Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana (FOTO ANTARA/ Ujang Zaelani)★
Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai tawaran pertukaran tahanan yang diajukan oleh Pemerintah Australia sebagai suatu tawaran yang sangat janggal dalam sistem hukum internasional.
"Tawaran Pemerintah Australia ini sangat janggal dalam hukum internasional dan cenderung membodohi pemerintah Indonesia bila menerima tawaran tersebut," kata Hikmahanto Juwana di Jakarta, Kamis.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop telah menghubungi Menlu RI Retno LP Marsudi untuk menyampaikan bahwa Australia bersedia menukarkan tiga WNI yang ditahan di Negeri Kangguru itu karena kasus narkoba dengan dua warga Australia yang akan menjalani hukuman mati atas kasus penyelundupan narkoba skala besar.
Hikmahanto menyebutkan tiga alasan yang membuat dia menilai tawaran pertukaran tahanan oleh pemerintah Australia itu sebagai hal janggal.
Pertama, kata dia, pertukaran tahanan atau tawanan (exchange of prisoners) hanya dilakukan ketika dua negara sedang dalam keadaan berperang dan masing-masing menawan tentara yang tertangkap.
"Indonesia dengan Australia jelas tidak dalam situasi perang. Tahanan yang adapun bukan ditangkap karena situasi perang melainkan karena melakukan kejahatan, baik di (wilayah hukum) Indonesia maupun Australia," ujar dia.
Alasan kedua, menurut dia, apabila tawaran yang dimaksud oleh Julie Bishop adalah pemindahan terpidana (transfer of sentenced person), hal itu pun tetap tidak dapat terealisasi karena antara Indonesia dengan Australia belum ada perjanjian pemindahan terpidana.
"Apalagi di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur tentang pemindahan terpidana. Padahal, undang-undang ini perlu ada sebelum adanya Perjanjian Pemindahan Terpidana," jelas dia.
"Alasan ketiga, kalau pun ada perjanjian pemindahan terpidana maka ini tidak berlaku bagi terpidana mati," lanjut dia.
Oleh karena itu, kata Hikmahanto, tawaran yang disampaikan oleh Menlu Australia itu sudah jelas harus ditolak oleh pemerintah Indonesia.
Dia berpendapat, Pemerintah Indonesia menghormati kedaulatan Australia melakukan penegakan hukum terhadap WNI yang melakukan kejahatan di sana, dan sebaliknya Indonesia tentu berharap pemerintah Australia menghormati kedaulatan Indonesia dalam penegakan hukum terhadap warga Australia yang melakukan kejahatan di Indonesia.
Kementerian Luar Negeri RI pun telah mengisyaratkan penolakan terhadap tawaran pertukaran tahanan yang diajukan Australia, karena pertukaran tahanan tidak dikenal dalam sistem hukum dan undang-undang di Indonesia.
"Ibu Menlu (Retno LP Marsudi) menyampaikan (kepada Menlu Australia Julie Bishop) bahwa pertukaran tahanan tidak dikenal dalam aturan hukum atau undang-undang di Indonesia, maka tawaran itu tidak bisa direalisasikan," kata Juru Bicara Kemlu RI Arrmanatha Nasir.
Arrmanatha membenarkan bahwa Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop telah menghubungi Menlu RI Retno LP Marsudi untuk menyampaikan tawaran pertukaran tahanan.
Menurut dia, Menlu Retno menerima telepon dari Menlu Bishop pada Selasa (3/3) saat Menlu RI sedang melakukan kunjungan bilateral ke Selandia Baru.
Jubir Kemlu RI itu mengatakan pihaknya menganggap tawaran Menlu Australia itu sebagai bagian dari upaya perlindungan terhadap warga negaranya.
Pemerintah Australia boleh mengerahkan berbagai upaya untuk melindungi warganya di Indonesia, namun hal itu harus dilakukan sesuai dengan sistem hukum di Indonesia dan etika diplomatik, kata dia.
Sebelumnya, Pemerintah Australia dikabarkan menawarkan pertukaran tahanan kepada Pemerintah Indonesia untuk bisa membebaskan dua warganya yang menjadi terpidana mati kasus peredaran narkoba skala besar di Bali.
Kedua warga Australia itu adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, yang merupakan anggota kelompok "Bali Nine".
Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai tawaran pertukaran tahanan yang diajukan oleh Pemerintah Australia sebagai suatu tawaran yang sangat janggal dalam sistem hukum internasional.
"Tawaran Pemerintah Australia ini sangat janggal dalam hukum internasional dan cenderung membodohi pemerintah Indonesia bila menerima tawaran tersebut," kata Hikmahanto Juwana di Jakarta, Kamis.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop telah menghubungi Menlu RI Retno LP Marsudi untuk menyampaikan bahwa Australia bersedia menukarkan tiga WNI yang ditahan di Negeri Kangguru itu karena kasus narkoba dengan dua warga Australia yang akan menjalani hukuman mati atas kasus penyelundupan narkoba skala besar.
Hikmahanto menyebutkan tiga alasan yang membuat dia menilai tawaran pertukaran tahanan oleh pemerintah Australia itu sebagai hal janggal.
Pertama, kata dia, pertukaran tahanan atau tawanan (exchange of prisoners) hanya dilakukan ketika dua negara sedang dalam keadaan berperang dan masing-masing menawan tentara yang tertangkap.
"Indonesia dengan Australia jelas tidak dalam situasi perang. Tahanan yang adapun bukan ditangkap karena situasi perang melainkan karena melakukan kejahatan, baik di (wilayah hukum) Indonesia maupun Australia," ujar dia.
Alasan kedua, menurut dia, apabila tawaran yang dimaksud oleh Julie Bishop adalah pemindahan terpidana (transfer of sentenced person), hal itu pun tetap tidak dapat terealisasi karena antara Indonesia dengan Australia belum ada perjanjian pemindahan terpidana.
"Apalagi di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur tentang pemindahan terpidana. Padahal, undang-undang ini perlu ada sebelum adanya Perjanjian Pemindahan Terpidana," jelas dia.
"Alasan ketiga, kalau pun ada perjanjian pemindahan terpidana maka ini tidak berlaku bagi terpidana mati," lanjut dia.
Oleh karena itu, kata Hikmahanto, tawaran yang disampaikan oleh Menlu Australia itu sudah jelas harus ditolak oleh pemerintah Indonesia.
Dia berpendapat, Pemerintah Indonesia menghormati kedaulatan Australia melakukan penegakan hukum terhadap WNI yang melakukan kejahatan di sana, dan sebaliknya Indonesia tentu berharap pemerintah Australia menghormati kedaulatan Indonesia dalam penegakan hukum terhadap warga Australia yang melakukan kejahatan di Indonesia.
Kementerian Luar Negeri RI pun telah mengisyaratkan penolakan terhadap tawaran pertukaran tahanan yang diajukan Australia, karena pertukaran tahanan tidak dikenal dalam sistem hukum dan undang-undang di Indonesia.
"Ibu Menlu (Retno LP Marsudi) menyampaikan (kepada Menlu Australia Julie Bishop) bahwa pertukaran tahanan tidak dikenal dalam aturan hukum atau undang-undang di Indonesia, maka tawaran itu tidak bisa direalisasikan," kata Juru Bicara Kemlu RI Arrmanatha Nasir.
Arrmanatha membenarkan bahwa Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop telah menghubungi Menlu RI Retno LP Marsudi untuk menyampaikan tawaran pertukaran tahanan.
Menurut dia, Menlu Retno menerima telepon dari Menlu Bishop pada Selasa (3/3) saat Menlu RI sedang melakukan kunjungan bilateral ke Selandia Baru.
Jubir Kemlu RI itu mengatakan pihaknya menganggap tawaran Menlu Australia itu sebagai bagian dari upaya perlindungan terhadap warga negaranya.
Pemerintah Australia boleh mengerahkan berbagai upaya untuk melindungi warganya di Indonesia, namun hal itu harus dilakukan sesuai dengan sistem hukum di Indonesia dan etika diplomatik, kata dia.
Sebelumnya, Pemerintah Australia dikabarkan menawarkan pertukaran tahanan kepada Pemerintah Indonesia untuk bisa membebaskan dua warganya yang menjadi terpidana mati kasus peredaran narkoba skala besar di Bali.
Kedua warga Australia itu adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, yang merupakan anggota kelompok "Bali Nine".
☠ Antara
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.