Ilustrasi - Badak putih (Ceratotherium simum) (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)★
Koleksi satwa di lembaga konservasi "ex-situ" (di luar habitat alami) satwa liar Taman Safari Indonesia, Cisarua, Kabupaten Bogor, bertambah dengan lahirnya seekor badak putih (Ceratotherium simum) jantan.
"Sebenarnya bayi badak putih jantan itu lahir normal pada Selasa, 10 Februari 2015 sekitar pukul 17.30 WIB, namun dengan alasan perawatan intensif baru kami sampaikan ke publik luas saat ini," kata Direktur Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua Jansen Manansang di Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Didampingi Humas TSI Cisarua Yulius H Suprihardo, ia menjelaskan bahwa bayi itu merupakan anak dari pasangan badak putih Rimba dan Merdeka.
Badak kecil dengan berat kurang lebih 75kg itu merupakan kelahiran kedua di TSI setelah Merdeka yang lahir pada 15 Agustus 2003 silam.
Dengan kelahiran tersebut, saat ini TSI memiliki enam ekor badak putih, terdiri atas empat ekor jantan serta dua betina.
Ia mengatakan kelahiran satwa darat terbesar kedua setelah gajah di TSI --yang juga merupakan objek wisata nasional itu-- menjadi kebanggaan tersendiri bagi TSI.
Jansen Manansang berharap kebanggan tersebut bukan hanya milik "keeper" (perawat satwa) maupun tim medis TSI saja tetapi juga bagi dunia.
"Masyarakat juga diharapkan ikut menjaga serta melestarikan spesies ini, mengingat keberadaan mereka yang makin hari semakin terdesak akibat perburuan liar," katanya.
Sementara itu, Yulius H Suprihardo menambahkan pemantauan tiada henti dilakukan sejak 14 September 2013 pada badak putih betina bernama Rimba (13 tahun) yang diketahui melakukan perkawinan dengan Merdeka yang juga lahir di TSI.
Dengan masa birahi selama sepekan, perkawinan tersebut berlangsung satu hari penuh, rata-rata terjadi setiap 30 menit.
Dua bulan setelah masa kawin mulailah dilakukan pengamatan siklus 30 hari.
Pemantauan dengan alat USG tersebut bukan hanya dilakukan oleh tim dari TSI seperti dokter hewan, staf riset dan konservasi, kurator, serta para "keeper" saja, namun juga melibatkan ahli, yakni drh. Agil dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Selain itu di area kandang juga ditempatkan beberapa Close Circuit Television (CCTV) yang dimaksudkan untuk memantau keadaan badak putih tersebut, baik sebelum maupun sesudah kelahiran.
Kegiatan pemantauan ini dilakukan selama beberapa waktu oleh tim dari TSI.
Saat ini, bayi jantan tersebut masih ditempatkan di kandang karena harus menyusu pada induknya setiap 30 menit.
Untuk menambah nutrisi, "keeper" badak putih Poniran (40) menambahkan pakan berupa kacang-kacangan, wortel, dedaunan, pisang, serta biasanya diberikan rumput gajah sebanyak 100 kg per-harinya.
Pemantauan pun terus dilakukan dengan melibatkan lebih dari lima "keeper" yang melakukan penjagaan siang-malam secara bergiliran.
Poniran mengaku rasa lelahnya menunggu terbayar dengan kelahiran satu bayi satwa bekulit tebal itu.
Pria yang telah bekerja untuk TSI sejak tahun 1990 ini merasa senang menjadi saksi kelahiran bayi satwa yang sekarang keberadaannya makin terancam punah.
Koleksi satwa di lembaga konservasi "ex-situ" (di luar habitat alami) satwa liar Taman Safari Indonesia, Cisarua, Kabupaten Bogor, bertambah dengan lahirnya seekor badak putih (Ceratotherium simum) jantan.
"Sebenarnya bayi badak putih jantan itu lahir normal pada Selasa, 10 Februari 2015 sekitar pukul 17.30 WIB, namun dengan alasan perawatan intensif baru kami sampaikan ke publik luas saat ini," kata Direktur Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua Jansen Manansang di Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Didampingi Humas TSI Cisarua Yulius H Suprihardo, ia menjelaskan bahwa bayi itu merupakan anak dari pasangan badak putih Rimba dan Merdeka.
Badak kecil dengan berat kurang lebih 75kg itu merupakan kelahiran kedua di TSI setelah Merdeka yang lahir pada 15 Agustus 2003 silam.
Dengan kelahiran tersebut, saat ini TSI memiliki enam ekor badak putih, terdiri atas empat ekor jantan serta dua betina.
Ia mengatakan kelahiran satwa darat terbesar kedua setelah gajah di TSI --yang juga merupakan objek wisata nasional itu-- menjadi kebanggaan tersendiri bagi TSI.
Jansen Manansang berharap kebanggan tersebut bukan hanya milik "keeper" (perawat satwa) maupun tim medis TSI saja tetapi juga bagi dunia.
"Masyarakat juga diharapkan ikut menjaga serta melestarikan spesies ini, mengingat keberadaan mereka yang makin hari semakin terdesak akibat perburuan liar," katanya.
Sementara itu, Yulius H Suprihardo menambahkan pemantauan tiada henti dilakukan sejak 14 September 2013 pada badak putih betina bernama Rimba (13 tahun) yang diketahui melakukan perkawinan dengan Merdeka yang juga lahir di TSI.
Dengan masa birahi selama sepekan, perkawinan tersebut berlangsung satu hari penuh, rata-rata terjadi setiap 30 menit.
Dua bulan setelah masa kawin mulailah dilakukan pengamatan siklus 30 hari.
Pemantauan dengan alat USG tersebut bukan hanya dilakukan oleh tim dari TSI seperti dokter hewan, staf riset dan konservasi, kurator, serta para "keeper" saja, namun juga melibatkan ahli, yakni drh. Agil dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Selain itu di area kandang juga ditempatkan beberapa Close Circuit Television (CCTV) yang dimaksudkan untuk memantau keadaan badak putih tersebut, baik sebelum maupun sesudah kelahiran.
Kegiatan pemantauan ini dilakukan selama beberapa waktu oleh tim dari TSI.
Saat ini, bayi jantan tersebut masih ditempatkan di kandang karena harus menyusu pada induknya setiap 30 menit.
Untuk menambah nutrisi, "keeper" badak putih Poniran (40) menambahkan pakan berupa kacang-kacangan, wortel, dedaunan, pisang, serta biasanya diberikan rumput gajah sebanyak 100 kg per-harinya.
Pemantauan pun terus dilakukan dengan melibatkan lebih dari lima "keeper" yang melakukan penjagaan siang-malam secara bergiliran.
Poniran mengaku rasa lelahnya menunggu terbayar dengan kelahiran satu bayi satwa bekulit tebal itu.
Pria yang telah bekerja untuk TSI sejak tahun 1990 ini merasa senang menjadi saksi kelahiran bayi satwa yang sekarang keberadaannya makin terancam punah.
★ Antara
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.