Microsatelit LAPAN ☆
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional tak yakin anggaran pembuatan satelit operasional berbobot 500-1.000 kilogram mulai 2022 tersedia. Karena itu, Lapan bersiap mengubah strategi, yakni mengembangkan konstelasi satelit-satelit mikro berukuran lebih kecil yang akan bersinergi.
Keraguan itu berdasarkan tren belanja riset dan pengembangan nasional yang minim, sekarang 0,09 persen produk domestik bruto Indonesia. Bahkan, anggaran tahun ini dipangkas.
”Melihat tren saat ini, penambahan anggaran—jika ada—tak mungkin melompat jumlahnya,” ucap Kepala Lapan Thomas Djamaluddin seusai menjadi pembicara kunci pada Pertemuan Tahunan Pengujian dan Mutu Ke-11 Tahun 2016, Selasa (30/8/2016), di Tangerang Selatan, Banten. Acara itu digelar Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian (P2SMTP) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Kini, total dana Lapan Rp 0,7 triliun. Pertengahan 2016, Lapan diminta menekan anggaran Rp 75,3 miliar, lalu awal pekan ini direvisi menjadi Rp 38,3 miliar. Pemotongan dana Lapan terbesar daripada lembaga non-kementerian bidang riset lain.
Wakil Kepala LIPI Akhmadi Abbas menyatakan, pemotongan anggaran LIPI setelah revisi menjadi Rp 17,6 miliar dari sebelumnya Rp 75,5 miliar. Anggaran LIPI saat ini sekitar Rp 1 triliun.
Thomas mengatakan, Lapan sebelumnya menargetkan mengerjakan proyek satelit operasional atau seri B ukuran kecil (500-1.000 kg) pada 2022-2027 dengan kebutuhan dana Rp 5 triliun-Rp 6 triliun untuk membangun 2 satelit dan 1 laboratorium. Satu satelit butuh dana Rp 1,5 triliun atau sekitar dua kali total dana Lapan saat ini.
Lapan menyiapkan rencana cadangan, yakni membangun konstelasi satelit mikro berbobot di bawah 200 kg dan mengorbit ketinggian 500-600 kilometer mulai 2022. Satu satelit diproduksi per tahun. Satelit-satelit itu akan dipasangi komponen dengan fungsi seperti diharapkan dari satelit kecil. Fungsi prioritas adalah pemantauan perikanan, kelautan, dan kehutanan.
”Dalam lima tahun kita akan memiliki lima satelit operasional dengan biaya lebih murah,” kata Thomas. Kemampuan membuat satelit mikro dikuasai, sedangkan untuk satelit kecil, staf Lapan perlu peningkatan kemampuan.
Tahap eksperimental
Kini, Lapan pada tahap pengembangan satelit eksperimental (seri A), yakni menjajal kemampuan satelit buatan dalam negeri dilengkapi komponen untuk kegiatan operasional pemantauan. Satelit eksperimental murni dibuat di Indonesia ialah Lapan A2/Orari (mengorbit 28 September 2015) dan Lapan A3/IPB (mengorbit 2 Juni 2016). Pengembangan satelit eksperimental akan usai setelah Lapan membuat dan meluncurkan satelit Lapan A4 (rencana meluncur 2018) dan Lapan A5 (2020).
Komponen operasional pada Lapan A2/Orari dan Lapan A3/IPB ialah perangkat sistem identifikasi otomatis kapal (AIS), salah satu fungsinya deteksi dini kapal yang melakukan kejahatan, seperti penangkapan ilegal ikan.
Lapan A2/Orari mengelilingi bumi dengan orbit ekuatorial (mengikuti garis khatulistiwa), bisa mendeteksi 2,4 juta kapal per hari secara global yang melintas 6 derajat Lintang Utara-6 derajat Lintang Selatan. Lapan A3/IPB ada di orbit polar (Kutub Utara ke Selatan) sehingga melengkapi cakupan AIS Lapan A2/Orari mengingat wilayah Indonesia pada 6 derajat Lintang Utara-11 derajat Lintang Selatan.
Kerja AIS di Lapan A2/Orari dan Lapan A3/IPB menggambarkan sistem kerja satelit mikro. ”Frekuensi satelit melintas di Indonesia kian sering,” ujarnya.
