Peneliti Nanoteknologi Bidang Farmasi Kosmetik BPPT, Dr Etik Mardlyiati, M.Eng. TEMPO/Seto Wardhana
TEMPO Interaktif, Jakarta - Utusan Khusus Sains Amerika Serikat, Bruce Alberts, mengatakan Indonesia masih lemah dalam penguasaan sains dan teknologi. Hal itu membuat pembangunan ekonomi Indonesia terus dibayang-bayangi permasalahan pelik, seperti perubahan iklim, pandemi, ketahanan pangan, dan energi.
Indonesia harus memajukan pembangunan kapasitas sumber daya manusia jika ingin mempertahankan kemajuan. "Ekonomi semakin baik sehingga menjadi saat yang tepat bagi Indonesia memajukan pendidikan sains dan penelitian," kata Alberts kepada Tempo pada Jumat, 9 Juli 2011.
Pembangunan ilmu dasar dan penelitian memberi kontribusi signifikan dalam menyelesaikan masalah pembangunan. Negara yang bergerak ke arah kemajuan akan menghadapi masalah kompleks sehingga membutuhkan sumber daya manusia yang pintar menemukan solusi. "Siswa dengan pengetahuan sains baik bisa menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru," ujar dia.
Pada saat bersamaan, Indonesia juga membutuhkan sistem penelitian yang efektif bagi peneliti. Ia menganjurkan lembaga penelitian menerapkan sistem pengucuran dana riset berbasis manfaat. Dengan demikian, terjadi kompetisi yang membuat peneliti terpacu membuat penelitian lebih baik dibandingkan rekan peneliti lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan panel independen yang menguji dan memilih proposal penelitian.
Infrastruktur penelitian juga harus ditingkatkan. Ia prihatin terhadap fasilitas penelitian di perguruan tinggi ternama yang sangat terbatas dan ketinggalan zaman. Hal ini berkaitan dengan porsi dana penelitian di Indonesia yang baru sebesar 0,06 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Porsi ini jauh dari angka ideal yang banyak dicapai negara-negara dengan pembangunan berkelanjutan sebesar 1,5 persen. Indonesia bahkan ketinggalan dibanding negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi lainnya, seperti Cina, yang mencadangkan dana penelitian hingga 3 persen PDB.
Amerika Serikat sendiri mengungkapkan komitmen pembangunan sistem penelitian berbasis manfaat bagi peneliti ilmu dasar dan rekayasa. Program bernama Partnerships for Enhanced Engagement in Research (PEER) mendapat alokasi dana sebesar US$ 7 juta dan digunakan untuk pengembangan penelitian energi alternatif, perubahan iklim, penyakit berbahaya, ilmu kelautan, dan genetika padi.
Indonesia juga bisa mendorong perusahaan-perusahaan internasional mendirikan pusat penelitian tingkat tinggi di Indonesia. "Membuka pusat penelitian berarti penyediaan lapangan kerja baru bagi peneliti sains," katanya.[ANTON WILLIAM]
• TEMPOInteraktif
TNI AL Siapkan 80 Unit Maung MV3 Pindad Jadi Kendaraan Dinas
-
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali mengungkapkan
bahwa pihaknya menyiapkan 80 unit mobil Maung buatan PT Pindad versi
terakhir, y...
18 jam yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.