7 WNI Disandera Ilustrasi oleh Mindra Purnomo
Kemenhub mengambil langkah antisipatif untuk merespons peristiwa penyanderaan tujuh WNI oleh kelompok Abu Sayyaf. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melarang pemberian izin kepada semua kapal berbendera Indonesia ke Filipina.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut,Tonny Budiono mengeluarkan Maklumat Pelayaran No. 130/VI/DN-16 tanggal 24 Juni 2016 kepada seluruh kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut di Indonesia yang berisi larangan keras penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) bagi kapal-kapal berbendera Indonesia yang akan berlayar menuju Filipina.
"Dalam maklumat pelayaran tersebut ditegaskan bahwa Syahbandar dilarang keras untuk menerbitkan SPB bagi semua kapal berbendera Indonesia yang akan berangkat menuju Filipina tanpa terkecuali," ujar Tonny dalam pernyataannya, Jumat (24/6/2016).
Selain itu Tonny juga memerintahkan kepada Kepala Distrik Navigasi untuk ikut mengantisipasi terulangnya kembali kejadian pembajakan/penyanderaan terhadap kapal-kapal Indonesia yang berlayar menuju atau melintasi perairan Filipina. Hal itu dilakukan dengan memberdayakan peralatan navigasi yang dimiliki oleh Ditjen Hubla untuk melakukan pemantauan secara intensif.
"Masalah pembajakan ini merupakan hal yang serius dan tidak dapat ditoleransi lagi. Untuk itu saya minta kepada seluruh Kepala Distrik Navigasi agar menginstruksikan setiap Stasiun Radio Operasi Pantai (SROP) untuk memonitor dan me-relay indikasi atau berita marabahaya sedini mungkin" kata Tonny.
Tonny menambahkan bahwa masing-masing unsur Perhubungan Laut harus ikut berkontribusi dalam menyikapi masalah ini, termasuk dengan mengerahkan armada kapal yang dimiliki oleh seluruh Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) untuk meningkatkan kewaspadaannya.
"Saya menginstruksikan kepada seluruh Kepala Pangkalan PLP untuk meningkatkan kegiatan patroli pengawasan dan pengamanan di perairan," tegas Tonny.
Saat ini kapal patroli dan Petugas KPLP telah disiapsiagakan untuk melakukan patroli pengawasan keamanan keselamatan maritim khususnya di wilayah-wilayah perairan di wilayah Indonesia yang rawan dan dapat mengancam keselamatan dan keamanan pelayaran sekaligus untuk melindungi awak kapal (pelaut Indonesia). (faj/ndr)
Penyanderaan 7 WNI di Filipina Bermotif Ekonomi, Bukan Politik
Sebanyak 7 ABK WNI Kapal Charles 001 disandera kelompok bersenjata di Filipina. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyebut motif para penyadera adalah murni karena ekonomi, bukan politik.
"Motivasinya sudah dipastikan masalah uang tadi, nggak ada motivasi politik," ucap Gatot usai buka puasa di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (24/6/2016).
Gatot mengatakan pemerintah Indonesia memang tidak menghendaki adanya tebusan-tebusan, tapi pihak penyandera selalu berusaha untuk mendapatkan uang tersebut.
"Mereka kan motivasinya banyak. Ya siapa tahu kan dengan berusaha seperti ada tebusan-tebusan," ujarnya.
Soal simpang siur informasi penyanderaan di awal, Gatot menjelaskan memang saat ada info tersebut, pemerintah Indoensia langsung mengecek ke Filipina. Namun kepolisian maupun angkatan laut Filipina membantah ada penyanderaan.
"Karena memang begitu disandera semua dimatikan dan kapal tetap berjalan. Diperkirakan dalam waktu dekat sampai ke Samarinda. Nah, baru begitu ada telepon benar, baru kita lacak," tutur Gatot.
Setelah pelacakan itulah baru diketahui benar ada penyanderaan. "Kan takutnya begini. Takutnya ini hanya penipuan saja kan,' imbuhnya.