Uji kelayakan satelit di Indonesia melalui kerja sama Lapan dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi bagi satelit Lapan A2/Orari dan dengan LIPI lewat P2 SMTP bagi Lapan A3/IPB. (JOG)
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional tak yakin anggaran pembuatan satelit operasional berbobot 500-1.000 kilogram mulai 2022 tersedia. Karena itu, Lapan bersiap mengubah strategi, yakni mengembangkan konstelasi satelit-satelit mikro berukuran lebih kecil yang akan bersinergi.
Keraguan itu berdasarkan tren belanja riset dan pengembangan nasional yang minim, sekarang 0,09 persen produk domestik bruto Indonesia. Bahkan, anggaran tahun ini dipangkas.
”Melihat tren saat ini, penambahan anggaran—jika ada—tak mungkin melompat jumlahnya,” ucap Kepala Lapan Thomas Djamaluddin seusai menjadi pembicara kunci pada Pertemuan Tahunan Pengujian dan Mutu Ke-11 Tahun 2016, Selasa (30/8/2016), di Tangerang Selatan, Banten. Acara itu digelar Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian (P2SMTP) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Kini, total dana Lapan Rp 0,7 triliun. Pertengahan 2016, Lapan diminta menekan anggaran Rp 75,3 miliar, lalu awal pekan ini direvisi menjadi Rp 38,3 miliar. Pemotongan dana Lapan terbesar daripada lembaga non-kementerian bidang riset lain.
Wakil Kepala LIPI Akhmadi Abbas menyatakan, pemotongan anggaran LIPI setelah revisi menjadi Rp 17,6 miliar dari sebelumnya Rp 75,5 miliar. Anggaran LIPI saat ini sekitar Rp 1 triliun.
Thomas mengatakan, Lapan sebelumnya menargetkan mengerjakan proyek satelit operasional atau seri B ukuran kecil (500-1.000 kg) pada 2022-2027 dengan kebutuhan dana Rp 5 triliun-Rp 6 triliun untuk membangun 2 satelit dan 1 laboratorium. Satu satelit butuh dana Rp 1,5 triliun atau sekitar dua kali total dana Lapan saat ini.
Lapan menyiapkan rencana cadangan, yakni membangun konstelasi satelit mikro berbobot di bawah 200 kg dan mengorbit ketinggian 500-600 kilometer mulai 2022. Satu satelit diproduksi per tahun. Satelit-satelit itu akan dipasangi komponen dengan fungsi seperti diharapkan dari satelit kecil. Fungsi prioritas adalah pemantauan perikanan, kelautan, dan kehutanan.
”Dalam lima tahun kita akan memiliki lima satelit operasional dengan biaya lebih murah,” kata Thomas. Kemampuan membuat satelit mikro dikuasai, sedangkan untuk satelit kecil, staf Lapan perlu peningkatan kemampuan.
Tahap eksperimental
Kini, Lapan pada tahap pengembangan satelit eksperimental (seri A), yakni menjajal kemampuan satelit buatan dalam negeri dilengkapi komponen untuk kegiatan operasional pemantauan. Satelit eksperimental murni dibuat di Indonesia ialah Lapan A2/Orari (mengorbit 28 September 2015) dan Lapan A3/IPB (mengorbit 2 Juni 2016). Pengembangan satelit eksperimental akan usai setelah Lapan membuat dan meluncurkan satelit Lapan A4 (rencana meluncur 2018) dan Lapan A5 (2020).
Komponen operasional pada Lapan A2/Orari dan Lapan A3/IPB ialah perangkat sistem identifikasi otomatis kapal (AIS), salah satu fungsinya deteksi dini kapal yang melakukan kejahatan, seperti penangkapan ilegal ikan.
Lapan A2/Orari mengelilingi bumi dengan orbit ekuatorial (mengikuti garis khatulistiwa), bisa mendeteksi 2,4 juta kapal per hari secara global yang melintas 6 derajat Lintang Utara-6 derajat Lintang Selatan. Lapan A3/IPB ada di orbit polar (Kutub Utara ke Selatan) sehingga melengkapi cakupan AIS Lapan A2/Orari mengingat wilayah Indonesia pada 6 derajat Lintang Utara-11 derajat Lintang Selatan.
Kerja AIS di Lapan A2/Orari dan Lapan A3/IPB menggambarkan sistem kerja satelit mikro. ”Frekuensi satelit melintas di Indonesia kian sering,” ujarnya.
Uji kelayakan satelit di Indonesia melalui kerja sama Lapan dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi bagi satelit Lapan A2/Orari dan dengan LIPI lewat P2 SMTP bagi Lapan A3/IPB. (JOG)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.