upaya swasembada daging itu juga harus diikuti dengan upaya pengembangan industri olahan daging sapi untuk menampung ketersediaan daging sapi.
"Peran iptek sangatlah penting dalam upaya mendukung peningkatan daya saing peternak dan pengembangan industri olahan daging sapi," ujarnya.
Karena itu, kata Santosa, kegiatan penitian dan pengembangan (litbang) pertanian dan peternakan diarahkan pada kebutuhan iptek yang menunjang swasembada daging baik di sektor hulu (produksi daging), sektor hilir (olahan daging), sektor penunjang (pakan dan rumah potong hewan), dan pembangunan modal sosial masyarakat.
Dukungan iptek tersebut diimplementasi melalui sejumlah strategi, antara lain peningkatan kemampuan SDM termasuk kepasitas metoda Inseminasi Buatan (IB), Transfer Embrio (TE) atau rekayasa genetik.
Selain itu, adanya pengembangan teknologi untuk menjamin ketersediaan pakan sepanjang tahun dengan teknologi pakan murah, dan pengembangan kawasan terpadu/klaster inovasi pertanian-peternakan sebagai wahana untuk mengintegrasikan dan menyinergikan aktivitas litbang dengan dunia usaha yang menghasilkan produk industri pertanian-peternakan.
Santoso mengatakan, untuk mengimplementasikan kawasan terpadu itu, Kemenristek bekerja sama dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB untuk membangun proyek percontohan di kawasan Banyumulek, Kabupaten Lombok Barat.
"Kawasan Banyumulek akan dikembangkan menjadi terpadu peternakan-pertanian dengan aktivitas seperti produksi dan pemeliharaan sapi, pemotongan hewan, industri pakan, pupuk organik, dan pelatihan," ujarnya.
Pengembangan kawasan Banyumulek itu, tambah Santosa, merupakan perwujudan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) berbasis kawasan dengan memanfaatkan sumber daya/potensi lokal.
Selain itu, pengembangan SIDa kawasan Banyumulek itu juga akan melibatkan sektor industri kreatif, khususnya pengembangan gerabah sebagai salah satu kerajinan andalan NTB.
"Nantinya, akan bersinergi antara pengembangan sentra daging nasional dengan kerajinan dan wisata. Misalnya wisata kuliner berbahan daging khas Lombok, yang bisa diperkenalkan di luar NTB," ujarnya.
Sesuai rencana, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta, akan meluncurkan SIDa sebagai bagian dari upaya penguatan sistem inovasi nasional, di wilayah Nusa Tenggara Barat, yang dijadwalkan Sabtu (25/2).
SIDa merupakan upaya pemberdayaan iptek dan inovasi berdasarkan keunggulan lokal, sebagai salah satu cara untuk mendorong produktifitas masyarakat, sehingga diharapkan akan memperkuat pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.
Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) mulai mengembangkan SIDa sejak 2007 meskipun peluncuran program itu baru dilakukan pada 13 Oktober 2010, di Pelambang, Sumatera Selatan, agar kegiatan dan aksi nyatanya tidak dimulai dari nol.(ANTARA)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.