Saat ini upaya pembebasan kembali diupayakan oleh pemerintah Indonesia. "Komunikasi kita intens, dan Filipina berjanji akan segera menindaklanjuti," ucap Gatot. (miq/faj)
Kemenhub mengambil langkah antisipatif untuk merespons peristiwa penyanderaan tujuh WNI oleh kelompok Abu Sayyaf. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melarang pemberian izin kepada semua kapal berbendera Indonesia ke Filipina.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut,Tonny Budiono mengeluarkan Maklumat Pelayaran No. 130/VI/DN-16 tanggal 24 Juni 2016 kepada seluruh kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut di Indonesia yang berisi larangan keras penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) bagi kapal-kapal berbendera Indonesia yang akan berlayar menuju Filipina.
"Dalam maklumat pelayaran tersebut ditegaskan bahwa Syahbandar dilarang keras untuk menerbitkan SPB bagi semua kapal berbendera Indonesia yang akan berangkat menuju Filipina tanpa terkecuali," ujar Tonny dalam pernyataannya, Jumat (24/6/2016).
Selain itu Tonny juga memerintahkan kepada Kepala Distrik Navigasi untuk ikut mengantisipasi terulangnya kembali kejadian pembajakan/penyanderaan terhadap kapal-kapal Indonesia yang berlayar menuju atau melintasi perairan Filipina. Hal itu dilakukan dengan memberdayakan peralatan navigasi yang dimiliki oleh Ditjen Hubla untuk melakukan pemantauan secara intensif.
"Masalah pembajakan ini merupakan hal yang serius dan tidak dapat ditoleransi lagi. Untuk itu saya minta kepada seluruh Kepala Distrik Navigasi agar menginstruksikan setiap Stasiun Radio Operasi Pantai (SROP) untuk memonitor dan me-relay indikasi atau berita marabahaya sedini mungkin" kata Tonny.
Tonny menambahkan bahwa masing-masing unsur Perhubungan Laut harus ikut berkontribusi dalam menyikapi masalah ini, termasuk dengan mengerahkan armada kapal yang dimiliki oleh seluruh Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) untuk meningkatkan kewaspadaannya.
"Saya menginstruksikan kepada seluruh Kepala Pangkalan PLP untuk meningkatkan kegiatan patroli pengawasan dan pengamanan di perairan," tegas Tonny.
Saat ini kapal patroli dan Petugas KPLP telah disiapsiagakan untuk melakukan patroli pengawasan keamanan keselamatan maritim khususnya di wilayah-wilayah perairan di wilayah Indonesia yang rawan dan dapat mengancam keselamatan dan keamanan pelayaran sekaligus untuk melindungi awak kapal (pelaut Indonesia). (faj/ndr)
Penyanderaan 7 WNI di Filipina Bermotif Ekonomi, Bukan Politik
Sebanyak 7 ABK WNI Kapal Charles 001 disandera kelompok bersenjata di Filipina. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyebut motif para penyadera adalah murni karena ekonomi, bukan politik.
"Motivasinya sudah dipastikan masalah uang tadi, nggak ada motivasi politik," ucap Gatot usai buka puasa di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (24/6/2016).
Gatot mengatakan pemerintah Indonesia memang tidak menghendaki adanya tebusan-tebusan, tapi pihak penyandera selalu berusaha untuk mendapatkan uang tersebut.
"Mereka kan motivasinya banyak. Ya siapa tahu kan dengan berusaha seperti ada tebusan-tebusan," ujarnya.
Soal simpang siur informasi penyanderaan di awal, Gatot menjelaskan memang saat ada info tersebut, pemerintah Indoensia langsung mengecek ke Filipina. Namun kepolisian maupun angkatan laut Filipina membantah ada penyanderaan.
"Karena memang begitu disandera semua dimatikan dan kapal tetap berjalan. Diperkirakan dalam waktu dekat sampai ke Samarinda. Nah, baru begitu ada telepon benar, baru kita lacak," tutur Gatot.
Setelah pelacakan itulah baru diketahui benar ada penyanderaan. "Kan takutnya begini. Takutnya ini hanya penipuan saja kan,' imbuhnya.
Saat ini upaya pembebasan kembali diupayakan oleh pemerintah Indonesia. "Komunikasi kita intens, dan Filipina berjanji akan segera menindaklanjuti," ucap Gatot. (miq/faj)
♖ detik
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.